watch sexy videos at nza-vids!
Download aplikasi gratis untuk Android
INDOHIT.SEXTGEM.COM

Persahabatan Bagai Kepompong


Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam lebih saat film yang diputar dibioskop tersebut akhirnya usai. Para penonton pun akhirnya berhamburan keluar melalui pintu keluar yang telah disediakan, diantara mereka ada 4 orang gadis cantik yang sepertinya masih berusia belasan tahun. Layaknya para gadis yang sedang mekar-mekarnya, keempat gadis itu berbicara dengan ribut mengenai film yang baru saja mereka tonton.


“Ih sumpah Edward Cullen tuh cuaakeep banget, coba dia orang Indonesia…” Cetus salah satu dari mereka yang sepertinya agak genit.
“Kalau dia orang Indo namanya ganti, jadi Edi Cuplis.” Potong gadis yang agak tomboy.
“Ih tapi kalau beneran vampir, secakep apa juga aku gak mau ah, ntar digigit lagi.” Sambut cewek yang feminin.
“Tapi menurut buku yang aku baca, vampir tuh sebenernya Cuma boongan aja kok.” Sambung cewek yang berkacamata.
Keempat gadis ceriwis itu terus berbicara sambil menuruni tangga yang berujung sampai ke basement dari mall tempat bioskop itu berada.
“Beb kenapa gak besok aja sih transfer uangnya? Udah malem nih, basement kan sepi kalau jam segini, kalau ada rampok gimana?”
“Ya maaf, abisnya aku tadi lupa, malah nonton dulu. Kata mama ini penting, transfer uangnya mesti malem ini, soalnya Om Joko nungguin.”
“Tenang aja, kalau ada apa-apa kan ada Chacha, ya nggak Cha?”
“Iya, tenang aja ah. Penakut banget sih.” Cetus si tomboy yang berwajah cantik.

Keempat gadis itu kembali berjalan beriringan, tapi kali ini lebih merapat karena ternyata memang basement mall itu malam itu sepi sekali, bahkan satpam yang biasa berjaga dekat bilik ATM pun tidak kelihatan batang hidungnya.
“Beb, cepetan gih.” Hellen si cewek berkacamata mulai tidak sabaran.
“Iya ah.” Bebi si genit pun memasuki bilik ATM sementara ketiga temannya menunggu diluar.
Belum lama berlalu, Tasya si cewek feminin yang lembut tiba-tiba melihat ada satu bayangan aneh di kegelapan. Karena penasaran ia memincingkan matanya untuk melihat lebih jelas dan iapun melihat ada sesosok bayangan yang sedang mengotak-atik pintu sebuah mobil mewah yang diparkir di basement tersebut.
“Cha, itu… kayaknya maling mobil deh Cha.” Bisik Tasya pada Chacha yang memang paling pemberani diantara mereka.
“Mana?”
“Itu… agak jauh emang.” Tasya agak ragu-ragu untuk menunjuk, takut si maling mobil bisa melihat gerakannya.
“Lu yakin Sya?”
“Kayaknya sih begitu.”
“Kalau gitu lu tunggu disini…”
“Eh eh, mau kemana Cha? Jangan nekat gitu dong.” Hellen si kutu buku yang penakut kini mulai khawatir melihat keberanian temannya.
“Gue Cuma mau nyari satpam dulu. Lu berdua tunggu dulu disini, awasi tu maling tapi jangan ketahuan.”

Belum sempat keduanya mencegah, Chacha telah bergerak menuju tangga ke lantai atas.
“Aduuh gimana nih?”
“Tenang aja, kita pura-pura nggak tahu aja.”
Si maling mobil rupanya telah berhasil melumpuhkan alarm dan membuka pintu mobil, kini ia masuk dan mulai mengutak atik kunci starter mobil tersebut. Tapi tiba-tiba terdengar suara gemuruh langkah kaki diikuti bayangan beberapa orang berseragam security yang langsung mengepung mobil tersebut beserta si maling didalamnya. Keributan dan saling bentak pun terjadi hingga akhirnya salah satu dari satpam tersebut menyeret keluar si maling mobil dan menyeretnya ke ruang keamanan. Tidak lupa beberapa satpam yang lain menghadiahi bogem mentah pada si maling mobil.
“Aduh untunglah keburu.” Chacha yang sedikit terengah-engah setelah berlarian turun naik tangga kini telah kembali.
“Aduuh ngeri banget, kok pake dipukulin segala sih?” Tasya yang memang lembut hati tidak tega juga melihat adegan didepannya itu.
Salah satu satpam yang menangkap maling tersebut menghampiri ketiga gadis yang masih terbengong melihat perkembangan peristiwa tersebut.
“Aduh, terima kasih ya adek-adek, sudah membantu kami menjaga keamanan dan ketertiban disini. Memang akhir-akhir sering sekali terjadi kasus curanmor di mall-mall sekitar sini, hampir saja kami juga kecolongan.”
“Iya sama-sama Pak, sesama manusia kan harus tolong-menolong.” Kata Chacha.
“Oh iya, adek-adek tolong tulis nama dan alamatnya masing-masing ya, siapa tahu nanti polisi butuh adek-adek sebagai saksi di pengadilan nanti.”
“Pengadilan…? Saksi…? Ih nggak mau…” Hellen kembali ketakutan dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ih penakut amat sih.” Dengan cepat Chacha menuliskan nama dan alamatnya pada selembar kertas yang disodorkan pak satpam, Tasya juga melakukan hal yang sama.
“Terima kasih adek-adek.” Pak satpam memberi hormat dan langsung menuju tangga mengikuti rekan-rekannya yang tadi menyeret si maling mobil.
“Eh ada apaan sih ribut-ribut?” Bebi yang baru keluar dari bilik ATM tampak kebingungan karena ketinggalan berita.
“Yey lu sendiri sih yang kelamaan di dalem, kirain udah mati digigit vampir.” Chacha mencoba bercanda, untuk mengusir rasa tegang yang baru saja menguasainya.
“Hah, vampir?”
************
Beberapa bulan berlalu sejak peristiwa di basement mall tersebut. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, Tasya dan Chacha dipanggil ke pengadilan sebagai saksi yang memberatkan. Berkat kesaksian mereka berdua, akhirnya si maling mobil yang belakangan diketahui bernama Nanang, dijebloskan ke penjara dengan hukuman yang cukup berat juga. Setelah jatuh vonis, kehidupan geng de’Rainbow kembali berjalan seperti biasa, dipenuhi keceriaan yang biasa ditemui dalam kehidupan remaja; namun yang tak mereka ketahui, badai telah menanti dihadapan mereka.
“Cha, si Tasya kemana ya? Tumben gak masuk sekolah.” Tanya Hellen kepada Chacha yang sedang asik membantai sepiring siomay di meja kantin sekolah.
“Nggak tahu, tadi udah aku coba telepon, HP-nya mati.”
“Perasaan kemaren nggak kenapa-napa tuh, apa kita tengok aja abis pulang nanti?” Bebi ikut duduk di meja sambil membawa semangkuk bakso yang masih mengepul panas.
“Boleh, ntaran yah…” Perkataan Chacha terpotong oleh suara tone HP-nya, ada SMS yang masuk.
“Eh panjang umur ni anak, baru aja diomongin, udah nge-SMS.” Ujar Chacha setelah melihat nama Tasya sebagai pengirim SMS tersebut.
“Apa katanya Cha?” Tanya Hellen penasaran.
Jantung Chacha langsung berdetak kencang ketika membaca isi pesan yang baru saja diterimanya.
“Datang ke alamat dibawah ini sekarang juga! Atau teman lu yang punya HP ini bakal gua kirim ke neraka! Datang sendiri dan jangan lapor polisi atau beritahu siapapun, kalau mau temen lu selamat!” di bagian bawah SMS tersebut tercantum sebuah alamat yang tidak begitu jauh dari sekolah tersebut. Chacha menutup HP nya dengan raut muka khawatir, ini tidak mungkin hanya lelucon atau candaan, Tasya bukan gadis yang bisa melancarkan lelucon kejam semacam ini. Artinya memang benar-benar ada yang menculik Tasya, entah untuk alasan apa.
“Kenapa Cha, Tasya bilang apa?” Hellen yang penasaran kembali mendesak Chacha.
“Ah nggak, Tasya bilang dia jenguk neneknya keluar kota jadi bolos sekolah, mungkin sampai besok.” Chacha terpaksa berbohong karena tidak mau melibatkan teman-temannya, apalagi mengingat isi pesan yang ia terima tadi, ia tidak boleh memberitahukan situasi ini kepada siapa pun.
“Oh gitu doang, kirain kenapa.” Bebi si genit kembali sibuk dengan mangkuk baksonya.
Chacha termenung mencoba merencanakan langkah selanjutnya, tapi ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan, ia harus mengikuti perintah pesan tadi, ia harus kabur dari sekolah sekarang juga. Chacha yang setengah melamun tidak menyadari kilatan aneh pada mata Hellen yang menatapnya tajam.
*********
Tasya terikat erat di sebuah kursi, sehingga untuk sekedar menggeliat pun ia tidak mampu. Ia hendak berteriak namun mulutnya tersumbat sapu tangan yang dijejalkan kedalam mulutnya oleh para penculiknya. Saat itu dia sedang berada di sebuah ruangan yang cukup luas dari sebuah rumah yang cukup besar. Di sekelilingnya duduk dan berdiri pemuda-pemuda yang semuanya berjumlah 10 orang, sepertinya rata-rata berusia sekitar 25 tahun dan tampangnya tidak ada satupun yang beres. Mereka semua tampak begitu jelek dan menyeramkan, beberapa di antaranya bahkan memiliki wajah penuh bekas luka atau tubuh yang dipenuhi tato. Beberapa jam yang lalu ketika ia dalam perjalanan kesekolah, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti melintang didepannya dan beberapa orang langsung turun dan menangkapnya. Tasya sudah mencoba melawan namun apalah artinya tenaga seorang gadis remaja sepertinya dibanding beberapa lelaki kekar yang menculikknya tersebut. Tasya tahu apa rencana mereka karena mereka telah memberitahunya, ia berharap Chacha tidak akan datang atau melapor pada polisi, biarlah ia saja yang menjadi korban, Tasya sudah pasrah. Harapan Tasya tampaknya akan terkabul karena hingga jam 11 lebih tidak ada tanda-tanda kedatangan Chacha. Para penculiknya pun kelihatan mulai tidak sabaran dan beberapa kali mendesis marah ketika melihat jam. Tiba-tiba semua yang ada di ruangan tersebut dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka oleh seseorang, semua mata tertuju pada pintu itu, Tasya sempat berharap itu adalah polisi, tetapi yang memasuki ruangan justru adalah Chacha! Ia tidak sendirian karena dua orang pemuda yang dandanannya mirip dengan para penculiknya, menguntit dibelakangnya. Wajah Chacha terlihat serius dan tenang, namun jelas terlihat tubuhnya yang masih tertutup seragam sekolah itu tampak gemetar karena ketakutan. Chacha tersentak kaget saat melihat Tasya yang terikat tak berdaya, ia menjerit dan mencoba menghampiri Tasya untuk melepaskannya, namun dua orang penculiknya menahan Chacha dengan memegang kedua tangan Chacha. Gadis cantik itu coba berontak tapi tenaganya bukan tandingan kedua orang itu.

“Lepasiinn! Siapa kalian?! Apa mau kalian, uang? Asal kalian lepasin kami, aku pasti penuhin permintaan kalian.” Sadar keadaan kurang menguntungkan, Chacha mencoba tawar menawar dengan penculiknya.
“He he, lu kira kita penculik? Lu mau tahu siapa kita?” Seorang pria separuh baya yang tampangnya amat menyeramkan dan penuh codet menghampiri Chacha, sepertinya ia adalah pemimpin gerombolan ini, karena yang lain tampak amat takut padanya.
“Lu masih inget orang yang namanya Nanang? Orang yang lu jeblosin ke penjara? Dia itu adik gue! Dan ini semua adalah temen-temennya.” Tandas si codet.
“Oh, jadi kalian kawanan pencuri mobil itu. Karena kawan kalian ketangkep, terus kalian ganti profesi jadi penculik buat minta tebusan?” Chacha memberanikan diri bertanya.
“Tebusan? Ha ha ha, kita emang nyulik kalian berdua, tapi bukan buat minta tebusan, yang kita semua inginkan adalah ngebalasin dendam Nanang yang udah lu jeblosin ke penjara.”
“Kalian…mau bunuh kami?” Kini Chacha mulai ketakutan.
“Bunuh? Nggak lah, sayang banget kalau cewek-cewek cantik kayak kalian kami bunuh gitu aja. Kami justru mau ngasih enak sama kalian.”
Mendengar kalimat dan melihat wajah mesum si codet, Chacha langsung sadar maksud para penculiknya, wajahnya langsung memucat, nasib yang lebih buruk dari kematian kini mulai mengintai dia dan Tasya.
“Nggakk… tolong jangan… kalian mau uang kan… orang tua saya kaya, berapa pun yang kalian minta…”
“Berisik! Udah gue bilang, kita gak butuh duit! Sekarang cepet buka baju lu, atau gue kirim temen lu ke neraka.”

Chacha melihat salah satu dari penculiknya kini berdiri dekat Tasya yang masih terikat di kursi, dan mengacungkan pisau yang berkilat tajam ke leher Tasya. Chacha tahu ini bukanlah ancaman kosong belaka, dari lagak para penculiknya udah jelas bunuh membunuh tidaklah tabu bagi mereka. Tapi walau bagaimanapun ia tidak rela diperkosa begitu saja tanpa perlawanan, sejenak ia bimbang.
“Ngelawan lu?! Ton,mampusin aja tuh anak.” Perintah si codet.
“Nggak jangan! Baik aku nurut, tapi janji, abis ini lu lepasin kita berdua.” Chacha panik dan tidak punya pilihan lain selain menuruti mereka.
“Iya iya, gue janji, sekarang cepet buka baju lu!” Perintah si codet.
Dengan masih sedikit ragu-ragu, Chacha dengan perlahan mulai melucuti pakaian yang ia kenakan, mulai dari kancing teratas kemejanya, turun kebawah dan kemudian ia jatuhkan kelantai. Berikutnya ia membuka kancing rok seragamnya dan membiarkannya meluncur bebas ke lantai.Kini ia berdiri dengan hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna pink sehingga lekuk tubuhnya yang indah dan putih mulus terlihat jelas. Chacha berdiri mematung dan menggigit bibirnya dengan tabah, sementara semua penjahat itu menatap tubuhnya yang indah sambil meneguk ludah. Si codet yang bernama Dadang membuka suara.
“Hahaha… sekarang puter badan lu, kita semua mau liat body kamu yang seksi itu!”
Chacha dengan takut-takut memuar tubuhnya yang semakin gemetaran, para penjahat yang mengelilinginya langsung bersuit-suit melihat tubuhnya yang meski tonjolan-tonjolannya tidak begitu besar, namun amat proporsional dan putih mulus.

Beberapa dari mereka pun mulai berkomentar.
”Wuiihh, Ni ABG pasti lezat buangeet!” Hahaha..”
“Iya nih, gue taruhan dia pasti masih perawan…”
“Gak, gak mungkin. Cewek secantik gini pasti udah dijebol duluan, gak percaya gue.”
“Eits kalau gitu jadi nih taruhan?”
“Boleh.”
Mendengar percakapan tersebut, Chacha yang hendak membuka bra yang ia kenakan kini menghentikan gerakannya, ia benar-benar merasa takut dan berusaha sekuatnya menahan tangis. Dadang yang tidak sabar lalu mendekat, tangannya merenggut bra itu lepas dari tubuh Chacha, hingga ia terjatuh terduduk ke lantai papan karena tubuhnya tertarik, ia tersungkur dalam keadaan telanjang dada, buah dadanya tampak tergantung indah, padat berisi dan sangat ranum. Para penjahat itu pun langsung bersiul-siul nakal dan mengeluarkan kata-kata yang mesum. Chacha refleks menutupi dadanya dengan kedua tangan, wajahnya kini memerah, semenjak ia mulai beranjak dewasa baru kali ini ada yang melihatnya bertelanjang dada, apalagi yang melihatnya adalah para penjahat yang kelihatannya amat liar dan beringas. Dadang ikut berlutut dan segera menyerbu dan melumat bibir Chacha habis habisan membuat si gadis cantik kelabakan. Chacha pun menggapai gapai berusaha mendorong wajah Dadang untuk melepaskan pagutannya, tetapi kedua tangannya dicengkeram di bagian pergelangan hingga ia sama sekali tak bisa bergerak. Chacha sempat gelagapan, karena air liur Dadang terus membanjir masuk ke dalam mulutnya, membuatnya jijik dan mual. Untunglah Dadang melepaskan pagutannya dari bibir Chacha. Sang gadis pun terbatuk- batuk dan megap- megap berusaha menghirup udara segar.

Dadang kini berdiri dan dengan berkacak pinggang menyuruh Chacha untuk membukakan celananya. Karena tidak ada pilihan lain, Chacha pun melaksanakan perintah itu, dengan Jari-jarinya yang gemetar, ia berusaha melepaskan kancing celana Dadang, setelah berhasil perlahan menurunkan restleting celananya dan celana itupun langsung jatuh kelantai. Rupanya Dadang tidak memakai celana dalam, karena kini di depan matanya Chacha melihat sebatang penis yang mengacung dengan panjang sekitar 20 cm, dengan urat-urat yang menonjol. Kepala penis itu sendiri berdiameter amat tebal, sampai-sampai wajah Chacha memucat melihatnya.
“Nah, sekarang jilatin sama isep kontol gue sampe gue keluar. Dan ati-ati jangan sampe lu gigit, kalo sampe kegigit, gue potong-potong temen lu!” Ancam Dadang.
Chacha benar-benar merasa shock, ia adalah gadis baik-baik dan belum pernah melakukan oral seks sebelumnya. Perasaannya muak membayangkan memasukan penis lelaki asing dalam mulutnya, namun ia ketakutan mendengar ancaman Dadang jika ia tidak menuruti perintahnya. Tidak ada pilihan lain, ia harus menurut.
“Lho, kok bengong, ayo cepet!” bentak Dadang tidak sabar.
Tidak tahu bagaimana memulainya, Chacha meraih penis Dadang, baru menyentuhnya dengan tangan saja sudah membuatnya merinding, hangat dan berurat, menimbulkan perasaan aneh yang campur aduk dalam dirinya. Perlahan Chacha menempelkan bibirnya yang mungil ke kepala penis Dadang dan mulai menciuminya selama beberapa saat.
“Kok Cuma diciumin doang? Isep dong!” Bentak Dadang.
Chacha lalu mengeluarkan lidahnya lalu ia menjilati batang penis itu, sambil menelan ludah ia membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukan kepala penis tadi ke dalam mulutnya, sedangkan lidahnya terus menjilati. Nafas Dadang sekarang semakin berat dan terengah-engah, sementara itu Chacha terus menjilati kepala penisnya, sesaat dirasakannya sesuatu cairan yang aneh di ujung penis itu, tapi ia berusaha melupakan apa yang baru dijilatnya, sambil menutup matanya erat-erat.

Sementara Tasya yang masih terikat tak berdaya hanya bisa menangis melihat sahabatnya dipermalukan sedemikian rupa, ia mencoba berontak dan berteriak, tapi semuanya sia-sia belaka. Tiba-tiba ia merasakan rabaan pada sekujur tubuhnya, payudaranya yang berukuran sedang pun tak luput dari rabaan juga. Rupanya penjahat yang tadi mengancamnya dengan belati mulai tidak tahan juga melihat suguhan adegan antara bosnya dengan Chacha, jadi ia melampiaskannya pada Tasya. Orang itu membuka celananya dan tak lama kemudian mengacunglah penisnya di depan wajah Tasya. Orang itu dengan cepat membuka sumbatan mulut Tasya dan menjejalkan penisnya kedalam mulut Tasya.
“Isep, kalau nggak gue bunuh temen lu.:
Tasya kini berada dalam posisi yang sama dengan Chacha, dan ia pun mengambil keputusan yang sama dan meskipun masih amat kaku – apalagi karena tangannya masih terikat dibelakang punggungnya, Tasya mulai menciumi dan menjilati penis itu sampai pemiliknya mengerang keenakan. Penis itu tidak sebesar milik Dadang, tapi kepala penisnya sangat besar dan berwarna ungu. Tasya pun terus melakukan kuluman dan sedotan hingga penis itu pun ereksi sempurna. Pemilik penis itupun menggerakkan pantatnya maju mundur seakan sedang menyetubuhi mulut Tasya yang mungil. Sementara itu Chacha masih sibuk menservis Dadang. Dengan tangan kanannya Chacha memegang batang penis Dadang, sementara kepalanya bergerak maju mundur berirama dengan bibir yang terus menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis hitam milik Dadang, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan membasahinya. Dadang mulai mengerang tak keruan dan tiba-tiba memegang dan mendorong kepala Chacha hingga dahinya bersentuhan dengan perut Dadang. Chacha langsung merasa mual karena kepala penis Dadang menusuk tenggorokannya, apalagi ketika penis itu menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulut dan tenggorokannya. Chacha belum pernah merasakan sperma sebelumnya, ia tak berdaya menelan semua cairan kental asin yang memenuhi mulutnya, dan dengan leluasa masuk ke dalam perutnya.
“aararaagghh!” erang Dadang, sementara Chacha hanya bisa menelan semua sperma yang terus keluar dari penis itu.
“Telen tu peju!!” erang Dadang lagi.
Lalu pegangan Dadang pada rambutnya perlahan mengendor dan aliran sperma yang keluar pun melambat dan akhirnya berhenti. Dadang pun akhirnya menarik keluar penisnya dari mulut Chacha yang langsung membungkuk terengah-engah menghirup udara, beberapa kali ia meludahkan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan langit-langit mulutnya.
“Isapan lu bener-bener hebat! Gue nggak percaya kalau lu baru kali ini ngisep kontol.” Ejek Dadang. Wajah Chacha pun memerah mendengar ejekan tersebut.
“Oke giliran aku sekarang!” penjahat yang berkepala botak kini maju menggantikan Dadang.
Si botak menyodorkan penisnya di dekat mulut Chacha, bahkan hampir menempel ke bibirnya. Dengan perlahan ia membuka mulutnya, dan memberikan servis oral, sama seperti yang baru saja ia berikan pada Dadang barusan. SI botak segera melenguh dan meracau tak karuan sambil meremas-remas rambut Chacha. Sementara itu, Tasya merasakan ikatan tangannya dibuka seseorang, dan ia merasakan telapak tangan kirinya digenggamkan pada sebatang penis. Rupanya salah seorang penjahat tersebut mulai ikut-ikutan dan iri karena seorang gadis cantik dengan kulit yang putih mulus terawat, kini sedang mengoral penis temannya yang hitam dan kasar. Telapak tangan Tasya digosok-gosokan seakan sedang mengocok penis itu. Remasan lembut pada payudara Tasya kini makin brutal dan kasar, hingga ia tidak tahan untuk tidak merintih.
“Aduhh, jangan keras-ke… hmmp” Kalimatnya terputus karena mulutnya kembali dijejali penis bau si penjahat.
Kini ia dikeroyok tiga orang, yang satu menikmati kelembutan tangannya, yang satu menikmati servis mulutnya, sedangkan yang satu lagi menggerayangi tubuhnya habis-habisan.

Lewat sudut matanya Chacha bisa melihat sahabatnya juga sedang dikerjai habis-habisan, tiba-tiba kesadarannya timbul, para penjahat ini tidak mungkin melepasnya sampai disini saja. Tidak ada jaminan jika ia melayani mereka, ia dan Tasya akan dibebaskan. Chacha yang memang pemberani kini ingin berontak, ia berpikir untuk menggigit sampai putus penis yang sedang ada dalam mulutnya itu. Tapi baru saja ia membulatkan tekadnya, si Botak berkelojotan dan erangannya makin keras, ia buru buru menarik penisnya dari mulut Chacha dan langsung menyemburkan sperma hangatnya ke pada wajahnya yang cantik. Sebagian dari sperma itu mengenai matanya, hingga ia terpaksa mengatupkan kedua matanya karena sedikit perih. Ia mencoba mengusap sperma tersebut namun tangannya ada yang menarik membuatnya hilang keseimbangan dan terbanting ke lantai. Chacha merasakan kedua tangannya dicengkram dan direntangkan hingga ia tak bisa bergerak lagi. Kedua pergelangan kakinya juga dalam keadaan terpentang dan dicengkeram entah oleh siapa. Chacha pun hanya bisa menyerah pasrah ketika merasakan ada yang menindih tubuhnya. Ia berusaha mengatur nafasnya yang tersengal sengal.
“Breettt…” Chacha bisa merasakan celana dalamnya dirobek, dan terlihatlah vaginanya yang ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting yang tidak begitu lebat.
Chacha meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tangan pada kedua tangan dan kakinya terlalu kuat. Mulutnyapun terbungkam oleh robekan celana dalamnya sendiri membuat semua usahanya sia-sia belaka. Kini ingin melawanpun ia tidak mampu. Salah satu penjahat yang berambut kribo yang kini sedang menindih tubuhnya kini membimbing penisnya menuju vagina Chacha. Namun sang gadis semakin meronta, membuat si kribo kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang vaginanya.
“Setaannn! Lu mau gue mampusin? Diem nggak lu!” Bentak si kribo.

Meski terpaksa memincingkan matanya karena masih sedikit tertutup sperma, Chacha berusahan memelototi pemerkosanya.
“Plaakkk!” Sebuah tamparan keras menerpa wajahnya. Kepalanya terasa pening dan gerakannya terhenti.
Memanfaatkan hal tersebut, si kribo kembali mengarahkan penisnya yang sudah keras ke vagina Chacha dengan bantuan tangan. Chacha hanya bisa menggeram ketika penis itu mulai menembus lebih dalam masuk 5, 10, 15 cm penis itupun masuk dengan satu kali dorongan, dengan deras menerobos vagina perawan itu. Chacha berusaha menjerit sekeras-kerasnya, dan makin meronta-ronta, namun ia tanpa daya menghentikan pemerkosanya. Si kribo sendiri tampak amat menikmati jepitan vagina sempit Chacha, dan ia bahkan juga menikmati rontaan dan erangan kesakitan tertahan dari mulut Chacha. Sungguh amat sadis.
“Ooooh… sakiiiit…” jerit Chacha dalam hati.
Tubuhnya mengejang didera rasa sakit yang teramat sangat. Tak ada rasa nikmat sedikitpun. Apalagi ketika si kribo mulai memompa liang vaginanya. Air matanya mulai mengalir karena tak kuat menahan siksaan ini.Bukannya kasihan, si kribo justru malah menggenjotnya dengan gencar. Penisnya bergerak keluar masuk dengan kecepatan tinggi, diwarnai merah darah perawan Chacha. Ketika Kribo sedang memperkosanya, laki-laki lainnya ikut menyakiti Chacha dengan mencubit, meremas, meraba, mengisap, mengigit, menjilat dan menciumi seluruh tubuhnya. Mereka mulai dengan memainkan buah dada dan mengisapi puting susunya, tangan-tangan mereka juga menarik-narik dan menjepit puting susunya, menambah derita Chacha.

Sekitar lima belas menit kemudian genjotan si Kribo semakin keras dan diiringi erangannya, sperma si kribo menyemprot liang vagina Chacha dengan deras dan ia langsung menarik penisnya mengakhiri perkosaannya terhadap diri Chacha. Begitu si kribo bangkit, penjahat lain langsung menggantikan tempatnya, dan dengan perlahan membenamkan penisnya ke dalam liang vagina Chacha, dan si gadis cantik hanya bisa memejamkan mata, berusaha menahan rasa perih yang diakibatkan terbelahnya liang vaginanya oleh benda asing yang tak kenal kasihan. Setelah penisnya tertelan seluruhnya, si penjahat berkulit hitam mulai memompa vaginanya sambil melenguh lenguh keenakan.
”Ngghhh.. ngehe… aaah… enak banget ni memek” Dia tertawa puas sambil menggenjot tubuh Chacha bagaikan menunggangi kuda binal.
Pandangan mata Chacha yang mulai jelas kini memandang sekeliling, mencoba mencari Tasya sahabatnya yang pendiam dan feminin. Ia mengkhawatirkan nasib sahabatnya yang lembut hati tersebut. Namun ia terbelalak ketika melihat bahwa Tasya yang sudah telanjang bulat kini sedang berlutut di hadapan dua penjahat yang juga telah telanjang bulat. Masing-masing tangan Tasya memegang satu penis yang dihisap dan disedotnya secara bergantian sambil sesekali dikocoknya hingga kedua penjahat tersebut mengerang keenakan. Wajah Tasya tampak amat santai, bahkan memancarkan sedikit rasa gembira. Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan Tasya? Pikir Chacha dalam hati. Lewat sela-sela kaki Tasya yang sedikit terbuka, sebuah tangan menyelusup dari belakang dan jari-jari tangan itu terulur hingga menemukan belahan pada bukit kecil itu, dan menyusuri belahan tersebut dengan jarinya. Erangan pun keluar dari mulut Tasya, susuran jari berbulu di sepanjang belahan vagina itu pun semakin dalam dan mulai bergerak masuk, menusuk kedalam liangnya sedikit menembus liang vagina yang belum pernah terjamah siapapun sebelumnya. Jari-jari tangan itu mengorek-orek bagian dalam vagina Tasya yang hanya ditutupi bulu-bulu jarang sambil sesekali memijit dan menggosok tombol kecil yang ada disana.

Pekikan kecil terdengar dari mulut Tasya, tapi bukan pekikan protes, justru malah pekikan manja yang amat menggoda. Si pemilik tangan mendekap tubuh Tasya dengan satu tangannya dan berbisik pelan di telinga Tasya.
“Suka ya memek kamu diobok-obok kayak gini, heh kamu suka?”
“Eh… erghhh” Semburat merah menghiasi wajah Tasya, ia tampak menahan senyum dan mengangguk pelan.
“Wuihh. Kalau yang ini kayaknya suka dientot nih… Kayaknya gak usah dipaksa.” Ejek penjahat yang penisnya sedang dikocok Tasya.
”Apaaa?!!” Jerit Chacha dalam hati.
Apa selama ini dibalik wajahnya yang kalem, Tasya ternyata seorang gadis dengan nafsu birahi yang tinggi? Mungkinkan selama ini ia telah tertipu dengan wajah innocent itu?! Tiba-tiba si Botak menduduki perut Chacha dan menjepitkan penisnya diantara kedua bukit payudaranya yang berukuran sedang, sambil mendorong pantatnya maju mundur, sehingga penisnya menggesek-gesek di antara kedua gundukan buah dadanya. Ia melakukannya sambil menyeringai puas, tidak peduli bahwa Chacha merasa begitu sesak karena diduduki olehnya hingga nafasnya pun putus-putus. Tak lama kemudian si penjahat yang sedang menggenjot vaginanya tampak terengah-engah. Iapun mengalami ejakulasi dan menumpahkan spermanya ke dalam vagina Chacha. Kepanikan kembali melanda Chacha… Para pemerkosanya tidak memakai kondom!! Bagaimana jika ia sampai hamil?!! Ia ingin berontak, namun sekujur tubuhnya terasa sakit sampai-sampai kepalaku rasanya mau pecah. Keadaannya sudah setengah sadar ketika ia merasakan liang vaginanya kembali menelan penis. Selang beberapa saat dari batang kemaluan si botak yang dijepit payudaranya menyembur sperma yang menyemprot wajah dan leher chacha, kemudian sisa-sisa spermanya dioleskan pada kedua pentil si gadis cantik. Chacha sudah tak bisa mengerang lagi, tubuhnya rasanya lumpuh, tak ada tenaga untuk menggeliat ataupun mengejang, walaupun merasakan sakit yang amat sangat ketika lagi lagi liang vaginanya harus menelan sebatang penis, entah milik siapa. Tubuhnya tersentak sentak mengikuti irama pemilik penis yang menggagahinya tanpa perlawanan sedikitpun.

Sementara keadaan Tasya justru bertolak belakang. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, seakan tubuhnya bergerak sendiri melayani nafsu para penjahat itu. Ia menyukainya, ia suka menjadi obyek pelampiasan nafsu para lelaki kasar ini. Mungkin selama ini ia telah menipu diri dan memendam nafsunya dalam-dalam, namun kini ia menemukan pelampiasanya. Kocokan dan hisapannya pada penis-penis yang mengacung tegak dihadapannya kini makin mantap, dan Tasya pun makin menikmati gerayangan tangan-tangan kasar yang menjamahi seluruh tubuhnya, termasuk bagian tubuhnya yang paling pribadi… memeknya! Tiba-tiba sebuah tangan mendorongnya hingga ia terpaksa bertopang dengan kedua tangannya. Tasya pun merasakan sebuah tangan menguakkan vaginanya yang kini terbuka bebas. Diikuti sentuhan benda basah dan hangat yang mengirimkan getaran-getaran halus ke seluruh tubuhnya. Tasya memejamkan kedua matanya, menikmati sentuhan lidah hangat yang menelusur sepanjang garis celah kelaminnya, membuka dan mengecup bagian tubuhnya yang paling rahasia, surga kecil di belahan paha seorang gadis. Tubuhnya pun semakin gemetar ketika lidah itu menyelusup masuk ke dalam lubang kecil merah muda yang hangat dan lembab miliknya. Sensasi ini… sensasi ini luar biasa… ia ingin lagi. Chacha bisa melihat ekspresi kenikmatan pada wajah Tasya, ia mengira Tasya benar benar sudah kehilangan akal. Ini gila, masa Tasya menikmati diperkosa?! Tapi Cacha benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, bahkan saat ini penjahat yang sedang menikmati tubuhnya berguling sambil menarik menarik tubuhnya hingga menindihnya. Si penjahat pun menarik pantatnya turun dengan kuat, sehingga batang penisnya yang telah terjepit diantara bibir vagina Chacha amblas seluruhnya kedalam liang kenikmatan gadis remaja itu. Ia pun dengan cepat mulai memompa dan mengaduk-aduk vagina Chacha dengan gerakan-gerakan yang cepat. Belum apa-apa Chacha merasakan ada yang menguak kedua buah pantatnya dan kemudian sebuah jari menyelip dibelahan pantatnya, mencari – cari lubang Anusnya. Setelah menemukan apa yang dicari, jari itu menekan masuk memekarkan lubang anusnya

“Emhhh!!” Mulut Chacha yang kini tak tersumbat terbuka seperti huruf O. Kepalanya terangkat keatas , menahan rasa sesak dianusnya, Sementara jari itu terus menekan sedalam-dalamnya, sambil sesekali bergerak memutar-mutar didalam lubang anusnya.
Tidak lama kemudia jari itu dicabut keluar lubang anus Chacha oleh pemiliknya, dan sebagai gantinya, suatu benda tumpul menggesek-gesek anusnya. Mata Chacha terbelalak dan tubuhnya menjadi kaku tegang ketika merasakan sebuah kepala batang penis mulai memasuki lubang anusnya.
”Nggak… Jangaann! Please” sia-sia Chacha memohon.
Dengan satu dorongan, kepala penis yang ternyata milik si Botak akhirnya terbenam kedalam anusnya.Chacha pun hanya bisa melolong ketika penis Botak lebih dalam masuk hampir seluruhnya kedalam anusnya! Chacha terbaring terengah-engah dengan dua penis menjejali dua rongga tubuhnya, sesak sekali.Si Botak lalu memegangi pantatnya dan mulai bergerak, perlahan tapi tetap menyakitkan, memompa keluar masuk dengan gerakan-gerakan yang semakin lama semakin brutal dan buas, tanpa mengenal kasihan Sambil melakukannya ia juga meremas-remas pantat Chacha yang putih mulus dan sesekali menamparnya hingga kulit pantatnya kemerahan dan terasa pedih. Mereka makin keras menghentak-hentakan, pinggul dan pantatnya. Kedua penis hitam itu secara bersamaan bergerak keluar dan masuk vagina dan anusnya yang masih sempit. Bagian bawah tubuh Chacha seperti tersobek-sobek, tak terlukiskan sakitnya. Tapi si Botak dan temannya terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya Chacha hanya bisa merintih-rintih pelan, terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak. Tiba-tiba penjahat yang sedang menikmati vaginanya meracau tidak jelas dan menghentakkan pinggulnya, dan cairan hangat sperma terasa memenuhi vagina Chacha, dan untuk kesekian kali rahimnya dibanjiri sperma para bajingan ini. Chacha sudah tidak mampu lagi bergerak ketika si Botak, juga dengan keras dan brutal mencapai puncak dan menyemprotkan spermanya didalam anus si gadis.

Chacha mengira jika ia bisa istirahat sejenak, namun beberapa pasang tangan langsung menariknya dan kembali tubuhnya yang mungil dijepit dua badan hangus milik para penjahat itu. Chacha bisa merasakan bagaimana dua batang penis kembali memasuki dua relung tubuhnya yang pribadi, dan ia tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu Tasya yang telah telanjang bulat kini dtelentangkan di atas lantai beralas karpet tidak jauh dari Chacha. Pemuda yang membaringkan Tasya kini mengambil posisi di antyara kedua kaki Tasya dan diangkat dan disangkutkan ke pundaknya betis kiri Tasya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vagina Tasya yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga tanpa terasa Tasya menggelinjang dan memejamkan mata. Sedetik kemudian, sang gadis merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginanya. Dengan perlahan namun pasti, kejantanan itu meluncur masuk semakin dalam. Sementara Tasya melihat dengan sedikit takjub, bagaimana batang penis itu menerobos vaginanya, sungguh terasa absurd, seakan ia sedang menonton film dan bukan mengalaminya sendiri. Ketika sudah masuk setengahnya penis itu akhirnya mengalami hambatan, jadi si pemuda memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga Tasya pun berteriak karena terasa nyeri. Namun tanpa memberi kesempatan untuk membiasakan diri dulu, si pemuda sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri, menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghujam-hujamkan penisnya ke dalam tubuh muda Tasya hingga si gadis memekik keras setiap kali kejantanan itu menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali dirasakan si gadis muda, di mana di sela-sela rasa ngilu itu terselip rasa nikmat yang tak terkira.

“Sakit… erghhh… sakit” keluhnya setiap kali penis itu menghujam dalam, tapi Tasya juga tidak ingin jika pemuda dekil tersebut berhenti menggenjotnya, merintih antara nikmat dan sakit.
Si pemuda yang baru saja menjebol keperawanan Tasya kini dengan semangat memaju mundurkan pantatnya sambil merem melek.
“Geblek, enak banget ni memek… ABG… uedan…” Racaunya
Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudara Tasya yang terbuka bebas. Pada saat itu, seorang laki-laki yang juga telah telanjang bulat, menyodorkan batang penisnya ke depan mulut Tasya, tangannya meraih kepala si gadis dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulut Tasya. Namun tanpa harus dipaksa, Tasya melahap penis itu dan mulai mengulum dan menyedot penis itu kuat kuat hingga pemiliknya melenguh pelan
“Oooohh.. heeeehhhh..” Selagi mengulum penis itu, Tasya merasakan liang vaginanya begitu nikmat dan nyaman dimanjakan sodokan yang kadang lembut dan kadang menyentak.
”Oh… nggghh.. enaak…” Tanpa sadar ia berkata.
“Enak ya neng?” bisik si pemuda yang sedang menggenjotnya. “Suka ya dientot?”
“Iyaa.. oooh… aku… mmmppphh…. Oooh.. terus”
Nafsu birahi yang sudah menguasai dirinya ini membuat Tasya tak lagi malu-malu untuk meminta dipuaskan oleh pemerkosannya itu. Si pemuda pun memperhebat genjotannya, dan tubuh Tasya pun bergetar hebat menahan nikmat. Ia tidak mengerti bagaimana gesekan dua anggota tubuh bisa menimbulkan rasa nikmat seperti ini, tapi ia tidak peduli, yang ia pedulikan hanyalah terjangan sebatang penis dalam vaginanya dan mengulum penis dalam mulutnya.

“Nggghhh.. mmmm… mmmhh…” Tasya melenguh keenakan sambil terus mengulum dan menyedot penis di mulut itu, dan pemiliknya pun menggeliat hebat.
“Uedan, jangan keras-keras nyedotnya neng…”
Tapi terlambat, tubuh si pemuda bergetar dan tak lama kemudian Tasya merasakan semburan cairan dalam mulutnya. Cairan itu tersa aneh, asin, gurih dan hangat, mencecapnya dan ternyata ia menyukai rasanya, sehingga ia pun terus menyedot penis itu untuk menghisap cairan yang mungkin masih tersisa, hal ini membuat pemiliknya makin kelojotan. Tak lama Tasya kemudian melepaskan hisapannya dan pemilik penis itupun langsung ambruk di depannya.. Tepat ketika ia terduduk di lantai, si pemuda yang menggenjot vaginnanya juga sudah berejakulasi.
“Oooohh…. enaknya memek lu…”, erangnya dengan penuh kenikmatan, ia menyodokkan penisnya dalam dalam, seolah ingin menyemprot bagian terdalam dari liang vagina Tasya dengan spermanya. Tasya bisa merasakan liang vaginanya tersemprot cairan hangat yang terasa nyaman, ada rasa senang dan bangga dalam hatinya ketika bisa memuaskan pemuda tersebut, sungguh aneh sekali.
Setelah semburannya selesai, si pemuda mencabut penisnya. Tasya pun terbaring dan tanpa sadar tangannya meraih vaginanya sendiri dan mulai memasukann dua jari tangannya kedalam liangnya, menguceknya perlahan dan mengorek bagian dalamnya yang basah oleh cairan cinta dan sperma pemerkosanya. Lalu dengan perlahan menarik kedua jarinya yang ini berlumuran aneka cairan itu keluar dan memasukkannya kedalam mulutnya. Matanya terpejam ketika mencecap cairan yang melumuri jari-jarinya itu, entah kenapa terasa enak sekali. Perlahan Tasya membuka matanya dan menatap sayu kearah pria-pria yang terbengong melihat kelakuannya yang tampak amat menikmati perkosaan yang menimpanya. Tasya mengerang lembut dengan mulut separuh terbuka, tidak salah lagi mengundang pria-pria tersebut untuk segera menikmati seluruh bagian tubuhnya.

Para pria yang sempat terbengong itupun langsung tersadar dan langsung mengerubungi tubuh Tasya, sedangkan si gadis tanpa sadar mengeluarkan pekikan senang ketika beberapa batang penis yang telah mengacung tegang mulai mendekatinya. Sementara kini keadaanku Chacha sudah benar benar tak karuan. Ini adalah kali pertamanya berhubungan sex dan ia langsung digangbang secara nonstop oleh para penjahat ini. Setidaknya sudah sembilan orang menikmati tubuhnya, baik itu mulut, vagina, maupun anusnya. Dan kini ia dikeroyok empat orang sekaligus. Dua orang menyusu di payudara kiri dan kanannya. Satu lagi memompa liang vagina, dan satu lagi menikmati servis oral darinya.
“Ngghhh… aduuh…” Chacha melenguh dan menggeliat kesakitan, karena kedua orang itu tidak hanya menyusu, mereka berdua juga meremasi payudaranya dengan kasar dan masih ditambah gigitan-gigitan kecil pada kedua puting payudaranya, membuatnya menggeleng gelengkan kepala kuat kuat, tak kuasa menerima segala rangsangan ini.
Beberapa saat kemudian salah satu dari mereka mengerang panjang dan menembakkan spermanya di dalam liang vagina Chacha. Beberapa saat tubuhnya berkelojotan, kelihatan sekali ia merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tak lama ia mencabut penisnya dari jepitan liang vagina Chacha yang kini sediit memar karena tanpa henti menelan banyak penis selama hampir dua jam ini. Dan seperti yang sudah ia duga, kali ini pun tidak ada waktu istirahat, karena pemuda gondrong yang tadi menjebol keperawanan Tasya kini telah memposisikan diri didepan selangkangannya.
“He he, sekarang giliran gue ngerasain memek yang ini.” Katanya sambil menghujamkan penisnya dan menggenjot vagina Chacha dengan buas, dengan mata yang setengah terpejam penuh penghayatan.
“Gimana brur, enakan yang mana memeknya?” Tanya salah satu dari mereka.
“Anjritt, enakan… yang ini… gila top banget.” Erang si gondrong.

Chacha dan Tasya sama-sama mendengar ucapan si gondrong barusan, dan perasaan kedua gadis itu langsung kacau balau dengan alasan yang berbeda. Chacha antara bangga dan sebal, Tasya antara iri dan penasaran.
“Erghhh… enaaknyaaa….” erang pemerkosa Tasya, dan ia menyemprotkan spermanya bertubi tubi didalam liang vagina Tasya.
Si pemuda menarik lepas penisnya dari jepitan vagina Tasya, dan segera menjejalkan penisnya kedalam mulut si gadis, dan Tasya pun segera melakukan kuluman pada seluruh permukaan penis dan sedikit menggerak gerakkan penisnya yang kini belepotan oleh sisa sperma yang masih melekat di permukaannya. Tasya yang masih dalam keadaan menungging tiba-tiba merasakan tangan-tangan kasar berusaha membuka lubang pantatnya, dan serasa sesuatu benda yang besar berusaha mendobrak masuk. Tasya meringis kesakitan saat benda itu mulai terbenam ke dalam anusnya, iapun berusaha berontak namun pinggulnya dipegang oleh sepasang tangan yang kokoh yang ternyata milik Dadang si pemimpin gerombolan ranmor itu. Dadang yang memiliki penis raksasa hanya memompa hingga setengah batang kemaluannya saja yang masuk, namun gerakannya sangat cepat dan deras, membuat liang anus Chacha yang sempit harus terbuka lebar, hingga lama kelamaan penis Dadan dapat masuk lebih dalam dan pompaannya pun semakin ganas. Merasakan benda raksasa itu keluar masuk liang anusnya, Tasya mengejang-ngejang dan seluruh tubuhnya menggelinjang, suaranya parau saat merintih panjang. Ada perasaan aneh saat relung terdalam tubuhnya yang sebelumnya tak pernah tersentuh itu tiba-tiba diserbu kenikmatan seperti ini. Tanpa sadar Tasya ikut membalas sodokan Dadang dengan bergoyang naik turun dan sedikit goyang kanan kiri, hingga payudaranya yang padat dan ranum tampak bergoyang-goyang keras. Dadang pun makin blingsatan dan meremas-remas dan menarik-narik buah dada Tasya dengan brutal, namun pemiliknya justru santai-santai saja, malah tampak makin menikmatinya.

Seperempat jam kemudian pertahanan Dadang terlihat sedikit goyang, dan wajahnya semakin memerah. Benar saja tak lama Dadang pun menggeram, tangannya tiba tiba menampar pantat Tasya keras sekali hingga memerah.
“Gillaa nih pantat..enak banget”
Tasya bisa merasakan penis Dadang berdenyut keras dan liang anusnya di sembur cairan hangat , Dadang lalu mencabut penisnya dan menggulirkan tubuhnya di samping Tasya dengan tubuh terasa lemas.Begitu Dadang tumbang, penis lain kembali menyerbu. Kali ini vaginanya yang diterobos dengan sodokan-sodaokan yang amat mantap. Entah berapa lama “perkosaan” ini berlangsung, namun rangsangan-rangsangan hebat dan rasa tak berdaya ini benar benar membuat Tasya melayang dalam kenikmatan. Akhirnya orgasme yang sudah ia nanti datang juga. Tubuhnya mengejang hebat, kedua kakiku melejang lejang, punggungnya melengkung bagai busur dan ia pun melenguh lenguh keenakan.
“Ngggghhhh…. Nggghhh… aduuuuh ooooohhh….”
Cairan orgasme langsung membanjir, membuat selangkangannya terasa amat nikmat, turun ke paha hingga membasahi lantai. Belum pernah ia mengalami sensasi seperti ini sebelumnya, luar biasa. Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, pemuda berjerawat yang sedang menggenjotnya pun tersentak sentak.
“Oohhh.. memek lu ini… anjrit ” Dia mengerang panjang.
Tasya pun merasakan nikmat yang ia rasakan makin menghebat ketika penis dalam vaginanya berkedut keras dan spermanya yang hangat itu menyembur dengan deras membasahi liang vaginanya.
”Ngghhhh… oooohhh…” Tasya kembali melenguh keenakan, vaginanya berdenyut denyut seakan hendak pecah. Perlahan tubuhnya ambruk ke lantai dan terkulai lemas. Tenaganya sudah habis dan nafasnya pun tersengal sengal serasa hampir putus.

Tasya melihat Chacha juga sudah kepayahan dan tubuhnya hanya terguncang-guncang tanpa daya mengikuti pemerkosanya. Melihat ekspresi wajah Chacha dan lenguhan keras pemerkosanya, entah kenapa Tasya merasa senang, dan perlahan nafsunya kembali bangkit. Dan ia memang tidak perlu kecewa, karena saat ini saja, sebuah tangan yang entah milik siapa, sedang mengobok-obok vaginanya yang telah penuh beraneka macam cairan. Kedua belas pemerkosa bejat itu terus bergantian memperkosa Tasya dan Chacha di seluruh lubang yang ada. Kedua gadis itu terkadang menelan sperma yang disemburkan di dalam mulutnya, kadang disembur dalam vagina atau anusnya. Begitu penis yang satu selesai, penis lain langsung menggantikan kembali masuk hingga semuanya mendapat bagian menggunakan mulut, vagina dan anus Tasya dan Chacha paling sedikit satu kali. Dan ketika orang-orang tersebut sudah merasa puas, mereka membiarkan tubuh telanjang kedua gadis itu tergeletak begitu saja dilantai, sementara mereka asyik mengobrol sambil merokok dan tertawa-tawa puas setelah menggarap habis-habisan dua gadis remaja itu. Chacha tetap tak bergeming dalam posisi tergeletak dengan kaki mengangkang dan cairan sperma meleleh keluar dari vagina, anus dan sudut mulutnya. Chacha berusaha melihat sekelilinginya, dan bisa melihat Tasya yang terbaring menelungkup tak jauh darinya. Kedua mata tasya tampak terpejam, hingga Chacha merasa khawatir jangan-jangan ada apa-apa dengan sahabatnya itu. Namun perlahan Chacha melihat sudut bibir Tasya tertarik, dan sebuah senyuman mengembang di bibir sahabatnya itu, jelas sekali senyuman puas. Setelah itu semuanya gelap dan dan Chacha pun langsung tak sadarkan diri.
*********
Chacha perlahan membuka kedua matanya. Seluruh tubuhnya terasa amat sakit, terutama selangkangannya yang terasa perih dan terbakar. Chacha teringat semua kejadian yang menimpanya dan langsung tersentik kaget hendak bangun, namun sebuah tangan menahan bahunya.
“Hussh udah tiduran aja. Badan kamu pasti sakit-sakit ya.” Suara Tasya.
“Sya, ini…”
“Tenang aja, kita udah aman. Semuanya udah berakhir.” Tasya membelai lembut rambut Chacha.
Chacha melihat sekeliling dan ternyata ia sudah berada di kamar tasya yang sederhana.
“Bagaimana…?”
“Mereka yang nganterin kita. Tadinya aku mau nganterin kamu langsung ke rumah, tapi takut orang tua kamu nanya macem-macem kalau ngeliat keadaan kamu kayak gini, jadi aku bawa kamu ke sini. Aku sudah telepon mama kamu, dan bilang kalau malam ini kamu nginep di rumahku.”
“Hmm thanks ya Sya.” Gumam Chacha.
“Gak usah terima kasih segala, kita kan temen.”
“Tapi awas aja orang-orang itu, akan gue balas…”
“Jangan Cha! Mereka bukan orang-orang yang bisa kamu anggap enteng, pikirin keselamatan kamu Cha.”
Tasya tampak khawatir dan menggenggam tangan Chacha dengan erat.
“Tapi…”
“Yang lalu biarlah berlalu Cha, udah lupain aja semua. Yang penting kita berdua selamat… oke?”
Setelah ragu-ragu sejenak Chacha menganggukan kepalanya. Namun dibenaknya masih bergejolak dendam yang membara. Chacha tidak melihat senyum aneh yang mengembang di bibir Tasya, senyum yang penuh misteri.

*********
Pada suatu sore, Tasya tampak ragu-ragu berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar. Ia menengok ke kiri dan kanan sebelum akhirnya menghampiri pintu rumah tersebut. Tangannya memijit bel di samping pintu gerbang tersebut dan terdengarlah suara bel yang cukup nyaring. Tidak lama kemudian pintu gerbang tersebut dibuka oleh seorang pemuda berjerawat yang langsung cengar-cengir ketika melihat Tasya.
“He he datang lagi… mau minta nambah neng?” kata si pemuda.
“Eh… nggak… anu.”
Tasya tertunduk malu. Tanpa ragu si pemuda menggamit tangan Tasya dan menariknya masuk kedalam rumah, dan pintu gerbang rumah itu pun kembali tertutup. Baik Tasya maupun pemuda tersebut tidak melihat sesosok tubuh yang berlindung dibalik pohon yang tak jauh dari gerbang tersebut. Sepasang mata itu terus mengikuti bayangan tubuh Tasya sejak meninggalkan gerbang sekolah hingga sampai kerumah ini.
“Tasya… kenapa ia kembali ke sini… dengan sukarela?”
Hellen si kutu buku mendesis pelan sambil membetulkan letak kacamatanya yang melorot.

Tasya melangkah pelan menuju pintu rumahnya. Badannya terasa sakit-sakit, terutama selangkangnnya yang baru saja dihajar habis-habisan oleh penis-penis dengan berbagai ukuran. Tapi ia amat menyukai perasaan ini, perasaan nikmat dan tidak berdaya, ketika ia menyerahkan tubuhnya sepenuhnya untuk digarap sebebas-bebasnya. Perlahan Tasya membuka pintu rumahnya diiringi derit engsel yang perlu diminyaki.
“Sya, baru pulang?” terdengar suara ibunya dari dapur.
 ”Iya Bu. Ada ekskul dulu barusan.” Kata Tasya sambil bergegas menuju kamarnya.
Biasanya sepulang sekolah, Tasya mencium tangan ibunya terlebih dahulu, tapi hari ini tubuhnya bau sperma yang disemprotkan semena-mena hampir keseluruh bagian tubuhnya oleh geng ranmor yang baru saja menggarapnya. Meski sudah dibersihkan, namun Tasya khawatir bau itu masih bisa tercium oleh ibunya, jadi ia bergegas menjauh.
“Sya, nggak makan dulu?” Seru ibunya ketika melihat anaknya menghilang dibalik pintu kamar.
“Nanti aja Bu, masih kenyang.” Kenyang karena kebanyakan menelan sperma dari pria-pria yang ejguelasi dalam mulutnya.
“Ya udah. Tapi jangan lupa nanti makan ya, jaga kesehatan. Anak kesayangan ibu jangan sampai sakit.” Kata ibunya dari balik pintu yang tertutup.
“Iya bu.”
Tasya sedikit tersenyum. Ibunya masih menganggapnya sebagai gadis kecil lugu yang masih perlu dikelonin. Andai saja ibunya melihat kelguean Tasya beberapa jam yang lalu, ketika ia melayani nafsu pria-pria kasar dengan nafsu yang tidak kalah menggebu-gebu. Andai saja ibunya melihat  ketika relung-relung tubuh Tasya dijejali penis demi penis secara bergantian. Andai ia tahu…
Tiba-tiba HP Tasya berbunyi, ketika ia melihat layarnya, tertera nama Hellen disana.
“Hai hai, ada apa Len?”
“Hai Sya. Gini, malem ini elo mau nggak nginep di rumah gue?”
“Nginep? Emang ada apaan, ortu lu pada pergi?”
“Nggak sih… Cuma pengen aja ngobrolin sesuatu.”
“Ngobrolin apaan sih?”
“Ada deh.”
“Ih sok misterius amat sih. Emang gak bisa besok aja di sekolah?”
“Ihhh sombong banget sih. Ini penting lho. Ayo dong Sya, pleasseee.”
“Iya, iya. Ntar gue nginep di rumah elo deh.”
“Siipp dah. See you later, muaachhh.”
Koneksi pun terputus, sementara Tasya bertanya-tanya masalah penting apa sih yang hendak dibicarakan Hellen sampai-sampai ia tidak besok menunggu sampai besok?

**********   
“Hai Sya. Kata Hellen kamu mau nginep ya malem ini?” Tanya mamanya Hellen yang sepertinya sedang sibuk menyiapkan makan malam.
“Iya Tante. Hellen katanya lagi pengen ditemenin.”
“Aduh, emang geng de’Rainbow, nggak bisa dipisahin sebentar aja, lengket banget.” Canda mama Hellen.
“He he, biasa aja kok Tante.”
“Udah naek aja, Hellen ada tuh di kamarnya.”
“Oh iya, permisi Tante.”
Tasya melengos pergi menuju kamar Hellen yang sudah ia hafal dimana letaknya. Tasya hendak mengetuk pintu kamar Hellen ketika pintu itu terbuka, menampakkan wajah Hellen yang tersenyum-senyum aneh.
“Hai Sya, udah nyampe?”
“Belom, masih di jalan! Ya udah nyampe lah!”
“Hi hi, sewot amat, lagi sensi ya? Masuk Sya.”
Tasya pun memasuki kamar yang girly banget namun juga dihiasi buku-buku tebal yang bertebaran dimana-mana.
“Aduh, kamar cewek kok berantakan gini sih?” Protes Tasya sambil memunguti buku-buku yang berserakan.
“Eh udah biarin aja gue yang beresin. Elo pasti masih capek kan?”
Gerakan Tasya terhenti “Capek? Maksud lu?”
“Ehh, nggaakk. Udah lu tiduran aja, biar gue yang beresin.”
Dengan sedikit salah tingkah Hellen memberesi kamarnya sambil bersiul-siul nggak jelas, sedangkan Tasya memandangnya dengan tatapan curiga.

*********
“Lagi ngapain Sya?”
“Eh? Oh ini ngerjain PR Bahasa Inggris.” Jawab Tasya yang memang tampak mumet mengerjakan lembar-lembar soal PR diatas meja belajar Hellen.
“Oh yang itu? Nyontek punya gue aja, tuh ada di sebelah kanan elo.” Kata Hellen sambil menghanduki rambutnya yang basah, karena ia memang baru selesai mandi.
“Nggak ah, gue pengen ngerjain sendiri, kalau nyontek terus kapan bisanya?”
“He he tumben insyaf.” Canda Hellen sambil mengaduk-aduk tumpukan pakaiannya di lemari, mencari kaus tidur favoritnya.
Setelah menemukan apa yang ia cari, Hellen membuka jubah mandi yang ia kenakan dan membiarkannya jatuh ke lantai, hingga sekarang ia berdiri dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Hellen bukan termasuk cewek populer di sekolahnya, namun jika saja para cowok di sekolahnya melihatnya seperti ini, tidak diragukan lagi mereka pasti langsung meneteskan air liurnya melihat tubuh semolek dan putih mulus seperti ini.
“Wah nggak nyangka, ternyata Hellen si kutu buku bodinya bagus juga ya?” Canda Tasya dengan pandangan mata yang melekat pada setiap gerakan Hellen, yang kini telah mengenakan kaus warna hijau bergambar Hello Kitty di depannya.
 ”Eh? Biasa aja kali, bukannya bodi elo yang bagus? Sampai-sampai cowok-cowok itu nggak ada puas-puasnya…” Gumam Hellen sambil melangkah dan duduk di pinggir tempat tidurnya.
Meskipun hanya gumaman yang tidak begitu jelas, namun terdengar bagaikan petir di telingan Tasya. Jantung berdetak kencang, dan ia bertanya-tanya, mungkinkan Hellen mengetahui rahasianya dan Chacha, ataukah Hellen hanya asal bicara saja?
“Maksud lu?” Meskipun sudah berusaha tenang, namun tak ayal suara Tasya bergetar ketika mengucapkannya.
“Apa? Oh ituu… anu, sebenernya ini yang mau gue bicarakan sama elo… soal cowok-cowok dekil di rumah yang elo kunjungin tadi sore.”
Mendengar ini, untuk sejenak waktu terasa berhenti bagi Tasya. Kaget, bingung, malu, marah, semua bergejolak dalam benaknya. Tanpa sadar Tasya bergerak cepat menghampiri Hellen yang masih duduk di pinggir tempat tidur dan menekan kedua bahunya.

“Elo… elo ngelihat semuanya?”
“I… iya.” Hellen bergumam pelan.
Lutut Tasya terasa goyah dan ia pun jatuh terduduk di lantai di hadapan Hellen.
“Sebenernya Chacha udah cerita semuanya ke gue,soal penculikan itu… dan juga soal… perkosaann yang menimpa dia sama elo. Tapi dia pesen supaya gue pura-pura nggak tahu, jadi selama ini gue…”
“Chacha cerita sama elo?! Kenapa?”
“Soalnya… dia minta bantuan gue buat ngawasin elo…”
“Ngawasin gue, emang kenapa?”
“Kata Chacha, sejak perkosaan itu, tingkah elo jadi agak aneh Sya. Chacha khawatir kalau… kalau ada apa-apa sama elo, jadi gue sama Chacha gantian ngawasin elo.”
“Termasuk ngikutin gue sepulang sekolah?” Tasya terdengar sedikit geram, padahal saat ini yang ia rasakan adalah malu yang teramat sangat. Maklum, ia mengira bahwa selama ini ia berhasil menutupi perasaan dan perbuatannya dihadapan Chacha, tapi ternyata Chacha menyadari perubahan tingkah lakunya, bahkan mengajak Hellen untuk mengawasinya.
“Iya… begitu deh… tapi… kenapa Sya? Kenapa elo balik lagi ke tempat itu?” Hellen perlahan mengelus rambut di kepala Tasya yang kini tertunduk lesu.
“Gue… nggak tahu Len. Gue… terus terang gue… suka dengan perlakuan mereka sama gue.”
Hellen tersentak mendengar pengakuan jujur Tasya. Ia sungguh tidak tahu harus berkata apa.
“Elo… pasti nganggap gue cewek murahan ya Len? Nganggap kalau gue… cewek gila… sex” Kata terakhir itu hanya berupa bisikan pelan dari bibir Tasya.
“Ihh nggak kok, suer nggak.”
Hellen yang kebingungan melihat kelakuan sahabatnya itu lalu ikut duduk bersimpuh dan medekap Tasya dalam pelukannya. Tasya pun sesegukan di bahu Hellen sambil balas memeluknya, air matanya pun membasahi bagian pundak Hellen. Hellen pun mengelus-elus rambut Tasya, mencoba menenangkannya, sampai akhirnya gadis itu berhenti menangis. Tapi Hellen merasakan ada sesuatu yang aneh, hembusan nafas Tasya yang menerpa lehernya terasa berat, dan sebelum ia menyadarinya, sebuah kecupan panas menerpa lehernya yang putih mulus, mengirimkan getaran kesekujur tubuhnya.

“Sya?” Hellen mencoba melepaskan pelukannya, tapi dekapan Tasya mengunci lengannya dan sekaligus tubuhnya. Hellen pun Cuma bisa membiarkan kepala Tasya yang bergerak-gerak dilehernya, menciumi leher Hellen si bintang pelajar.
“Hellen… kamu wangi banget…” bisik Tasya di dekat telinga Hellen.
“Sya, kamu ngapain?” Erang Hellen.
Tasya melepaskan pelukannya, tapi kedua tangannya memegangi kedua bahu Hellen.  Mata Tasya bertatapan dengan mata Hellen, keduanya terdiam, tidak yakin apa yang harus diperbuat. Akhirnya perlahan Tasya mendekatkan bibirnya dan melumat bibir.
“Sya…” Desah Hellen berusaha menolak ciuman sahabatnya, namun kemudian matanya terpejam ketika Tasya kembali mengulum bibirnya yang mungil. Tasya pun tampak rakus menghisap mulut gadis itu sampai air ludah keduanya bercampur dan belepotan.
Tangan Tasya pun bergerilya menyusup kebalik kaus yang dikenakan Hellen, merayap melalui perut, hingga akhirnya menggengam induk buah dada Hellen dan kemudian meremas-remasnya dalam sebuah gerakan yang teratur. Ibu jarinya bergerak mengulas-ngulas melingkari puting susu gadis itu, sambil sesekali memuntir-muntir puting susu Hellen dengan ibu jari dan telunjuknya.,Tangan Tasya pun semakin keras meremas-remas induk payudara Hellen hingga gadis itu tak terasa mulai mendesah pelan. Tasya tiba-tiba menghentikan ciumannya, membuat Hellen diamdiam merasa kecewa. TanganTasya menyingkapkan kaus Hellen keatas, hingga  keindahan dan kemulusan payudara Hellen pun tersingkap.
“Wahh, ternyata Hellen si bintang pelajar punya toket sebesar dan seindah ini. Siapa sangka.” Kata Tasya yang sambil tersenyum nakal mengelus-ngelus puncak buah dada Hellen yang memang terbilang montok dan bulat sempurna, sungguh indah.
“Sya, jangan.” Mulutnya berkata tidak, tapi Hellen tidak berbuat apapun untuk menghentikan Tasya.
Tanpa berkata apa-apa, Tasya kembali menciumi leher mulus Hellen yang menebarkan wangi sabun mandi.

“Sshhh… Ssssshhh Aaahhhh…” desahan suara Hellen terdengar semakin memburu, ketika ciuman Tasya semakin turun dan hinggap dipuncak buah dada Hellen dengan lidah bergerak kesana kemari seperti gerakan orang sedang menyapu. Bibir Tasya menyusuri seluruh permukaan bukit lembut dan kenyal itu, sebelum akhirnya naik dan mengemut-ngemut payudara Hellen, memubuatnya sesekali menahan nafas merasakan kehangatan mulut Tasya yang rakus menghisap-hisap puncak buah dada gadis berkacamata itu. Tubuh Hellen pun tampak kejang-kejang seiring dengan semakin kuatnya hisapan Tasya di payudaranya.
“Owww. Akhhhh… jangan Sya. Ihhhh” tangan Hellen berusaha menyingkirkan kepala Tasya ketika mulutnya mengigit-gigit kecil puting susunya, namun tangan Tasya menangkap kedua tangan Hellen dan menguncinya kebelakang punggung. Jika Hellen serius melawan, tentu seja tenaga keduanya berimbang, namun Hellen pun hanya melawan dengan setengah hati, jadi dengan mudah Tasya bisa menahan tangannya. Mulut Tasya pun semakin buas mengecup, menggelitiki hingga mengigit-gigit puncak payudara Hellen dengan gemas.
“Aduhhh! Sya jangann… gue nga mau ahhh… Owwww!!!”  Hellen masih berusaha protes, namun tiba-tiba merasa kecewa ketika Tasya menghentikan gerakannya.
“Ya udahhh. Tapi kalau elo nggak mau, gimana kalau lu yang mainin punya gue” Tasya menegakkan tubuhnya dan membuka kaus yang ia kenakan berikut bra yang ia pakai. Sehingga saat ini ia duduk bersimpuh dihadapan Hellen dengan bertelanjang dada.
Hellen hanya bisa terbengong memandangi buah dada sahabatnya itu, jadi Tasya pun menarik kedua tangan Hellen dan menggenggamkannya pada payudaranya.  Perlahan Hellen pun mulai mengelusi buah dada Tasya yang meskipun tidak begitu besar, namun dihiasi putting kecoklatan yang mengacung indah.   Jari telunjuk Hellen pun memutari putting Susu  yang sudah mengeras itu, diikuti oleh tangan yang meremas-remas pelan bukit payudara itu. Mata Tasya pun sampai terpejam-pejam keenakan sedangkan bibirnya sedikit terbuka dan mendesis-desis. Melihat itu Hellen merasa gemas dan langsung melumat bibir sahabatnya itu dengan bibirnya, suara kecupan dan sedotan pun mulai terdengar diselingi desahan-desahan pelan penuh kenikmatan.

Ciuman-ciuman Hellen lalu menjalar turun, ke leher, hingga  kebelahan dada Tasya, lidahnya menjilati belahan dada gadis itu sebelum akhirnya mengemut-ngemut buah dada Tasya. Hisapan-hisapan kuat Hellen membuat bukit susu Tasya menjadi kemerahan, butir-butir keringat lembut pun mulai muncul menghiasi payudara gadis itu, membuatnya  semakin mengkilap indah dibawah sinar lampu dikamar.
“Leenn…”
Tasya tiba-tiba mendorong kepala Hellen dan mendorong tubuhnya hingga terbaring di lantai. Masih belum sadar apa yangterjadi, Hellen merasakan celana dalamnya ditarik dengan keras oleh Tasya, spontan Hellen mengangkat pinggulnya untuk memudahkan Tasya menarik lepas celana dalamnya. Begitu celana dalam itu terlepas, kedua tangan Tasya langsung mengelus-ngelus paha Hellen dan mendorongnya hingga mengangkang lebar-lebar. Mata Tasya menatap nanar  gundukan bukit mungil yang terbelah tampak bersih dan terawat di selangkangan Hellen. Kedua jari telunjuknya lalu menguakkan bibir vagina Hellen, hingga menunjukkan keindahan isinya. Wajah Hellen langsung memerah karena desakan birahi yang meledak-ledak dikepalanya, ketika melihat ekspresi wajah Tasya yang kelihatan begitu bernafsu. Tasya perlahan menciumi bagian dalam paha Hellen, ciumannya kemudian terus turun kearah selangkangan Hellen. Mulut Tasya bergerak menuju liang vagina Hellen yang dihiasi rambut yang jarang. Tasya mengendus-ngendus sesaat, mencium bau aroma birahi yang sangat terasa sekali, sebelum akhirnya mulai menjilati pinggirannya, dan kemudian menaruh lidahnya di tengah-tengah vagina Hellen, perlahan lidah itu mulai mengorek-ngorek belahan bibir vagina gadis itu. Rasanya agak asin dan gurih tapi sungguh membuat tergila-gila. Tasya pun mempercepat jilatannya, membuat Hellen mulai menggeliat tak menentu. Dengan tangannya Tasya mencari bibir vagina Hellen lalu membukanya dengan menariknya ke samping, lidahnya pun menerobos lebih dalam lagi, membuat desahan Hellen makin keras dan tanpa terasa  mulai mendorong kepala kepala Tasya lebih melekat ke selangkangannya, karena gemas dan kegelian. Tarian lidah Taysa membuat Hellen makin keenakan dan kegelian, pinggulnya  mulai bergoyang tak menentu. Apalagi ketika Tasya menemukan benjolan kecil pada vagina Hellen. Dengan jarinya, Tasya membuka penutup clitorisnya dan lantas mengusap dan mengggesek tombol kecil itu. Diikuti lidahnya yang menyelusup masuk ke dalam vagina Hellen yang makin basah.

Tanpa sadar Hellen mulai meremas-remas buah dadanya sendiri, dan ketika Tasya menghisap clitorisnya perlahan, Hellen mengepit kepalanya di antara kedua pahanya, dan menggeliat pada waktu yang bersamaan.
“Sya… Sya… Please… don’t… don’t stop.” Rintihnya perlahan.
Lidah Tasya makin menari-nari di dalam vagina Hellen sedangkan satu tangannya menyusup kedalam celana pendeknya  dan memainkan vaginanya sendiri yang juga sudah basah kuyup. Diamuk birahi seperti ini, Tasya makin bersemangat dan perlahan memasukkan jari kecilnya di lubang vagina Hellen yang masih perawan. Jari kecil pun berganti dengan jari telunjuk, ketika tiba-tiba badan Hellen mulai mengejang dan bergetar pelan.
“Syaaa…” Hellen merintih cukup keras yang mungkin terdengar sampai keluar kamarnya.
Tasya masih mengisap, dan kadang-kadang menjilati bagian dalam vagina Hellen ketika merasa himpitan paha Hellen tiba-tiba mengejang, dan vaginanya memuntahkan lendir yang berwarna putih bening yang kemudian dihisap dan dijilati Tasya dengan penuh semangat.
“Ahhhhhhh….!! Crrr Crrrttt” Hellen meliukkan tubuhnya, mengejang kemudian terbaring lemas.
Tasya menghentikan jilatannya dan mulai bergerak naik, menciumi perut, dada, leher, hingga akhirnya melumat bibir Hellen yang setengah terbuka. Dan lendir yang tadinya memenuhi mulut Tasya pun belepotan di mulut keduanya,bercampur air liur.
“Hi hi, mulut kamu bau.” Canda Hellen ketika Tasya menghentikan lumatannya.
“Emang itu salah siapa? Salah kamu kan? Memek punya kamu.” Balas Tasya sambil mencubit pinggang Hellen. Keduanya pun tertawa cekikikan, sampai akhirnya keduanya terbaring bersebelahan sambil berpelukan.

“Sya…”
“Hmm.”
“Kalau mainnya ama cowok, apa seenak barusa?” Tanya Hellen dengan pandangan sedikit menerawang.
“Hmm, susah jelasinnya.”
“Kok susah?”
“Abis beda rasanya, gak bisa dibandingin. Kayak makan jeruk sama apel, beda aja.”
“Gue pengen coba Sya… ML sama cowok.”
“Nanti aja kapan-kapan. Sekarang lu masih punya hutang ama gue.”
Tasya bergerak menindih Hellen dan kembali melumat bibir Hellen.
“Sya…” Desah Hellen.
Dan yang terdengar sesudah itu hanyalah sebuah melody yang panas dan membakar birahi. Melodi desahan dan rintihan dua gadis remaja yang sedang memuaskan nafsu birahi. Berdua dalam sebuah kamar yang tertutup.

***********
Sudah tradisi geng de’Rainbow untuk pergi jalan-jalan pada malam minggu bareng-bareng, maklum semua anggotanya termasuk golongan Jojoba alias Jomblo-jomblo bahagia. Tempat yang mereka pilih kali ini adalah sebuah pusat perbelanjaan yang baru dibuka beberapa minggu yang lalu, tentu saja niatnya sama sekali bukan untuk belanja, melainkan sekedar jalan-jalan saja, syukur-syuku bisa nemu orang yang bisa mengakhiri status jomblo mereka. Saat itu Hellen dan Tasya berjalan paling depan sambil bergandengan tangan, Chacha berjalan sendirian dengan kepala sedikit tertunduk, sedangkan Indra dan Bebi berada paling belakang agak menjauh.
“Ndra, lu perhatiin gak ada yang aneh sama Tasya, Hellen, dan Chacha belakangan ini?”Tanya Bebi.
“Aneh? Aneh bagaimana?”
“Ih, itu lho, Chacha keliatan agak down n murung. Trus Tasya sama Hellen kok kayaknya lengket banget belakangan ini, kemana-mana berdua terus, sekarang aja jalan pake gandengan tangan segala.”
“Oh, kalo Chacha emang keliatannya sih lagi ada masalah, tapi dia nggak mau bilang ada apa. Tapi kalo Tasya ama Hellen kayaknya wajar-wajar aja, namanya juga temen wajar dong kalau lengket.”
“Ih tapi ini lengketnya nggak wajar Ndra, mereka udah kayak…”
“Kayak apa?”
“Kayaakkk… orang pacaran.”
“Hushh, ngawur banget sih lu. Masak mereka pacaran? Emangnya mereka lessb…”
“Eh siapa tahu, gara-gara kelamaan jomblo mereka jadi lesbi. Lagian cewek kan beda sama cowok, cewek tuh kalau emang suka dan cinta, cowok atau cewek nggak ada bedanya.”
“Akh ngawur ngawur. Udah ah.” Indra menutup pembicaraan, tetapi dalam benaknya langsung membayangkan adegan mesra antara Hellen dan Tasya, lengkap dengan desahan dan rintihan antara mereka berdua.
“Duh, ngawur… kacau ini kacau.” Desisnya pelan sambil menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan mesum di benaknya.

***********
Selepas bel istirahat berbunyi, seperti biasa kantin sekolah langsung diserbu ratusan siswa kelaparan yang mencari pengganjal perut, diantara ratusan siswa tersebut terselip juga Chacha dan Bebi, tapi Tasya dan Hellen tidak terlihat bersama mereka.
“Beb, si Tasya sama Hellen kemana?”
“Oh, mereka katanya mau ke WC dulu.”
“Ke WC…?” Chacha sedikit merenung dan hanya mengaduk aduk milkshake pesanannya tanpa meminumnya.
 ”Lu perhatiin nggak Beb, kalau belakangan ini mereka kemana-mana selalu berdua terus?” Kata Chacha kemudia.
“Ih ih persis,bener tuh. Gue juga ngomong gitu ama Indra, tapi dia nggak percaya. Kata Indra gue Cuma bayangin yang nggak-nggak, tapi menurut gue mereka tuh kayak orang lagi… pacaran.”
“Pacaran…?” gumam Chacha dengan pandangan menerawang.

*********
Sementara itu Tasya dan Hellen memang sedang berada di WC sekolah, tapi bukan untuk menuntaskan hajat, melainkan untuk menuntaskan hasrat yang lain. Di salah satu bilik WC tersebut, Tasya dan Hellen sedang berciuman dengan penuh nafsu dan nafas yang memburu.  Bibir keduanya berpagutan saling berkulum mesra, keduanya sudah dikuasai oleh hasrat birahi. Tasya mendorong tubuh Hellen hingga ia tersandar di tembok, ciuman keduanya menjadi liar dan Tasya pun menjelajahi leher dan rahang Hellen sambil memeluk pinggangnya erat. Hellen pun memejamkan matanya menikmati perlakuan teman satu gengnya tersebut. Hellen menurunkan tangannya dan menarik rok seragam Tasya naik lalu menyelinap masuk, hingga menyusup ke dalam celana dalam yang dikenakan Tasya, dan menyentuh vagina Tasya hingga pemiliknya menjerit pelan. Hellen menjentik-jentikkan jarinya di clitoris Tasya sambil terkadang memilin-milinnya, hingga Tasya merasakan geli dan kenikmatan yang luar biasa dari bawah sana. Tasya pun menggelinjang-gelinjang tak tahan. Tasya membalasnya dengan membuka dua kancing teratas seragam Hellen dan menyusupkan tangannya kesana, meremas-remas gundukan daging disana, sementara jari-jari Hellen terus beraksi di dalam lubang kewanitaan Tasya, menusuknya, menariknya masuk, dan begitu terus. Kenikmatan mengaliri tubuh Tasya menguasai sekujur tubuh dan membuatnya semakin menggelinjang-gelinjang kegelian. Tiba-tiba sebuah gedoran keras di pintu terdengar membahana mengagetkan keduanya. Tasya dan Hellen dengan cepat menghentikan perbuatan mereka dan merapikan pakaian mereka yang acak-acakan.
“Ada orangnya.” Teriak Hellen.
“Iya tahu, Hellen sama Tasya kan? Ayo keluar, gue mau ngomong.” Sebuah suara yang tidak asing lagi terdengar.
Tasya dan Hellen bergegas keluar dari bilik WC tersebut, dan diluar sudah menanti Claudya, musuh bebuyutan geng de’Rainbow, menatap keduanya dengan pandangan sinis dan senyum penuh kemenangan.

“Mau apa sih lu? Tuh WC yang lain kan pada kosong.” Kata Hellen dengan ketus.
“Lho, siapa yang bilang gue mau ke WC? Gue Cuma mau nunjukkin ini sama kalian.” Claudya menggerakkan tangannya yang tadinya tersembunyi di balik punggung. Di tangannya tergenggam HP canggih lengkap dengan kamera beresolusi tinggi. Claudya mengacungkan HP tersebut dan di layarnya terputar rekaman video. Bukan rekaman video biasa, melainkan adegan hot antara Hellen dan Tasya di dalam WC barusan, tampaknya diambil lewat bagian atas pintu WC yang memang dilapisi kaca tembus pandang. Rekaman tersebut memang tampak bergoyang-goyang, namun ada beberapa bagian yang di zoom, dan tampak jelas siapa dan sedang apa Tasya dan Hellen didalam WC tersebut.
“Ahh itu!” Hellen memekik tertahan, sedangkan Tasya spontan bergerak untuk merebut HP tersebut dari tangan Claudya, namun Claudya lebih gesit menarik tangannya dan menyimpannya ke belakang punggung.
“Eitts enak aja mau ngerebut barang orang.” Ejeknya.
“Claudya… hapus rekaman itu, kalau nggak…” Ancam Hellen.
“Kalau nggak apa? Emang gue takut ama lu? Ha ha ha, ngimpi kali.” Ejek Claudya sambil ketawa,
“Claudya, mau lu apa si?” Tanya Tasya yang mulai geram.
“Mau gue? Gue mau kalian membubarkan geng bulukan kalian itu, sekarang juga! Kalau nggak, gue bakalan sebarin rekaman ini ke anak-anak satu sekolah, biar mereka pada tahu kalau geng de’Derainbow itu isinya adalah cewek-cewek penyuka sesama jenis.”
“Claudya! Lu jangan berani-berani…”
“Heh, ya iyalah gue berani, siapa takut sama cewek cungkring dan kutu buku kayak kalian berdua. Lagian selama rekaman ini ada di gue, kalian emangnya bisa apa?” Ejek Claudya sambil tertawa puas.

Hellen dan Tasya berpandangan sejenak, mereka tahu kalau mereka nggak punya pilihan selain menuruti keinginan Claudya.
“Oke, kalo kami membubarkan de’Rainbow, lu akan menghapus rekaman itu kan?” tanya Hellen.
“Ya nggak lah! Gue bakalan simpen rekaman ini sebagai asuransi, supaya kalian nggak bakalan nyambung lagi abis itu. Pokoknya selama rekaman ini ada ditangan gue, kalian nggak boleh ketemuan apalagi ngumpul bareng. Pokoknya persahabatan kalian harus putus.”
“Lu keterlaluan banget sih?!”
“So what gitu lho? Toh kalian nggak punya pilihan lain. Denger ya,bubarkan de’Rainbow, atau tanggung akibatnya.” Claudya melambaikan HP di tangannya sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan Tasya dan Hellen yang kebingungan.
“Sya, gimana ini? Kita mesti gimana?”
“Tenang Len, semua pasti ada jalan keluarnya.”
“Tapi kita mesti ngomong apa sama Chacha, Bebi, dan Indra?”
“Kita nggak bakalan ngomong apa-apa sama mereka.”
“Lho, terus Claudya?”
“Dia gak bakalan nepatin janjinya, cepat atau lambat rekaman itu pasti akan nyebar keseluruh sekolah, mungkin malah keseluruh Indonesia.”
“Ihh kok malah nakutin gitu sih Sya?”
“Satu-satunya cara kita mesti ngerebut HP beserta rekaman itu.”
“Tapi gimana caranya?”
“Tenang Len, gue ada rencana.” Pandangan Tasya ketika mengatakan kalimat itu amat serius, bahkan menakutkan, sehingga Hellen sedikit gemetar melihatnya.

*********
Malam itu Claudya senyum senyum sendiri dalam kamarnya. Tangannya menggenggam HP berisi rekaman Tasya dan Hellen yang ia mabil tadi siang. Dengan rekaman ini, keinginannya untuk membubarkan geng de’Rainbow akhirnya tercapai, dan rasa iri dan dendamnya akan kepopuleran geng tersebut di sekolah akhirnya akan menemui pembalasan yang memuaskan. Tentu saja setelah geng tersebut bubar, Claudya diam diam akan menyebarkan rekaman tersebut melalui internet, hingga tuntaslah rencana pembalasan yang ia susun. Tidak cukup hanya dengan membubarkan, ia juga harus menghancurkan seluruh anggota de’Rainbow! Tiba-tiba terasa HP nya bergetar, tanda ada yang menghubunginya. Nomer HP siapa nih? Pikirnya ketika ternyata no yang menghubunginya tidak terdaftar dalam buku telepon HP-nya.
“Halo.”
“Claudya? Ini Tasya.”
“Oh kamu… mau apa pake nelpon-nelpon segala?”
“Gue sama Hellen udah keluar dari geng de’Rainbow dan gak akan temenan lagi sama semua anggotanya, tapi Chacha sama Bebi bukan urusan kita, kita nggak bisa ngapa-ngapain kalau mereka mau nerusin geng de’Rainbow.” Kata-kata Tasya terdengar tajam.
“Oh gitu… oke gue terima. Biar Bebi sama Chacha jadi urusan gue, tapi lu harus pegang janji dan jauhin mereka semua, termasuk Hellen temen lesbian lu.”
“Oke gue janji, tapi sebelumnya gue mau bicara langsung sama lu.”
“Ya udah, ngomong aja.”
“Nggak lewat telepon, gue mau ketemu langsung, sekarang juga.”
“Aduuhh banyak tingkah amat si lu?! Gue lagi males ke luar nih.” Claudya melirik jam dinding dan melihat jam menunjukkan pukul 7 malam, terhitung masih pagi memang.
“Sebentar aja, gue ada di depan rumah lu, lu tinggal keluar aja.”
“Depan rumah gue? Ngapain lu kesini…? Ya udah, tunggu sebentar.”

Claudya menutup hubungan, lalu bangkit dan mengenakan jaket kesayangannya sebelum akhirnya bergegas menuju keluar rumahnya. Tidak lupa membawa HP yang berisi adegan panas antara Tasya dan Hellen itu.
“Eh, mau kemana jam segini?” Mama Claudya yang memergokinya ketika membuka pintu keluar bertanya.
“Mau nyari snack dulu ke BeastMart.”
“Aduh, kan bentar lagi makan malem?”
“Ya ampun ma, snack doang gitu lho, bentar lagi juga dah laper.”
“Ya udah, tapi jangan lama-lama.” Kata mamanya.
“Iya.” Claudya berkata pendek sebelum melangkah meninggalkan rumahnya melewati gerbang.
Di luar ia celingukan sejenak mencari Tasya, hingga matanya tertumbuk pada sesosok tubuh yang melambai dari sudut jalan yang gelap karena lampu jalan di bagian tersebut mati. Claudya pun menghampiri Tasya.
“Ih ngapain sih pake gelap-gelapan gini? Sok misterius banget.” Ketus Claudya.
“Kan biar enak.”
“Enak apanya?”
“Enak nyuliknya.”
Claudya terlambat menyadari ketenangan dalam nada suara Tasya. Ia juga terlambat menyadari ketika beberapa sosok bayangan melompat dari kegelapan dan langsung mengurung dan memegangi tubuhnya, termasuk membekap mulut dan hidungnya dengan segumpal kain yang menyebarkan bau wangi yang memusingkan kepala. Matanya sempat tertumbuk pada wajah Tasya yang memancarkan ekspresi aneh, ekspresi yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, menakutkan. Lalu kesadarannya pun menghilang, hanya gelap.

********        
Kesadaran Claudya perlahan mulai kembali. Ia membuka matanya yang masih terasa berat bagai diganduli batu. Kepalanya pun terasa amat pusing dan seluruh ruangan tempat ia berada terasa berputar. Tunggu… ruangan? Claudya mecoba memfokuskan penglihatannya dan melihat sekeliling ruangan yang sama sekali tidak ia kenal. Ia mencoba bangkit, tapi tidak bisa, karena tangannya terikat pada kepala ranjang besi tempat ia berbaring. Ia mencoba menggerakan kakinya, namun ternyata kakinya pun terikat. Tapi bukan hanya itu yang menganggetkannya, yang lebih membuatnya terkejut, ia terbaring terikat di ranjang tersebut dengan telanjang bulat! Ia tidak tertutup secarik kain pun, apalagi tubuhnya terikat membentuk huruf x, hingga kedua kakinya mengangkang, memperlihatkan vaginanya yang tidak tertutup apapun. Ia merasa panik dan mulai meronta sekuat tenaga, hingga menimbulkan bunyi derit ranjang dan benturan besi dengan lantai dan tembok. Tidak lama kemudian pintu kamar tersebut terbuka, dan lima orang pria berwajah seram dan dekil memasuki kamar tersebut, diikuti oleh… Tasya dan Hellen!
“Udah bangun neng?” Kata salah satu pria tersebut.
“Tasya… Hellen?! Kalian… mau apa?! Lepasin gue!” Meski mencoba memberanikan diri, namun melihat pandangan buas pria-pria seram yang melekat pada tubuh telanjangnya, membuatnya ketakutan setengah mati.
Tanpa menjawab pertanyaan Claudya, Tasya menggerakan tangannya yang ternyata menggenggam handicam kecil dan mulai mengarahkannya pada tubuh telanjang Claudya yang terikat tak berdaya.
“Rekaman di HP lu, lu bikin kopiannya?” Kata Tasya dingin sambil bergerak memutari ranjang tempat Claudya berbaring, memastikan handicam di tangannya merekam setiap jengkal tubuh telanjang Claudya.
“Sya… Sya… tolong, lepasin gue Sya.” Claudya kini mulai dicengkram rasa takut dan air mata pun mulai mengalir dari kedua bola matanya.
“Rekaman di HP lu, lu bikin kopiannya?” Kata Tasya dingin, seakan tidak mendengar permohonan Claudya.

“Sya…”
“Jawab! Lu bikin kopiannya nggak?!” Bentak Tasya keras.
Hellen yang Cuma berdiri di belakang sempat terkejut mendengar bentakan Tasya. Selama mereka berteman, baru kali ini Hellen mendengar Tasya membentak seperti itu.
“Nggak… nggak, gue nggak bikin kopiannya.” Kata Claudya di sela isak tangisnya.
“Bener?”
“Suer.”
Tasya menurunkan tangannya dan berhenti merekam seluruh kejadian tersebut. Ia lalu duduk diatas ranjang disamping tubuh telanjang Claudya sambil perlahan membelai-belai rambut di kepala musuh bebuyutannya itu.
“Denger ya, gue udah hapus rekaman itu dari HP lu, jadi sekarang lu nggak bisa ngapa-ngapain kita. Justru sebaliknya, gue punya rekaman ini sekarang.” Kata Tasya sambil menunjukkan Handicam di tangannya.
“Dan sekarang pun kalau gue mau, gue bisa ngancurin hidup lu dengan menyuruh temen-temen gue ini ngegarap lu habis-habisan sambil gue rekam. Dan lu bisa jadi bakalan jadi bintang bokep paling terkenal di internet, kalau rekaman itu gue sebar ke seluruh dunia.” 
 ”Sya… jangan Sya. Lu kan anak baik, masa lu tega sih.” Wajah Claudya memucat ketika mendengar ancaman tersebut, dan ia hanya bisa memohon-mohon meminta belas kasihan.
“Hmm gimana yaaa…? Kayaknya temen-temen gue udah nggak tahan tu liat bodi mulus kamu gini. Iya nggak brur?” Kata Tasya kepada pria-pria yang berada di dalam kamar tersebut.
“Lha iya lah Sya. Udah, biar kita garap aja ni cewek rame-rame. Berani-beraninya ngancem Tasya, cewek kesayangan kita.” Kata salah satu dari mereka.

“Jangan Sya, please jangan…” Claudya semakin ketakutan.
“Oke, kalau gitu sekarang gue akan lepasin lu. Tapi inget, jangan pernah lagi lu ganggu gue atau temen-temen gue. Daannn… mulai sekarang, kalau gue suruh apapun sama lu, lu harus melaksanakan perintah gue, apapun itu. Mengerti?!” hardik Tasya.
“Iya, iya Sya. Gue janji.” Karena tidak ada pilihan lain, Claudya terpaksa setuju.
“Bagus. Brur, lepasin dia, kasih balik bajunya, terus anterin pulang ya.” Kata Tasya sambil menepuk bahu salah satu pria kasar tersebut.
“Lepasin Sya? Yaa apa nggak sayang? Kita celup dulu boleh ya?” Kata salah satu pemuda yang tampak amat bernafsu tersebut.
“Nggak boleh. Jangan diapa-apain, balikin ke rumahnya.” Kata Tasya Sambil bergegas meninggalkan ruangan tersebut, diikuti Hellen.
 ”Aduh Sya, lu sempet bikin gue takut. Kirain lu bakalan nyuruh mereka buat bener-bener merkosa si Claudya.”
“Ya enggak lah. Gue nggak sejahat itu. Tapi liat aja, kalau Claudya masih juga ganggu kita, gue gak bakalan segan lagi.” Ekspresi wajah Tasya yang tadi begitu serius dan dingin, kini kembali ceria seperti biasa.
“Sya, masa sih celup aja nggak boleh?” Si pemuda kasar yang tadi protes kini keluar dari kamar dan kembali kembali menyatakan keberatannya.
“Ih lu tu Den, emang nafsuan banget sih orangnya. Lu mikirin perasaan gue dong. Yang minta bantuan lu buat nyulik dia kan gue, berarti dia adalah tanggung jawab gue Den. Kalau sampai dia ngapa-ngapain, gue yang mesti tanggung jawab, gue nggak mau itu.” Kata Tasya.

“Iya iya, gue ngerti.” Deden tampak bersungut-sungut. “Tapi sebagai gantinya, lu harus ngelayanin gue malem ini, gimana?” Wajah Deden kembali berbinar nakal.
“Enak aja lu doang. Kita kerja bareng-bareng, enaknya juga bareng-bareng dong.” Empat orang pria yang juag termasuk komplotan geng ranmor itu akhirnya keluar kamar sambil salah satunya membopong tubuh Claudya yang sudah berpakaian lengkap, namun tampak tak sadarkan diri.
“Iya ah, berisik lu pade. Gue kan udah janji mau nginep disini malem ini. Itu bayaran atas bantuan kalian kan?”
“He he, siip dah. Tapi temen lu itu gimana, dia ikut nginep nggak?” Tanya salah satu dari mereka yang bernama Sigit, sambil mengarahkan pandangannya pada Hellen.
Tasya melirik sejenak kearah Hellen yang tampak tertunduk malu.
“Tau, tanya sendiri sama dia.” Kata Tasya.
“Gimana Neng, mau nginep disini nggak malem ini? Kita senang-senang sepuasnya.” Kata orang yang bernama Iwan.
Setelah ragu-ragu sejenak, Hellen pun mengangguk pelan.
“Naah gitu dong! Asyikk kita senang-senang malem ini.” Kelima pria tersebut langsung cengar-cengir nggak jelas.
“Ih udah ah, cepetan anterin Claudya balik ke rumahnya, ntar keluarganya keburu panik lagi nyariin dia. Tenang aja, abis kalian balik, kita pasti masih disini kok.”

Kelima pria tersebut tampak berunding sejenak, diikuti oleh gerakan hompimpa antara mereka. Dua orang pria tersebut mengeluarkan erangan kecewa sambil kemudian bergerak keluar melalui pintu sambil membawa tubuh Claudya yang masih tak sadarkan diri. Sementara 3 orang pria yang tersisa kini menatap Tasya dan Hellen dengan pandangan “lapar”.
“Kan nggak perlu kita semua yang nganter, bagaimana kalau kita mulai duluan pesta ini.” kata Deden sambil menatap Hellen, barang baru yang belum terjamah sebelumnya.
“Sya…” Gumam Hellen perlahan, bernada ketakutan.
“Lu takut Len? Mau kita batalin aja apa?” Bisik Tasya.
“Nggak usah… gue juga pengen… tapii gue agak-agak takut.”
“Tenang aja Len.”  Tasya berusaha menenangkan Hellen yang tampak amat gugup menghadapi pengalaman pertamanya ini.     
Ketiga laki-laki berwajah sangar dihadapan mereka dengan terburu-buru membuka pakaian mereka masing-masing, hingga akhirnya ketiganya menampakkan tubuh kasar dan berotot, lengkap dengan  batang penis yang hitam teracung-acung dan bergoyang ketika ketiganya menghampiri Tasya dan Hellen. Kedua gadis itu kini dikepung oleh tiga batang penis yang sudah siap untuk menghujam dan mereguk habis kenikmatan dari tubuh kedua gadis cantik itu. Tasya tersenyum kecil kemudian membuka kausnya berikut bra yang ia kenakan. Ia lalu berlutut seakan-akan menyerah dalam todongan tiga batang penis yang terangguk-angguk itu. Mulut Tasya langsung mengemut kepala penis Deden, sedangkan kedua tangannya mengocok-ngocok batang kemaluan Iwan dan SIgit.
“Sya… jangan Si Deden doang dong!! gantian dong ngemutnya..!”
“Iya nih.. Emutin kontol gue juga dong!” protes Iwan.

Tasya pun mulai bergantian melumat dan mengemut-ngemut penis ketiga orang itu yang terkekeh keenakan
“Mmmhh…seeepp…ckkk…ckkk” mulut gadis itu berdecak-decak ketika mengulumi tiga batang penis yang hitam dan baunya tidak sedap, sedangkan Hellen hanya terbengong melihat kelakuan sahabatnya itu.
“Hellen, sini.” Ajak Tasya ketika melihat Hellen hanya terbengong.
“Eh, iya.” Hellen pun berjalan menghampiri Tasya, dan ketika sudah sampai di sampingnya, Tasya menarik tangan sahabatnya tersebut hingga Hellen ikut berlutut di sebelah Tasya, dan sama-sama berada dibawah todongan tiga penis hitam para pemuda kasar tersebut. Tasya meraih tangan Hellen dan meletakkannya pada batang kemaluan Iwan.
“Ayoo.. lu kocok-kocok sambil jilatin” Tasya mengajari Hellen untuk memainkan penis.
Hellen si bintang pelajar merasakan perasaan yang aneh, ketika merasakan denyutan-denyutan hangat batang Iwan dalam genggaman telapak tangannya. Tiba-tiba saja keraguannya menguap , sirna entah kemana. Tangannya dengan perlahan mulai mengocok-ngocok batang penis itu, lalu Hellen menggunakan mulutnya untuk  menciumi batang penis Iwan yang hanya bisa meringis-ringis keenakan. Lidah Hellen pun terus menari-nari diatas kepala penis Iwan yang bentuknya mirip helm. Deden lalu ikut berlutut dibelakang Hellen,  lalu meraih ujung kaus yang dikenakan Hellen dan menariknya keatas. Hellen yang tahu maksud Deden lalu mengangkat kedua tangannya keatas untuk memudahkan Deden membuka kausnya. Deden tidak lupa membuka kancing bra Hellen dan menariknya keatas, hingga Hellen kini berlutut dengan bertelanjang dada, memperlihatkan payudaranya yang amat montok, putih dan mulus. Kedua tangan Deden langsung meremas-remas payudara gadis itu dari belakang, kemudian jari tangannya mencubit dan menarik-narik puting susunya, sesekali dipelintir-pelintirnya puting itu sampai Hellen merintih keenakan.
“Njing… kecil-kecil toketnya montok banget… hmmm pentilnya oke juga nih.” Deden masih sempat-sempatnya berkomentar.
“Len, jilatin bijinya juga. Cowok suka kalo bijinya dijilatin.” Bisik Tasya di kuping Hellen, memberi ilmu cara memuaskan lelaki.

Mendengar itu,  jilatan dan ciuman Hellen kini turun ke buah pelir Iwan yang bertekstur kasar, lidahnya terjulur-julur keluar mengulas-ngulas biji pelir si preman sambil sesekali mengulumnya dengan mulut dan menyentilnya dengan lidah, membuat si pemilik biji makin blingsatan dan hanya bisa meremas-remas rambut Hellen yang bergerak maju mundur. Tak lama kemudian Hellen menghentikan jilatannya, , Ia menatap kepala penis Iwan sebentar sebelum membuka mulutnya lebar-lebar dan…
“Hfffhhh.. hhmmm..nmm” Hellen memasukkan penis itu kedalam mulutnya dan menghisapnya dengan keras hingga mengeluarkan suara-suara nggak jelas dari mulutnya.
Suara mulut itu terdengar begitu mengasikkan ditelinga Iwan, sampai-sampai tubuhnya merinding merasakan penisnya sedang diemut-emut oleh seorang gadis cantik yang masih anak sekolahan, dengan tubuh muda yang masih segar dan kencang. Sementara Tasya sedang disibukkan oleh kegiatannya menghisap penis Sigit. Sedangkan tangan Deden yang tidak pernah berhenti merayapi tubuh Hellen kini berusaha membuka kancing dan resleting celana pendek yang dikenakan Hellen, berhasil! Dan celana pendek itupun merosot hingga ke lutut Hellen. Jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalam Hellen dan merayap mencari liang yang ada di selangkangannya. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu yang sudah terasa basah, semakin  lama semakin dalam. Hellen mulai menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginanya itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginanya dengan menggunakan dua jari. Hellen pun mulai tak kuasa untuk menahan diri dan lenguhan-lenguhan panjang mulai keluar dari mulutnya. Hanya berselang lima menit kemudian, badan Iwan sudah gemetaran tak menentu dan meracau tak jelas dan kelihatan kalau ia beberapa kali hendak menarik penisnya dari isapan Hellen. Tasya yang sudah melihat gelagat, hendak memperingatkan Hellen namun terlambat, Iwan menekan kepala Hellen dan penisnya langsung menyemburkan cairan putih kental yang banyak sekali didalam mulut Hellen.

“Ueeddaann… gak tahan gueee!” Erang Iwan.
Hellen sempat terkejut merasakan semburan cairan hangat tersebut, namun tanpa kesulitan ia menelan semua cairan asin kental tersebut, bahkan tidak lupa menyeruput ujung kontol Iwan untuk mendapatkan sisa cairan yang masih tertinggal disana.
“Aduuhh… duh ngiluu…” Keluh Iwan karena isapan Hellen ternyata terlalu keras untuk penisnya yang masih terasa sensitif sehabis orgasme.
“Duh payah lu Wan, baru diisep bentar aja udah keluar.” Ejek Sigit yang masih menikmati servis oral Tasya.
“Bukan gitu men, cewek ini jago banget isep kontol. Lu mesti coba sendiri, enak banget mulutnya.” Keluh Iwan yang masih sedikit ngos-ngosan.
Mendengar ini perasaan Tasya agak campur aduk. Beberapa hari yang lalu ia mendengar bahwa memek Chacha ternyata lebih nikmat, wangi, dan peret dari punyanya. Kini ia mendengar bahwa Hellen ternyata lebih jago ngisep kontol darinya. Hati Tasya pun merasa iri dan cemburu, yang kemudian ia lampiaskan dengan memperhebat servis oralnya pada penis Sigit.
“Sya… eh… aduh Sya.” Sigit pun kelabakan menerima serangan yang amat bersemangat itu.
Sementara Deden yang merasa nafsunya sudah di ubun-ubun lalu menarik tubuh Hellen dan mendorongnya dengan kasar hingga terduduk diatas sofa. Dengan tidak sabar Deden berlutut  dihadapan Hellen dan menarik celana dalam Hellen, satu-satunya yang masih melekat di tubuhnya. Setelah terlepas, Deden mencampakkan celana dalam itu sembarangan saja, lalu meraih bagian bawah lutut Hellen  kemudian mengangkangkan kedua kakinya kesamping kiri dan kanan sehingga kakinya membentuk huruf “M”, seolah-olah ingin mempertontonkan keindahan vaginanya yang mungil dihadapan Deden. Deden pun sejenak nanar melihat gundukan bukit kecil yang ditumbuhi rambut jarang di bagian atasnya itu.

“Jangan… jangan dilihat…” Desis Hellen dengan wajah memerah karena malu.
Seumur hidupnya belum pernah ada lelaki yang melihatnya dengan tatapan seperti itu, wajar saja jika kali ini ada rasa malu bercampur bangga melihat ada pria yang terlihat amat sangat bernafsu melihat tubuh telanjangnya.  Dada Deden pun seakan hendak meledak melihat tatapan malu-malu kucing Hellen, tampak innocent tapi sekaligus penuh nafsu dan menggoda. Dengan tidak sabar ia mengarahkan kepala penisnya menggesek-gesek bibir vagina gadis itu, setelah dirasakan pas barulah Deden menggerakkan penisnya dalam sebuah irama yang menyentak-nyentak, berusaha memasuki lubang vagina Hellen yang masih perawan.
“Awww…!” satu sentakan yang kasar dan kuat membuat gadis itu menjerit kecil, kepalanya tengadah keatas, matanya terpejam-pejam dengan bibir yang sedikit terbuka, ada suara-suara lirih yang keluar dari bibir mungil gadis itu ketika Deden menekan batang penisnya semakin dalam
“Den… aduh, pelan-pelan.” Rintih Hellen yang merasakan vaginanya dipaksa merenggang di luar batas. Padahal ukuran penis Deden termasuk biasa saja.
Deden sendiri adalah orang kasar yang terbiasa bergelut di dunia hitam. Wajahnya pun jauh dari tampan apalagi lembut. Tapi ketika melihat ekspresi wajah Hellen yang begitu mengiba, rasa kasihannya timbul juga dan dadanya terasa hangat dan aneh. Sejenak ia menghentikan gerakannya dan dengan perlahan menurunkan kepalanya dan mengecup lembut bibir Hellen. Hellen sejenak terkejut, namun tanpa ragu ia kemudian membalas kecupan lembut itu, tambah lama tambah bernafsu hingga keduanya kemudian saling melumat dan menghisap mulut lawannya.
“Heekk…” keluar suara dari mulut Hellen ketika satu sentakan keras dari Deden mengirim penisnya untuk amblas seluruhnya masuk kedalam vagina Hellen, sekaligus menembus selaput dara yang selama ini ia jaga.

“Sakit say?” kata Deden ketika melihat Hellen yang menggigit bibirnya sendiri, sambil membelai rambut Hellen.
“Hmm… erghh… nggak kok.” Desis Hellen dengan nafas ngos-ngosan.
“Gue entot lu sekarang ya?” Kata Deden.
Hellen Cuma menganggukan kepala, dan batang penis Deden pun mulai keluar masuk liang vaginanya perlahan-lahan, sepertinya Deden sedang meresapi jepitan memek Hellen yang seret dan peret dibatang kemaluannya.
“Enak gak say…? Memek lu enak banget.” Tanya Deden sambil memaju mundurkan batang kemaluannya semakin kuat merojok-rojok lubang memek gadis itu.
“Mmmhhh… enak banget Den… kontol lu eenaakk… ” Hellen mulai mengikuti kebiasaan mereka untuk mengeluarkan kata-kata kasar untuk menambah nafsu sex mereka.
“Teruuuss Den… entot gue sepuas… lu” Erang Hellen dengan terputus-putus, karena sodokan-sodokan Deden yang semakin kasar dan liar.
“Waduuhh, udah pada mulai aja, curang banget sih lu pada.”
Dua orang pria yang tadi mengantar Claudya pulang kini sudah kembali. Dengan tidak sabaran mereka langsung melucuti pakaian masing-masing dan langsung menyerbu Hellen. Pemuda yang bernama Adi langsung duduk disebelah kanan Hellen, tangannya bergerak mengelus -ngelus induk payudara Hellen sebelah bawah sambil menciumi leher mulus Hellen yang sudah dipenuhi butir-butir keringat yang wangi. Sesekali Adi meremas kuat-kuat induk payudara gadis itu sampai pemiliknya melenguh panjang. Sedangkan Maman berdiri disebelah kiri gadis itu dan menarik kepala Hellen sambil menjejalkan batang penisnya kedalam mulut gadis itu lalu  menggerakkannya maju mundur.

“Asyik gue paling suka toket sama pentil montok kayak gini..! Duhhh susu…” Adi menundukkan kepalanya dan lidahnya menggeliat-geliat menggelitiki puting susu Hellen, kadang mulutnya mengecup dan melumat -lumat puncak buah dada Hellen yang memang montok dan putih mulus. Hellen sejenak melepaskan batang kemaluan Maman, gadis itu memejamkan matanya menikmati serangan-serangan Adi dibuah dadanya yang membuntal semakin padat, dan terutama sodokan-sodokan Deden yang semakin kuat.
 ”Plokkk… keplokkkk… keplokkkk” suara itu terdengar dengan keras berbaur dengan rintihan dan erangan lirih Hellen.
“Yeee.., kok berhenti?! Ayo dong isep kontol gue!!!” tangan Maman kembali menarik kepala Hellen dan menekankan kepala penisnya kedalam mulut si gadis. Hellen membuka mulutnya kembali dan menerima batang yang kini kembali menyesaki rongga mulutnya itu.
Sedangkan Tasya tampak sibuk di sandwich oleh Iwan dan Sigit. Tasya tampak ngos-ngosan dengan wajah meringis-ringis menahan nikmat yang diakibatkan dua penis yang menjebol vagina dan anusnya secara bersamaan. Ia paling suka dijepit seperti ini, dikeroyok dua, tiga, atau bahkan banyak kontol sekaligus untuk memuaskan nafsunya yang semakin menggebu-gebu. Hanya beberapa menit kemudian, Hellen memekik kecil ketika akhirnya Deden berhasil mengantarnya ke puncak kenikmatannya. Hellen merasakan dirinya ditelan gelombang besar yang meluluh lantakkan tubuhnya, seluruh tubuhnya gemetaran menahan nikmat yang tak tertandingi.
“Ahhh..aahhh..ahhh…erhhgggg…oh..godddd” erangnya sensual menambah semangat Deden untuk terus memacu tubuh Hellen yang terlonjak-lonjak.

Hellen pun menjerit, orgasmenya telah tiba…Tak terbayangkan rasanya, terlalu nikmat. Tubuhnya pun merenggang, lemah, lemas, pikirannya melayang. Deden  merasakan semburan cairan orgasme Hellen, menerpa penisnya, hangat
“Crrrrttt.. Crrrttttttt” cairan itu keluar berdenyut-denyut diiringi rasa nikmat yang membuat tubuh Hellen mengejang, lendir-lendir lengket namun licin itu kini  membuat suara berkecipak – kecipak, Ketika Deden semakin kuat memompa lubang seret itu, hingga akhirnya
“Argggg..!! Houhhhhhh.. gila ni memek… ” Deden menggeram-geram sebelum akhirnya menusukkan batang kemaluannya dalam-dalam dan menyemburkan spermanya memenuhi liang memek Hellen dan membanjiri rahim mudanya. Deden pun mencabut penisnya sambil terengah-engah.
“Man, kita bawa ke kamar aja yuk? Biar lebih enak.” Kata Adi yang masih sibuk meremas-remas payudara Hellen.
“Boleh.” Jawab Maman, ia lalu dengan mudah mengangkat tubuh Hellen dan membawanya kedalam kamar tempat tadi Claudya diikat.
Sesampainya disana Maman dengan kasar melemparkan tubuh Hellen keatas ranjang yang untungnya dilapisi spring bed yang empuk. Laki-laki berwajah sangar itu lalu berbaring di sebelah Hellen sambil mengocok-ocok penisnya yang sudah amat tegang.
“Ayo neng, naik sini.” Katanya pada Hellen.
Hellen yang sudah kesambit setan nikmat tanpa ragu segera mengangkangi penis Maman. Hellen meraih penis itu dan sejenak menggesek sambil menekan-nekankan kepala penis itu ke lubang vaginanya sendiri. Hellen perlahan menurunkan tubuhnya dan menggigit bibirnya ketika merasakan kepala penis Maman mendesak masuk dengan gagah. Dengan tidak sabaran Maman menarik turun tubuh Hellen hingga penisnya langsung amblas seluruhnya kedalam vagina gadis remaja itu, lalu Maman langsung mengentotnya dengan gerakan-gerakan yang cenderung kasar dan brutal.

“Awwww !! Akhhhhh… Mmmhh” Hellen merengek-rengek ketika penis Maman mengocok-ngocok lubang vaginanya kuat-kuat, berkali-kali gadis itu terpekik ketika Maman menyentakkan batang kontolnya menghantam vagina gadis berkacamata itu.
“He he, gimana, enak kan kontol gue?” Kata Maman disela-sela gempurannya.
“Banggeett… memek gue…. gimana?” Balas Hellen.
“Siipp… banget, ahhh.” Erang Maman.
“Wahhh…!! Gue kebagian pantatnya nih…” Adi yang entah sejak kapan ada di belakang Hellen kini menggesek-gesekkan kepala penisnya dibelahan buah pantat Hellen. Setelah menemukan lubang yang dicari, satu tangannya menahan pinggang Hellen kemudian sambil menekankan batang penisnya kuat kuat, hingga tubuh Hellen terdorong-dorong disebelah bawah ketika Adi, berkali-kali menghentakkan kemaluannya dengan kasar.
“Bang.. pelann-pelannn… Akkhhhhhh….” Hellen terpaksa berpegangan pada kedua bahu Maman.
“Udah..! Tenang aja.. Ungghhh Arggg… ” kata Adi sambil kembali menekan pantatnya.
 Dan Hellen pun memekik panjang ketika penis Adi sukses menjebol lubang anusnya. Punggung Hellen pun melenting kebelakang mirip seperti sebuah busur, mencoba menahan rasa sakit dan sesak yang menyerbunya. Merasakan jepitan lubang yang begitu sempit, Adi justru malah tambah semangat. Tanpa ragu ia langgsung menggenjot lubang pantat Hellen dengan kecepatan tinggi.
“Uggghhhhhhh…. ! aduhh duhhhh…. Shhhh” gerakan  Adi yang kasar membuat Hellen meringis-ringis kesakitan, terkadang mulutnya menganga lebar, kedua matanya membeliak merasakan sodokan-sodokan kasar dilubang anus dan lubang vaginanya yang bekerja sama dengan apik, seakan merobek-robek bagian bawah tubuhnya.
“Berisik lu ah…” Maman langsung menarik kepala Hellen, mulutnya langsung menyumpal bibir gadis itu yang sedang meringis-ringis, sementara tangan Adi merayap meremas-remas induk buah dada Hellen, dan sejenak yang terdengar dari dalam kamar itu hanyalah suara rintihan dan desahan tertahan dari tiga anak manusia yang sedang memuaskan nafsu birahi mereka.

Sementara diluar kamar itu, 4 tubuh bergelimpangan karena kehabisan tenaga setelah memacu diri kelewat batas demi mengejar nafsu. Tasya memandangi penis-penis layu yang baru saja menjebol vagina dan anusnya. Ia sebenarnya masih ingin “nambah”, tapi sayang ketiga pria di sekelilingnya masih terbaring kelelahan. Tiba-tiba terdengar suara pintu depan rumah yang terbuka, diikuti langkah-langkah kaki berdebam. Dadang beserta 4 orang anggota geng ranmor itu rupanya sudah pulang dari “bekerja”. Mata Dadang si bos preman separuh baya itu langsung tertumbuk pada gelimpangan tubuh-tubuh lemas di ruang tengah.
“Lho, ada neng Tasya rupanya, pantesan pada lemes kayak gini,abis ngewe yah?” Kata salah satu pria yang baru tiba itu.
“Asyik ada Tasya. Sya lu nginep malem ini?” Tanya yang seorang lagi.
“Iya.” Tasya menjawab dengan suara dibuat sesendu mungkin.
“Asyiik, boleh dong kita ngentot lu sekarang?”
“Boleh…”
“Siipp, beres proyek langsung ngewe.”
Tubuh mulus gadis cantik bernama Tasya itu pun langsung  dikerubuti oleh tiga orang laki-laki bertubuh hitam berwajah sangar dan bengis. Sementara Dadang dan Isman si wakil ketua geng itu tampak celingukan.
“Den, si Adi amasi Maman kemana?” Tanya Dadang pada Deden.
“Di kamar noh, lagi ngegarap barang baru, temennya Tasya. Cakep lho ceweknya.” Jawab Deden.
“Barang baru?” Dadang mengusap-usap dagunya lalu berjalan menuju pintu kamar tempat dimana Hellen berada.
Dadang langsung membuka pintu kamar tersebut dan melihat Hellen yang berbaring lemas diatas kasur, nafasnya masih terengah-engah sedangkan tangan tangan nakal Adi dan Maman  merayapi tubuhnya yang mulus. Tampaknya ketiganya sudah selesai memuaskan nafsu masing-masing.

“Di, Man!” Bentak Dadang karena kedua anak buahnya itu tampak tidak menyadari kehadirannya.
“Eh bos, udah balik.” Kata Adi yang langsung bangkit, diikuti Maman.
Dadang menatap tubuh mungil Hellen yang sudah berhias keringat ditubuhnya, menimbulkan efek berkilauan yang menggoda. Nafsu Dadang langsung bangkit.
“Lu berdua keluar, gue pengen nyobain ni memek.”Kata Dadang.
“Oh, pasti bos. Silahkan pake sepuasnya.” Kata Adi sambil cengengesan meninggalkan kamar tersebut, diikuti Maman.
Hellen menatap Dadang yang membuka pakainnya satu persatu. Wajah pria itu sungguh seram, dan kelihatannya ia cukup tua untuk menjadi ayahnya. Hellen seharusnya merasa muak atau takut, tapi ketika melihat kontol raksasa Dadang yang telah mengacung perkasa, justru malah menimbulkan senyuman di bibir Hellen. Dan gadis itupun menyambut ketika tubuh Dadang yang bau keringat, menyerbu tubuh mungilnya dengan penuh nafsu. Tanpa buang-buang waktu Dadang langsung menindih tubuh Hellen dan menjilati leher dan payudara montok Hellen yang dihiasi keringat, tidak lupa tangannya meremas-remas pantat Hellen yang membusung padat. Hellen yang merasakan jilatan-jilatan Dadang merasa kegelian hingga tak terasa terkikik pelan. Tapi bukannya berhenti, Dadang justru mengangkat satu lengan Hellen hingga memperlihatkan ketiaknya yang bersih mulus dan langsung menjilatinya dengan bersemangat. Keringat si gadis muda justru terasa nikmat bagi Dadang yang sudah terbuai nafsu.
“Nggak… aduuhh geliii.” Hellen terengah-engah antara geli dan perasaan aneh yang menyerbunya. Dadang terlihat amat menikmati setiap jengkal tubuhnya, dan itu menimbulkan perasaan bangga dalam diri Hellen. Cukup lama juga keduanya bergumul,saling mulat dan saling jilat.
“Nungging lu…” Perintah Dadang sambil melepaskan tindihannya pada tubuh Hellen.

Hellen pun bangkit dan menungging membelakangi Dadang, seakan memamerkan lubang surganya yang indah kepada Dadang. Dadang pun makin bernafsu melihat “barang baru” yang liar ini. Ia langsung menggenggam penis raksasanya dan…
“Eggghhh… Heeennnnn… akkkkkkkkk” Hellen menggeleng-gelengkan kepalanya ketika merasakan suatu  benda kenyal berusaha menerobos lubang vaginanya. Benda kenyal itu rasanya amat besar, hingga Hellen pun mengerang ketika merasakan lingkaran bibir vaginanya terasa dipaksa membuka selebar mungkin.
“Awwww..!! ” jeritan panjang pun keluar dari mulutnya ketika merasakan tusukan kuat Dadang menembus jauh kedalam relung tubuhnya,  semakin lama semakin dalam menyentak-nyentak kasar memasuki lubang vagina gadis itu.
“Edannn!! Memek lu sempit amat…!! Baru belajar ngentot lu ya..” Kata Dadang sambil terus menjejal-jejalkan batang penisnya hingga terasa mentok.
Dadang lalu menggerakkan penisnya memutar-mutar seperti sedang mengocok-ngocok lubang vagina gadis itu. Sambil sesekali menampar pantat Hellen yang membuntal padat, putih dan mulus, hingga berwarna kemerahan dan menimbulkan cap tangan lima jari. Saat itu Dadang melihat lubang anus Hellen yang merekah dan menutup, tanpa ragu Dadang langsung menusukkan jari tengahnya kedalam lubang anus Hellen dan langsung mengocoknya didalam, merasakan jepitan lubang yang bergerinjal itu.
“Ehmm aduhh…” tangan Hellen yang tadinya menopang tubuhnya langsung ambruk, dan kini wajahnya menempel ke bantal, mencoba meredam jeritan yang hendak meloncat keluar dari mulutnya. Tapi anehnya, yang justru keluar malah…

“Enhhhh.. Osssshhhh..tteeruuss baanng…..” Erang Hellen minta tambah. Preman bertubuh tinggi besar dengan tampang yang seram itu pun menyodok-nyodok dengan semakin kasar sehingga tubuh Hellen tersentak-sentak dengan makin kuat.
Sekitar seperempat jam kemudian tubuh Hellen menggeliat dan melengkung seperti sedang mengalami siksaan yang sangat nikmat, vaginanya langsung menyemburkan cairan berwarna bening yang menyiram penis Dadang yang masih menggenjotnya habis-habisan. Kemudian tubuh Hellen terkulai lemas, namun masih dalam posisi menungging. Melihat Hellen yang sudah terkulai lemas, Dadang justru malah mempercepat genjotannya, hingga tubuh Hellen pun hanya bisa terguncang-guncang mengikuti sodokan Dadang. Hanya berselang lima menit kemudian Dadang sudah mencapai batasnya. Dengan cepat ia menggulingkan tubuh Hellen, lalu bergerak mengangkangi wajah gadis itu dan menjejalkan penisnya kedalam mulut mungil itu.
“Ngehheee… telen tuh peju gue.” Dadang mengerang sambil menyemprotkan spermanya yang kental didalam mulut Hellen, sementara tubuhnya berkedut-kedut menahan nikmat.
Hellen yang kini sudah gila peju, tanpa keberatan menerima cairan asin kental yang muncrat dari kepala kontol Dadang. Hellen bahkan menghisap dan mengurut kontol itu untuk mengeluarkan cairan yang mungkin masih tersisa dalam batangnya. Begitu semburannya selesai, Dadang langsung ambruk dan jatuh terduduk sambil bersandar ke kepala ranjang. Saat itu Hellen bangkit dan merangkak mendekati Dadang. Setelah wajahnya hanya terpisah beberapa jengkal dari wajah Dadang, Hellen membuka mulutnya, memperlihatkan cairan putih kental yang memenuhi mulutnya. Hellen lantas memutar-mutar lidahnya sambil mencecap cairan peju Dadang itu, sebelum akhirnya menelannya dengan desahan nikmat. Dadang terkekeh melihat kelakuan gadis yang baru saja hilang keluguannya itu.
“Enak neng?”
“Segeerr.”
Hellen lantas menciumi dada Dadang yang berbulu, turun ke perut, lantas memasukan dan menghisap penis dadang yang sudah layu didalam mulutnya. Dadang langsung merinding karena penisnya yang baru saja orgasme masih terasa amat sensitif, apalagi diperlakukan seperti itu oleh mulut basah dan hangat milik seorang gadis remaja cantik.
“Nama lu siapa?” Tanya Dadang.
“Hellen.” Jawab si gadis disela-sela hisapannya.
“Hellen… lu doyan kontol?”
“Ehmmm… banget.”
“Hua ha ha…” Dadang tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Hellen itu. Tanggannya lantas membelai-belai rambut Hellen yang tergerai indah.
Rintik-rintik gerimis diluar kini semakin besar, dan memang semalaman itu turun hujan tanpa henti, seakan menemani dua gadis remaja cantik yang sedang digilir oleh sepuluh orang  orang laki-laki seram dan kasar itu sampai mereka puas menyalurkan nafsu binatangnya, semalam suntuk.



« Back

Download film langsung dari hape !
+ KISAH PANAS +
[01] | [02] | [03] | [04] | [05] | [06] | [07] | [08] | [09] | [10] | [11] | [12] | [13] | [14] | [15] | [16] | [17] | [18] | [19] | [20]
Home Home
Guestbook Guestbook

U-ON
11977
INDOHIT.SEXTGEM.COM