watch sexy videos at nza-vids!
Download aplikasi gratis untuk Android
INDOHIT.SEXTGEM.COM

2. Antara Kenangan Dan Kenyataan


Teng !! teng !! teng !!, bel sekolah berdentang.

“Hore, pulang cepet besok libur yes !”, gembira seorang siswi, karena pulang lebih awal.

Kepala sekolah, wakasek dan para guru segera berkumpul di suatu ruangan untuk rapat singkat menjelang Ebtanas. Siswi/a berlarian keluar gerbang yang telah dibuka satpam. Para Guru juga tampaknya ingin pulang cepat, bertemu keluarga untuk merencanakan jalan-jalan esok harinya. Semua berlalu-lalang melewati pos jaga satpam, dimana sang penghuni kini sedang duduk di bangku sambil melempar senyum, Pak Martaba namanya. Pak Kepala sekolah dan Wakasek yang terbiasa pulang paling akhir juga langsung pulang setelah selesai rapat. Sekolah terlihat sepi, walaupun masih ada beberapa siswa/i dengan berbagai keperluan masing-masing, untuk hari ini ibadah Jum’at ditiadakan. Sejak bubaran sekolah, Joyce meminta tolong dibelikan rokok, dia tahu aku mau jajan di luar sekolah, kemudian dia pergi meninggalkanku cepat-cepat. Aku ke kamar mandi, berpapasan dengan Mang Udeng yang baru selesai menyikat kloset. Dia mengedipkan sebelah mata, aku meleletkan lidah sambil menjulingkan mata yang ditanggapainya dengan sebuah cengiran. Baru saja mau ke kloset yang ada di dalam dan hendak menutup pintu, Mang Udeng mengganjal dengan kakinya mau ikut masuk. Aku menolak tapi dia memaksa, sedangkan aku sudah tidak tahan mau pipis.

“Iih, ngapain sih Mang ?! nanti ada yang lihat !!” omelku.

“Tenang aja…udah Mamang kunci, udah sepi kok !” bujuknya terus mendorong.

“Jangan Mang…Novy ‘gak mau !” mohonku mencoba bertahan.

“Ayolah Neng geulis, secelup dua celup aja…” rayuan gombalnya.

(Muka lu ‘gak mungkin banget…ada sejuta-dua juta celup !!), keluhku dalam hati.

“Mamang aah, Novy khan mau pipis !” protesku merengutkan wajah, karena sudah kebelet.

Bukannya mendengar rengekan, dia malah semakin kuat mendorong tahu aku mau pipis. Dikiranya tadi aku hanya ingin ganti baju, maka jadilah dorong-dorongan pintu yang semakin seru. Karena tenaga kami tidak sebanding, masuklah Mamang ke dalam. Aku yang sudah tidak tahan, langsung menaikkan rok dan menurunkan celana dalam. Berjongkok pipis di saksikan olehnya. Aneh benar…aku tidak malu, tampaknya aku semakin terbiasa dengan hal memalukan ini, bahkan merasa seksi dan horny melihat tatapan nanarnya. Mang Udeng mengeluarkan burungnya dan mengocok di depanku sambil berjongkok pula. Edan, aku bergairah dengan ke-abnormalan ini. Aku selesai pipis dan menyiram, dengan telaten kubilas kewanitaan hingga bersih, aku memang merawatnya apik. Sesudahnya, Mang Udeng bilang ingin bantu mengeringkan. Sebenarnya lebih tepat dikatakan menggerayang daripada mengeringkan, karena hanya bagian ‘itu-itu’ saja yang diusap. Mata-ku merem melek menerima kenakalan jarinya. Tubuhku menggelinjang nikmat, libido naik cepat, terlukis dari lembabnya liang serta nafasku yang berat. Jemari itu mencelup ke dalam, mencari benda seperti kacang yang kemudian dipencet dan dipuntirnya. Bukan hanya itu, dia juga menciumi paha dan menelusurinya dengan lidah. Mang Udeng memang berada dibawah, jadi kepalanya sejajar dengan kakiku yang berjongkok.

“Neng Novy makin ca’em aja kalo lagi begini !” komentarnya, melihat mataku yang sayu akibat terangsang berat. Mang Udeng kemudian menarik keluar jari dan mengendusnya, dia menyeringai dan berkata.

“Neng Novy cepet banget beceknya, liat nih”, dengan bangga dia memperlihatkan jarinya yang belepotan cairan bening di depan wajahku, lalu dijilat dengan rakus hingga bersih.

Aku menghembuskan nafas penuh birahi, merasa cantik dan seksi berpuluh-puluh kali lipat atas perlakuan udiknya. Dia menangkup pantatku dan membenamkan wajahnya ke selangkanganku. Vaginaku diseruputnya habis-habisan seperti orang kehausan, kujambak dia sekaligus berpegangan karena takut jatuh. Puas menjilat, dan liangku dirasanya telah banjir lendir. Disuruhnya aku nungging menghadap tembok. Bleessh! desahan nikmat menggema sebagai awal tanda persetubuhan, yang langsung dilanjutkan dengan sodokan-sodokan. Dengan kedua tangan, dia mengangkat rok belakang-ku untuk menambah pemandangan. Pipiku melekat pada tangan yang bersandar di dinding, kugigit-gigit kecil jari tangan dan mengerang sejadi-jadinya.

“Iya-aaaaahh…daleman Maang, Aawh !!”, dia menampar pantatku dengan gemas.

Mang Udeng senang mendengar pekikan-ku, makin getol saja dia menyodok. Semakin lama, tumpuan tanganku semakin turun, tak mampu lagi menahan beban tubuh dan gaharnya sodokan. Sampai-sampai, sebelah tanganku harus berpijak di lantai, yang otomatis pantatku semakin nungging dan tentunya Mang Udeng semakin merasa gagah menggauliku. Menuju klimaks, tubuhku ditariknya ke belakang dan dihempas ke depan hingga melekat di tembok dengan kaki berjinjit. Kami mengejang nikmat dan mendesah berdua sambil berpelukan, banyak sekali pejunya kurasa. Tuntas ejakulasi, seenaknya saja dia pergi. Memek-ku diperlakukan bagai Bank sperma saja. Aku terpaksa membersihkannya lagi deh, kurapikan pakaian yang acak-acakan dan menuju luar sekolah dimana banyak penjaja makanan ringan. Namun, baru saja membuka pintu kamar mandi. Aku mendengar geraman serak pria yang disahut erangan seorang gadis. Di kala itu, sekolah memang sudah sepi sepenuhnya. Aku menoleh, tak jauh kulihat Shekti sedang di doggy. Dia bertumpu pada kedua telapak tangan dan lututnya di lantai, roknya tersingkap ke punggung. Celdam biru muda bercorak polka dot putihnya sudah turun selutut. Pria di belakangnya yang sedang asyik menggenjot tak lain adalah Pak Ismet (45 thn), dia tukang sapu sekolah berperut buncit. Posisinya setengah berdiri dan setengah berjongkok, dengan tangan mencengkram pinggang. Wajahnya tersenyum cerah, sedang Shekti tertunduk lesu. Tak heran, dengan bebasnya ia melesakkan penis dalam-dalam dan berulang kali. Kondisi itu membuat Shekti jalan merangkak, bergerak perlahan menjauhi sang pejantan. Tidak suka karena menggangu kenikmatan, Pak Ismet menjambaknya kasar sebagai hukuman. Entah sudah berapa kali Shekti digarap hingga orgasme, yang terlihat pasti dari kelelahan di wajahnya lebih dari satu kali.

Pak Ismet melepas jambakan, menarik kedua lengan Shekti kebelakang dan bergerak brutal maju mundur mencari ejakulasinya. Tubuh Shekti sampai terpental-pental, rambutnya yang jatuh ke lantai tergerai awut-awutan. Dengan tiba-tiba, Pak Ismet menyodokkan penis di kedalaman paling dasar menyentuh rahim. Tubuh gemuknya berkelojotan, sambil menggemeratakan gigi dan mencengkram erat lengan. Menggambarkan si wanita tidak diizinkan beranjak pergi hingga tuntas ejakulasi. Shekti mendesah panjang, pasrah liangnya dihujani mani. Vagina Shekti yang menggiurkan…menampung sperma yang menjijikkan…dari pria gemuk berprofesi rendahan…yang sama sekali tidak menjanjikan…tanpa kejelasan di masa depan. Mata mereka tampak redup, terlihat sekali mereka menikmati seks-nya. Terutama Pak Ismet, selain nikmat tentu bangga bisa menyenggama gadis belia Indo Kanada. Aku tak tahu apa Shekti ikut klimaks, yang pasti tukang sapu itu selesai melampiaskan nafsunya. Puasnya tuntas, Pak Ismet menarik keluar penis dan melepas cengkraman. Shekti memekik seirama letupan, diteruskan tubuh yang jatuh ambruk tertelungkup. Pak Ismet berlutut di depan wajah, minta dibersihkan dengan mulut, Shekti memenuhi hajat itu. Setelahnya, Pak Ismet membetulkan celana dan beranjak pergi tersenyum puas. Aku tidak menyalahkannya, habis kami yang memancing di air keruh. Kupapah sahabatku yang baru saja dibor habis-habisan, kasihan jalannya ngengkang. Wajar saja sih, memek sempitnya ditumbuki penis gemuk. Tadi pagi sebelum bel masuk sekolah, keadaanku tak jauh beda. Kami ke kamar mandi, Shekti membersihkan sekaligus mendinginkan liang yang serasa hangus digesek benda tumpul. Aku meninggalkannya, menuju luar sekolah. Pos satpam kulewati, Pak Baba melempar senyum. Heran, sejak sekolah usai, kulihat dia hanya duduk saja. Tak seperti biasanya yang suka berdiri memegangi pintu gerbang. Tambahan lagi wajahnya itu, sesekali meringis. Hatiku bertanya-tanya, (aneh ? ada apakah gerangan ?!). Sambil berpikir aku terus berjalan menuju tempat jajanan, sekolahku itu sedikit masuk ke dalam, jaraknya kira-kira 100 m. Jalanan yang kususuri hanya muat 1 mobil dan 1 motor. Jika ada 2 mobil masuk berlawanan, maka harus ada salah satu yang mengalah. Kiri dan kanannya tembok berukuran tinggi, tanpa ada rumah masyarakat.

**************************

-@- We Are…SEX ADDICTED !!.

Sampailah aku di depan, rupanya disinilah semua berkumpul. Para siswa memang biasa nongkrong ditempat ini, jajanannya lebih lengkap dibanding kantin di dalam sekolah. Sejak sampai disitu, banyak mata mengarah padaku, terasa sekali aku seperti ditelanjangi, tapi aku berusaha mengacuhkannya. Beberapa siswa biasanya nunggu Jum’atan. Tak lama kemudian, Adzan berkumandang. Mereka meninggalkan tempat ini, kontan beberapa penjual juga banyak yang pergi karena tidak ada pembeli. Keperluanku adalah ke tukang es, yang sekarang ada di warung rokok sedang membeli Djarum Super. Pemilik warung rokok itu bernama Bang Otong, kepalanya plontos tanpa rambut sehelaipun alias mengkilap. Dia juga terbiasa melayani pembelian rokok para siswa bahkan siswi yang seharusnya dilarang keras. Untuk dirinya, sejauh itu menambah keuntungan, dia tak peduli dan siap memegang rahasia. Tukang Es yang selesai bertransaksi, buru-buru lari ke gerobaknya melihat ada pembeli.

“Eh, Neng Novy…es nong-nong yah ?”, tanya pria berambut keriting yang mengenakan topi pancing.

“Iya, Pak Mu’in …satu yah !”.

“Neng Novy kelas tiga ya ? wah, sebentar lagi Bapak kehilangan dong” godanya, sambil menyendok es ke sebuah cone.

“Hihihi ya gitu deh…masa disini terus, khan pengen pake putih abu-abu Pak !” sahutku.

“Hahaha iya ya, nih es-nya…”

“Nih Pak, ambil aja ya kembaliannya !” kataku seraya tersenyum manis.

“Waah, makasih Neng…ck ck ck, udah cantik, baik lagi…beruntung nih pacarnya”.

(Sial…jadi inget Ebrin gw, bodo ah !), keluhku dalam hati.

“Makasih ya Pak !” sahutku, berlalu meninggalkannya.

“Sama-sama Neng…”balasnya dari kejauhan.

(Mmm…enak banget panas-panas gini ma’em es…Nyam-nyam ^o^).

Aku tiba di gerbang, Pak Baba masih saja duduk di pos satpam dengan posisi sama, yang semakin membuatku keheranan saja. Aku masuk lebih dalam, tidak jauh kulihat Shekti dan ‘ya ampuun…!’, aku menggeleng kepala melihatnya dikerjai lagi. Dia yang sedang sibuk menggembol dua tas (tasnya dan tas Joyce) sebelah tangan, dipaksa berlutut oral sex. Shekti melempar pandangan ke arah-ku dengan mulut dipenuhi penis, tangan satunya dipakai Mang Udeng mengocok penisnya. Mereka tahu kehadiranku, Pak Ismet melambaikan tangan mengajakku bergabung. Kali ini aku menolak tak mau ikutan, bukan tidak mau membantu, tapi sedang menikmati makanan, khan eneg juga. Aku menggeleng kepala, mengangkat Es di tangan, mengatakan secara tidak langsung bahwa sedang makan dan tidak ikutan dulu. Dia mengerti, walaupun di wajahnya terlihat guratan kecewa. Kekesalannya, dilampiaskan dengan menggunakan mulut bagai memek pelacur saja. Maju mundur seenak beruknya, hingga wajah terbenam di kerimbunan bulu kemaluan. Shekti tersedak, tangannya mendorong perut yang terus mendesak agar menjaga jarak. Pak Ismet mencabut penis dan mengocoknya sendiri bersamaan Mang Udeng. Shekti bisa bernafas lega, walaupun masih terbatuk-batuk karena tenggorokannya berulang kali di colok penis. Mereka mengerang dengan kepala mendongak, Shekti yang sudah pasrah mengibaskan rambut, menjulurkan lidah sambil mendesah. CROOOTTTS !! Cairan putih pekat, kental dan berbau khas memancar dengan deras. Baju dan tas mau tak mau kecipratan, bahkan rambutpun juga. Kedua bandot nampak geram menembaki wajah dengan sperma. Wajah Shekti yang belepotan ditertawakan mereka berdua, diratakannya mani sampai mengkilap. Setelah itu menarik reseleting, dan pergi begitu saja. Shekti yang sudah terbiasa dengan keadaan itu, berjalan ke kamar mandi hendak mencuci muka setelah menitipkan tas padaku sebelumnya. Tak lama, dia kembali dengan wajah segar. Shekti meminta kembali kedua tas karena aku sedang menggenggam es.

“Nov…lo liat Joyce gak ?” tanyanya.

“Enggak tuh, Leph leph..tadi sih ada, dia nitip rokok trus ngacir tau kemana Leph leph btw, sori ya tadi ga bantuin nyepong Leph leph !” jawabku sambil terus menjilat Es.

“Engga papa, gimana sih…katanya ‘gak lama-lama disini, Uuuh..” keluh Shekti.

“Hus Ti, di rambut tuh !” tunjukku, pada cairan putih pekat yang membercak.

“Apaan..oh, iya nih…dasar Ismet gendut !” omelnya muna, dia menyeka kemudian dijilat juga itu sperma.

“Leph, Aah…lo ngeluh tapi ditelen juga tuh peju hihihi Week !!” ledekku.

“Hihihi Iiiihh…”, dia tertawa jahat kemudian mencubit lenganku.

“Aduduh…!”.

“Hihihi, rasain !” katanya menyukuri.

“Uuuh…atit tauk !!” aku mengeluh sakit, karena cubitannya membiru di lengan.

“Iya iya maaf…mana-mana sini !” Shekti menarik lenganku dan Leeph..!!.

Syuurr…!, darah di tubuh berdesir ketika lenganku dijilatnya sambil menatapku. Aku pun balik menatap, kami bertukar pandang beberapa saat.

“Hayoo, Novy mikir apa ?!” godanya.

“Iiiih…nyebelin !” kucubit dia sebab mengganggu fantasy, pipiku merona karenanya.

Kami akui, kami bukanlah gadis yang sepenuhnya straight. Sejak seringkali berpetualang sex bersama, kami suka tergoda untuk lesbian bertiga, walaupun tak ada niatan menjurus serius kesana.

“Aduduh, sakit tau…enak tuh !” kata Shekti tertarik es-ku, ketika itu memang terik sekali jadi makan es pas betul momentnya.

“Beli aja tuh di depan, masih ada Abangnya…sekalian deh yuk, gw juga lupa mau beliin Joyce rokok !” ajakku.

Kami pun berjalan dengan riang bersama menuju luar sekolah, melalui pos satpam. Lagi-lagi, Pak Baba masih dalam posisi duduk yang sama, aneh ?. Ternyata, bukan hanya aku, Shekti pun juga merasakan hal yang sama.

“Pak Baba, lihat Joyce ‘gak ?” tanya Shekti. Wajah pria itu terlihat seperti sedang dilanda birahi, mulutnya membuka berusaha mengeluarkan kata-kata.

“Diii..di Oookh !! Ohookhh !!”, dia melenguh.

Tubuh hitamnya yang tegap mengejat nikmat, tangannya yang tadi di atas meja turun ke bawah yang tidak terlihat dari luar karena terhalang oleh tembok. Aku dan Shekti berlari kecil masuk ke pos itu dan jongkok bersamaan.

“JOYCE !!!” teriak kami.

Wajahnya yang belepotan mani, tersenyum nakal sambil meleletkan lidah ke arah kami. Rupanya dia mengocok penis Pak Baba dengan payudara di kolong meja sampai klimaks. Edan memang dunia, tapi itulah yang terjadi apa adanya. Kedua sahabatku yang cantik-cantik itu, Shekti dengan bibir tipisnya, Joyce dengan sepasang payudara montoknya, sangat menyukai seks. Juga diriku, yang kini menjadi…‘kecanduan KONTOL !!’. Beruntunglah para pria buruk rupa, karena kami mudah diajak naik ranjang dengan pria model begitu, bahkan kami yang balik mengajak. Hypersex telah mengendap di jiwa dan merambah ke raga, We are…sex addicted !!.

<#><#><#>

“Gila lo Pak…lama bener ngecrotnya, sampe pegel toket gw !” keluh Joyce asal.

“Fiuuh…maaf Neng, tapi enak banget lho kenyal…Heeh” komentar Pak Baba mendesah puas.

“Joyce…gw cariin dari tadi juga, eh..dia ngumpet di kolong nyepong !” omel Shekti dengan kata-kata kotor yang tak kalah asal.

“Hihihi sorry…slurph !” sahutnya, sambil menyeka mani di wajah dan sekitar dada, lalu menjilat jarinya sendiri.

Dia keluar dari kolong meja, aku tersenyum melihat kelakuan mereka, seandainya teman-teman atau Guru melihatnya, tau deh ^o^.

“Jadi, sejak bubaran sekolah…lu di kolong ini Jo ?” tanyaku penasaran.

“Hihihi, yaph !” sahutnya ringan.

“Gila…‘gak takut apa, ke ‘gep sama siapa gitu ?”, tanya Shekti, meneruskan rasa penasaran kami.

“Yah, justru tegangnya ituu hehe tantangannya Bo !” jawabnya, kami hanya menggeleng kepala, salut dengan kenekatannya.

“Cabut yuk” ajakku.

“Nanti ah, buru-buru amat…gw belum dientot, lo berdua kan pada udah !” protes Joyce.

Dia membangunkan Pak Baba yang masih menikmati ejakulasinya, merebahkan diri di kursi dengan menyandarkan kepala. Aku dan Shekti berlalu meninggalkan mereka. Sampailah kami di depan, rupanya sudah sepi. Tadi setidaknya masih ada beberapa penjaja makanan, sekarang hanya tinggal tukang es tadi dan Bang Otong.

Esku habis, aku menuju warung membeli rokok untuk Joyce, sementara Shekti ke Pak Mu’in beli es. Karena kepanasan, aku dan Shekti membuka kancing atas baju.

“Bang Otong…biasaa, A Mild Green hehe” kataku tersenyum seraya menyerahkan uang.

“O, hehe buat Neng Joyce ya ?” sahutnya sudah tau. Genk kami memang dikenal banyak orang, sampai-sampai penjaja makanan.

Setelah menyerahkan barter berupa uang dan rokok, aku menghampiri Shekti dan Pak Mu’in yang sedang menyendok es.

“Udah ?” tanyaku, sambil menepuk-nepuk bungkus rokok ke telapak tangan.

“Nih…dikit lagi” kata Shekti tak sabar, sebenarnya pelayanan Pak Mu’in tidak biasanya lambat.

Faktor utamanya adalah karena dia membuka kancing dibawahnya satu lagi, sambil mengibas-ngibaskan tangan kepanasan. Wajah manis, bibir tipis, tinggi putih sexy abis. Menjadikan Pak Mu’in jelalatan hendak memakan pembelinya saja. Aku berpikir, apakah Shekti sengaja pamer ataukah tidak.

“Ti, beliin Joyce juga deh ya satu !” suruhku, untuk memecah suasana.

Shekti dan Pak Muin sudah saling pandang soalnya, bisa berabe kalau mereka nekat ML di tempat umum gini. Pak Mu’in sih tentu tak peduli, yang penting bisa ngentot. Aku berharap, sahabatku tak senekat itu.

“Satu lagi ya Pak, cepet !” suruh Shekti.

Kata-katanya sudah benar, tapi kelakuannya itu ‘aduh !’. Malah semakin melebarkan baju yang sudah terbuka, ditambah acara garuk-garuk paha lagi, mentang-mentang pahanya putih mulus lagi jenjang.

Akhirnya Pak Mu’in selesai. Dia menyerahkan es pada Shekti dengan mata mencuri-curi pandang ke dada, yang sudah terlihat di balik Bra biru muda, serasi dengan LippGloss dan kutek di kukunya. Gilanya, Shekti menerima es sengaja menggenggam tangan Pak Mu’in. Kontan Mu’in Jr. pun bangun, di tengah hari bolong.

“Eh tumpah…” Shekti berakting.

“Sa-sa-satu lagi ?”, Pak Mu’in langsung grogi dan tergagap, merasakan kehalusan telapak tangan Shekti.

“Iyah…Pakh, Emh Sssh”, Shekti menjawab dengan menggigit bibir bawah dan mendesah dengan wajah sayu, sengaja menggoda.

Trek tek, tek, tek, tek !, tangan Pak Mu’in gemetar, hingga sendok penyeruk es mengetuk gerobak yang terbuat dari seng. Aku menahan tawa, walaupun takut juga mereka bakal nekat. Sial, Shekti betul-betul bitchy. Dia sengaja menjilat es bagai menjilat penis. Dijilatnya batang Cone itu, lalu naik ke atas dan mencucup pucuk es. Dia melakukannya sambil berjalan mendekati Pak Mu’in, tadi dia di seberang gerobak. Setelah berada disampingnya, dia menaruh kedua tas di bangku panjang yang biasanya untuk pembeli duduk, lalu pura-pura melihat ke tempat es. Tangan Pak Mu’in yang gemetar, terus menyendok es sekenanya. Tapi alhasil, es itu hanya tersendoki setengah dan belepotan tak karuan karena tidak konsen. Dia lagi focus memandang dada, mempelototi bibir juga lidah yang meliuk nakal. Tangannya yang bergetar bagai gempa bumi, memberikanku es yang tak berbentuk. Aku yang bingung mau berkata apa terpaksa menerimanya, sehingga kedua tanganku kini penuh dengan rokok dan es.

“Pak Mu’in…leph leph, es krimnyah..enak Leph !”, goda Shekti, melakukan jilatan maut pada pucuk es.

“Ti..ti, jangan gila deh lo !” kataku memperingatkan, namun diacuhkannya.

(Heh, dasar lebai…dientotin sampe kelenger baru tau loh !), keluhku.

Shekti sudah dilanda birahi, dia meng-exibisioniskan diri. Memeknya pasti ‘gatel’ ingin disodok kontol. Aku, walaupun dag dig dug, horny juga membayangkan terjadi di tempat umum, seperti yang dilakukan Joyce tadi.

“Pak, eMmhh…kriuk, Es-nyah Ssshh, enakhh kriuk !!”, goda Shekti lagi, kali ini gigitan-gigitan kecil pada cone.

Clang !!, Pak Mu’in melempar sendok pengeruk es ke gerobak, lalu menarik rok hingga Shekti tertarik ke arahnya.

Mmppff !!” erang Shekti teredam, es-nya jatuh. Pak Mu’in menciumnya penuh nafsu karena sudah tak tahan.

(Nah lho kejadian, rasain hihihi…), aku tertawa dalam hati menyukuri.

Mata Shekti yang jelita terbelalak, kedua pipinya ditangkup erat agar kuluman tak bisa terlepas. Bibirnya yang mungil dilumat habis-habisan bibir hitam Pak Mu’in, seolah-olah ingin ditelannya. Pak Mu’in mendesak ke bangku panjang masih dalam keadaan memagut. Shekti memukul-mukul kecil pundak Pak Mu’in untuk menaikkan harga diri, padahal berharap lebih jauh. Shekti pun jatuh terduduk di bangku itu, tangan Pak Mu’in langsung menerobos masuk ke dalam rok, menarik celdam polka dotnya turun selutut. Sruuut !!.

“Kyaaa…!!”, reaksi Shekti spontan, pura-pura kaget.

Karena bangku tipis, Shekti terpaksa berpegangan di pinggirannya. Pak Mu’in menaikkan kaki Shekti ke bahunya, kepalanya menyuruk ke selangkangan. Terdengarlah suara rakus seruputan beberapa detik kemudian.

Shekti mengerang nikmat dengan nada tinggi, tubuhnya mengejang seperti tersetrum listrik ribuan volt. Vaginanya jadi objek mainan mulut hitam dan lidah kasat tukang es nong-nong. Aku horny sekali melihat adegan itu, Tapii…

(Ya ampuun, ini khan tempat terbuka !!), aku tersadar. Walaupun jalanan sunyi sepi, tetap saja beresiko tinggi.

“Ti…Pak Mu’in, ini tempat umum oi !! Jangan disini kalo mau terus !!”, nasihatku, yang tidak digubris oleh mereka. Shekti mendorong kepala penjilat memeknya hanya setengah hati, aku menggeleng kepala namun memaklumi karena pasti enak rasanya.

Shekti enak..Pak Mu’in konak. Shekti senang Pak Mu’in pun kenyang. Mereka betina dan pejantan, yang saling membutuhkan dan memuaskan pasangan. Sungguh Simbisios mutualisme yang menghangatkan.

Tiba-tiba, aku merasa rok belakangku disingkap seseorang dan pantatku diremas gemas. Aku menoleh, (Aargh…Bang Otong !!, what the Hell is he doing ?). Aku melengoskan pantat, menghindar dari serangan cabul pemilik warung rokok itu. Sayang tak membuahkan, sebab tanganku masih memegang rokok dan es. Aku buru-buru menjatuhkan es dan mengantungi rokok, agar kedua tangan bebas dan bisa menepisnya.

Terlambat !, dia mendorongku hingga tersudut ke gerobak, lalu menyingkap rok belakang tinggi-tinggi. Otomatis, dia melihat celana dalamku yang bernuansa kartun.

“Whua, kancut Neng Novy ada gambar mini mousenya hehe” ejeknya, wajahku langsung merona merah.

Tanpa membuang waktu, dia menariknya turun selutut, lalu meraih tasku. Aku yang juga sudah horny, pasrah mengikuti apa maunya. Dia melempar tasku asal ke bangku, dimana Shekti lagi mendesah sambil mengangkang, berikut tukang es di selangkangan. Untung Shekti menangkapnya, sehingga tidak jatuh dan kotor.

Kini keadaanku sama dengan Shekti, entah dengan Joyce di dalam. Pejantanku dan pejantan Shekti bersamaan menyeruput. Sama menjilat dan sama mencelup meki dengan jari mereka yang nakal. Hanya saja, Shekti diserang dari depan, aku dari belakang. Darahku berdesir, ketika lidah menyapu telak paha belakang dan mengecup pipi pantat. Gigiku menggigit bibir bawah menerima cumbuan itu. Aku yang menghadap ke jalan, merasa lebih was-was, takut ada orang yang datang. Pada saat itu memang Jum’atan telah dimulai, tapi tetap saja aku khawatir. Rasa kekhawatiranku pun terjawab.

‘Brrrm..!’, sebuah mobil mendekat dan menepi. Aku yang melihatnya tegas, refleks berteriak.

“Etii, boil Pak Alex !!”, mata Shekti yang tadinya sayu, mendadak terbelalak mendengar nama ‘Alex’ yang diketahuinya sebagai Bapak Kepala Sekolah kami.

“Shiit !” umpatnya juga refleks. Kini dia sepenuh hati mendorong kepala Pak Mu’in yang bahagia membenam di selangkangannya.

Aku juga mendorong kepala Bang Otong sekuat tenaga, lalu bersama Shekti jongkok bersembunyi di balik gerobak es. Wajah Bang Otong dan Pak Mu’in langsung BT, tentu mereka tak peduli siapapun yang datang karena menggangu kenikmatannya. Dengan sangat terpaksa, Pak Mu’in kembali ke gerobaknya. Bang Otong yang masih saja jongkok, kupaksa berdiri juga. Sedikit banyak, bisa untuk menghalangi tubuh kami dan mengalihkan perhatian Pak Kepsek dengan obrolan.

“Eh Pak Alex…tumben Pak ?!” sapa Bang Otong pura-pura ramah, padahal kesal dalam hati dengan kehadirannya. Pak Mu’in ikut tersenyum munafik.

“Iya nih, ada dokumen yang tertinggal…ya udah, skalian Jum’atan dekat sini” terangnya.

(O’ow…Joyce masih di dalem school, lagi dientot…), hatiku kalut.

“Sama keluarga Pak ?” tanya Pak Mu’in, melihat seorang wanita dan anak kecil di mobil.

“Iya nih, tadi mau langsung jalan..” sahutnya.

“Papa-papa…mau itu !” pinta si bocah dengan suara lucu dari jendela mobil yang terbuka, menunjuk ke gerobak es.

“Mau es sayang, Mm ? cium papa dulu dong…” goda Pak Kepsek, sang Ayah.

“Ayo sayang, cium Papa dong !” suruh wanita penggendong si bocah, yang tak lain Istri Pak Kepsek.

“Cuph !!” cium si bocah, sang Ayah pun tersenyum dan membalas cium, lalu mencium kening Istrinya.

(Aduuh…lama banget sih !!), keluhku.

Disaat kaki kami mulai kesemutan, mereka berdua membuka reseleting, menyodorkan penis minta di SP. Reaksi-ku sama dengan Shekti, yakni melengos. Namun dengan cekatan mereka memejet lubang hidung kami, hingga kehilangan oksigen. Mulut terbuka dan meluncurlah penis burik mereka di bibir tipis kami, membuat mereka ternganga enak dan melenguh ‘Ooookkh…!’.

“Es satu ya Pak !!”, Pak Kepsek memesan.

Jantung kami langsung berdegup kencang. Bagaimana tidak ? aku dan Shekti mengoral di dekat Pak Kepsek, memang ada sensasi tersendiri. Tetapi jantung serasa berhenti, ketika mendengar kata-kata selanjutnya.

“Lho, inikan tas Shekti, Joyce sama Novy ?!” tandas Pak Kepsek dengan suara keras.

Deg !, aku dan Shekti berhenti menghisap penis saling melirik. Tapi Bang Otong dan Pak Mu’in langsung menjambak, memberi kode untuk tetap melanjutkan sepongan.

“Nakal ya tuh anak pada, bukannya langsung pulang !!” omelnya.

“Iya Pak, anak gadis sekarang memang pada nakal-nakal hehe” sahut Bang Otong kurang ajar, sambil memaju mundurkan kepalaku.

“Pada liat Pak, tuh anak kemana ?”

“Engga tau Pak, tadi sih memang nitip tas…” kilah Bang Otong, Pak Mu’in lebih memilih diam menikmati sepongan sambil terus menyendok es.

“Oo, gitu…”, Pak Kepsek mengeluarkan dompet dari kantung celana.

“Nih Pak Mu’in, ambil aja kembaliannya…es-nya kasih anak saya di mobil !”.

“Iya Pak makasih…”.

Pak Kepsek jalan ke mobil dan berbicara sesuatu pada Istrinya. Kemudian berjalan cepat masuk ke gang, menuju sekolah. Untung dia tidak menoleh ke samping, karena kami bisa terlihat olehnya sedang berlutut mengoral Abang-abang, bisa runyam khan ?.

(Shiit !! gimana nih si Joyce…musti diperingatin !!), arti pandanganku pada Shekti yang bertemu di satu titik.

Pak Mu’in terpaksa menarik keluar penis dari bibir seksi Shekti, untuk menyerahkan es. Kudengar bunyi mobil distarter, beberapa saat setelah Pak Mu’in kembali. Shekti mengintip dari balik gerobak, lalu berkata padaku.

‘Nov, amaan…yuk nyusul Joyce !’, bisiknya.

Rupanya, mobil dipindahi Istri Pak Kepsek ke tempat yang lebih rindang untuk di parkir, yang untungnya jauh. Jadi ada kesempatan bagi kami menyelinap masuk, menyusul Pak Kepsek sebelum memergoki Joyce.

“Mmppff…Aaah tahan dulu Bang, saya mau nyusul Joyce ke dalam !!” pintaku.

“Alaah tanggung Neng…bikin ngecrot dulu dong !” protes Bang Otong.

“Plis Pak…kalo Joyce ketangkep Pak Alex, bisa dikeluarin dia !” sahutku.

“Emang lagi ngapain di dalem sampe dikeluarin ?” tanyanya penasaran.

“Lagi…Mmm……”, aku agak ragu untuk meneruskan.

“Lagi apa Neng, hah ?” tanyanya lagi semakin penasaran.

“Lagi gituan juga” jelasku singkat, sambil menggaruk wajah tak enak, terpaksa membuka rahasia agar bisa cepat.

“Weleh, seru nih heheh..udah saya duga Neng Joyce bisa dipake juga” leceh Bang Otong, mereka berdua tertawa kurang ajar.

“Ya udah, kita ke dalem dulu ya Pak…” kataku, Shekti mengambil tas kami, namun tiba-tiba direbut Bang Otong.

“Bang, apa-apaan ?!” protesku dan Shekti bersamaan.

“Kalo nyusul ya nyusul Neng…tasnya taro disini aja !, nanti abis selesai urusan, balik kesini lagi terusin…khan belum ngerasain memek , ‘tul engga Pak ?” ujar Bang Otong, menjadikan tas sebagai jaminan, karena takut kami tidak melayani nafsu binatangnya nanti.

“Iya betul, sekalian bawa Neng Joyce…saya udah lama naksir, itu anak kecil-kecil tapi bodynya…whuihh, engga kalah sama anak SMA…bahenol huehehe”.

“Ya udah kalo gitu…ayo Ti, cepet !!” kataku panik.

Kami pun segera berlari menyusul Pak Kepsek, aku memberitahu Shekti untuk menahan sebisanya dengan mengajak bicara ngelantur ke hal apa saja.

(Itu dia…), aku memandang Shekti, dia mengangguk seakan-akan berkata ‘serahkan saja padaku’.

“Pak Aalex…” sapa kami berdua dengan suara manja, ia pun menoleh dan menghentikan langkahnya.

(Fiuhh…syukurlah, jadi sempet kalo gini…).

“Eh…kalian…bandel ya, kenapa belum pulang ?!” omelnya, tapi tidak dengan tingkat keseriusan tinggi.

“Anu Pak, Joyce lagi kebelakang…kata dia nyeri, biasa pak urusan cewe…” kilahku, mengarang tentang menstruasi.

“Oh, gitu…” sahutnya, kembali berjalan.

(Gawat !!!).

“Pak, aku duluan ya…takut ada apa-apa sama Joyce..”, aku langsung berlari secepat kilat meninggalkan mereka berdua.

Pak Alex melongo bingung melihat keanehanku, karena boleh dibilang sikapku itu tidak sopan. Namun aku tidak punya pilihan, daripada Joyce runyam. Akhirnya aku sampai di pintu gerbang. Betul saja, di dalam pos satpam, Joyce sedang foursome. Dia menaik turunkan tubuh mengendarai penis Pak Ismet, kedua tangannya mengocok penis Mang Udeng di kiri dan Pak Baba di kanannya.

“Eh-eh, ada pak Alex mau kesini !!!” kataku memperingatkan dengan wajah panik.

“HAH, PAK ALEEX…?!!”, sahut mereka semua kaget berbarengan, stop aktivitas seks bersamaan.

Hiyaa…Joyce langsung melepaskan diri, ketiga petugas sekolah itu kocar-kacir mencari pakaian yang berceceran, sampai-sampai Pak Ismet yang gendut tertukar celana dengan Mang Udeng yang kurus. Mereka berpakaian seadanya, lalu lari bersembunyi di tempat terdekat. Joyce mengatur nafasnya yang terputus-putus, kami berdua dan Pak Baba yang masih di pos melihat Pak Kepsek bersama Shekti berbincang mendekati pintu gerbang.

“Eh Pak Baba, Joyce…kamu engga apa-apa ? kalo sakit cepat pulang !”.

“Iya Pakh, ini mauh…pulangh…” sahut Joyce masih terengah-engah, melihat ke arahku dengan wajah tak mengerti dibilang sakit apa.

“Pak Baba, anter saya ke ruangan saya !!”.

“Baik Pak !”.

Mereka berdua beranjak pergi meninggalkan kami. Pak Ismet dan Mang Udeng yang bersembunyi tidak jauh, keluar dari tempat persembunyian untuk bertukar celana. Tak lama, Pak Kepsek dan Pak Baba tampak sudah selesai dengan kepentingannya dan mendekat.

“Ayo Novy, Shekti, Joyce…pulang !!” perintah Pak Alex, agar keluar sekolah bersama.

Pak Ismet tampak kesal sekali, namun dia tak bisa apa-apa. Maninya tentu sudah di ujung kepala penis, sedang berbaris. Kami meleletkan lidah ke arahnya, juga Mang Udeng dan Pak Baba untuk meledek mereka, meskipun Joyce juga ‘tanggung’. Kami selamat, untuk sementara, sebab di luar telah ada dua predator memek yang juga ‘pengen’. Bersama Pak Kepsek kami berbincang selama perjalanan, membahas tentang EBTANAS yang akan berlangsung tak lama lagi.

(Oya…), pikirku, yang kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Shekti.

‘Ti, si Joyce khan lagi engga bawa mobil…bujuk Pak Alex biar kita numpang bo’ilnya, gw horny tapi lagi gak mood nih…ngelayanin Bang Otong’, bujukku berbisik.

‘Yo’i deh…gue juga cuma iseng aja sih tadi’, balasnya juga berbisik.

“Kalian…mau kemana ?” tanya Pak Kepsek tiba-tiba.

(Wah…pucuk dicinta ulam tiba), pikirku.

“Kita mau ke Tebet Pak, rumah Joyce !” sahutku cekatan, sebelum dia berubah pikiran.

“O, ya udah kalo gitu numpang Bapak aja…kebetulan lewat kok !”.

(Yes !), aku dan Shekti toss five saking senangnya, Joyce bingung.

“Kenapa kalian ?”, Pak Kepsek juga tak mengerti.

“Em..engga Pak, seneng aja uang ongkos utuh hehehe” kilahku tersenyum, Pak Alex juga tersenyum mendengarnya, hingga dia semakin tampan saja ^o^ xixixi.

Sampai di depan, terlihat Pak Mu’in duduk dengan Bang Otong, mengapit tas sekolah kami bertiga. Mereka memasang wajah seramah mungkin karena ada Pak Kepsek.

“Ayo, bawa tas kalian !” suruh Pak Alex, di depan Bang Otong dan Pak Mu’in.

Wajah mereka kontan berubah, terutama ketika aku ingin mengambil tas, merasa sekali dipermainkan.

Pak, jangan sekarang pliis…kita disuruh bareng, besok-besok aja ya’ mohonku dengan suara kecil, sebab tas tak dibiarkan lepas olehnya, Shekti ikut memohon. Joyce baru mengerti sekarang, kenapa kami tadi toss five.

“AYO, TUNGGU APA LAGI !!” teriak Pak Kepsek, yang hampir tak dapat Jum’atan.

Pak Mu’in akhirnya melepaskan. Dengan wajah tak enak, aku merayunya berjanji untuk melayani dia lain waktu. Kami masuk ke mobil, di dalam berkenalan dengan Istri dan anaknya yang bawel lucu. Walaupun tak asing dengan wajah Istrinya, tapi baru kali ini kami ber-dialog langsung tatap muka. Halus sekali tutur katanya, tinggi bahasanya, dalam maknanya yang tersirat serta lembut dewasa ke-Ibuan. Mobil berangkat, melalui kaca dari dalam kendaraan, kami melihat raut wajah marah Pak Mu’in dan Bang Otong. Besok-besoknya, jikalau kami pulang sekolah, mereka memaksa bersebadan dengan menyita tas. Berhubung nikmat, kami tak menolak. Pak Kepsek memarkirkan mobil di sebuah Masjid, kami menunggu di dalam sambil terus berbincang. Tak lama, banyak pria berlalu-lalang pakai sarung dan peci, tanda Jum’atan telah usai. Pak Kepsek pun datang tak lama kemudian dan kami meneruskan perjalanan. Sesampainya di daerah Tebet, kami berterima kasih berpamitan dan melambaikan tangan. Kami makan siang sambil ngegosip di rumah Joyce, sorenya main Tennis masih di dalam komplek. Malam harinya seperti biasa, dugem di tempat favorit kami, MATABAR. Pulang-pulang, matahari malam telah tersenyum bulat lebar. Aku dan Joyce teler karena banyak menenggak minuman yang memabukkan. Shekti yang sedikit alim diantara kami, tidak ikutan teler. Disamping dia kurang suka, juga untuk berjaga-jaga menyupir. Bisa tabrakan jika Joyce yang mabuk menyupir kendaraan. Setibanya di rumahku, Shekti memapahku sendirian, karena Joyce pun juga sedang tidur di mobil sehabis banyak muntah. Papah Mamah menggeleng kepala melihat kenakalanku di luar batas, Shekti pamit dengan wajah tak enak. Mereka mencium bau alcohol dari nafasku, nyanyian metal pun terdengar. Tapi sayang, omelan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Mamah memapahku ke kamar mandi cepat-cepat, melihatku menutup mulut dengan tangan. Benar saja, aku langsung muntah sesampainya di kloset.

Disedunya teh hangat, untukku memulihkan kondisi. Kurebahkan diri berselimutkan handuk, mencoba menutup kelopak mata. Samar-samar, aku mendengar pembincaraan Papah dan Mamah.

“Aduh, Novy-Novy…mau jadi apa ini anak !!” keluh Ibuku.

“Huuff…ya sudahlah, mau gimana lagi…mudah-mudahan dia cepat sadar dan suatu saat jadi orang berhasil !” bela Ayahku sambil mendo’akan, wanita yang mengandungku itu memang lebih keras dari suaminya.

“Cepet sadar gimana, makin hari makin nakal !”, Ayahku tidak menyahut, beliau hanya menghela nafas.

“Dia mustinya tau, orang tua lagi susah…uang menipis, pengeluaran harus terus !!” keluh Ibuku lagi.

“Ngomong-ngomong gimana Pah…urusan yang dibicarakan sama temen Papah ? Mamah khan belum tau kelanjutannya, abis tadi ngantuk banget jadi aja duluan tidur”.

“Iyaa, ituu…jadii…Huuff…Mukarom ngajak bikin perusahaan majalah”.

“Trus, sisa uang kita bakal kepake berapa Pah ?”.

“Yaah, kemungkinan…¾-nya…”.

“Aduh…gak papa tuh Pah ? kayaknya beresiko deh…”.

“Ya mau gimana lagi…kalo uangnya disimpan terus juga bisa habis, mendingan kita buat usaha…”.

“Yaa…tapi jangan sampai ¾ dong Paah, si Novy khan masih perjalanan panjang, butuh banyak biayaa…”.

“Iya, tadi sih Papah sudah nego…kata dia karena pemegang sahamnya engga ada lagi, ya jadi mau engga mau, atauu…dibatalkan aja ?”.

“Yaa…jangan juga, aduuh gimana yah…?”.

“Iya khan bingung…jaman susah, mau engga mau…gambling, mudah-mudahan berjalan lancar untuk Papah…Mamah…dan juga untuk anak kita tersayang, Novy…”.

Kata-kata itu yang terakhir kudengar dan kuingat selalu, sebelum terlelap menuju alam mimpi. Aku membalik badan, tak dapat kutahan laju air mata. Aku tau semua perbuatanku salah, tapi masih kulakoni juga. Novy yang dulu menangis, tak ubahnya yang sekarang. Mata bulatku meneteskan air, menggenangi pipi hingga basah. Aku merasa bersalah sekali kepada mereka berdua.

(Papah-Mamah, maafkan anakmu ini…aku anak yang tidak berbakti, hanya bisa menyenangkan hati, selalu menyusahkan dan melupakan bakti diri terhadap kalian yang telah membesarkanku sejauh ini…), kandungan kata curahan lubuk hati.

<#>=@=<#>

Tak terasa, waktupun berlalu begitu cepat. Kami selesai EBTANAS dan mendapat hasil yang cukup lumayan. Menjelang ujian, kami mengatakan kepada para pejantan untuk tidak mengganggu dulu karena ingin konsentrasi. Walaupun tetap saja, mereka nekat. Seperti Mang Udeng contohnya, dia memberi kode untuk ke kamar mandi disela-sela ujian, hanya untuk disuruh menyepong dan menelan peju amisnya. Sampai-sampai, Guru penjaga ujian curiga padaku. Tapi semua itu telah berlalu, kami merayakannya dengan Shoping ke Mall, nonton di 21 dan makan di tempat tongkrongan ABG. Kami menghabiskan waktu TP sana-sini, hanya mengenakan tank top dan rok mini, sampai hari larut malam.

-@- One Wild Night

# Malam itu, di depan sekolah kami…

Cekreet…!!, jendela mobil turun terbuka, setelah ditekan sebuah tombol.

“Eeh, si cantik yang ditunggu – tunggu datang juga heheh”, kedua pria itu tertawa mesum bahagia. Melihat tiga gadis cantik, dua indo, calon mangsa birahinya berdandan seksi, memakai kacamata hitam pula.

“Dasar, muka memek otak ngentot…udah cepet masuk ! Ti, lo kebelakang…Bang Otong di depan sama gw, Pak Mu’in di tengah…Novy kebelakang !” suruh Joyce.

Mereka berdua masuk dan kami segera mengatur posisi seperti yang diatur Joyce pemilik mobil. Ini adalah salah satu janji kami pada mereka sebagai hadiah perpisahan, untuk Pak Baba..Pak Ismet dan Mang Udeng, telah kami berikan di Villa Shekti (akan aku ceritakan di lain kesempatan, jika ada waktu). Handycam kunyalakan. Ketika mobil melaju, tangan Bang Otong langsung bercokol di dada montok Joyce meremasnya gemas. Bibir tebalnya menciumi lengan dan pipi dimana Joyce berusaha menghindarinya.

“Bang Aaah, Sssh…sabar, nanti ajahh…” desah Joyce, diserang rangsangan saat tak bisa bergerak banyak menolak, maupun menepis.

“Maap Neng, abis Neng Joyce asoy…udah cakep, montok…alus mulus heheh” ujar Bang Otong menggombal, tanpa berhenti sedetikpun menggerayang.

Nasib Shekti tak jauh beda, malah lebih gila mentang-mentang merasa aman di bangku tengah. Mereka ber-69, Pak Mu’in di bawah dan Shekti di atas. Rok mini tersingkap, aku meng-shot ke daerah itu, dimana Pak Mu’in asyik melahap memek. Sesekali aku pindah ke arah lawannya, meng-shot Shekti sedang keranjingan nyepong.

(Shit, I’m horny…horny, horny, horny), sebelah tanganku yang nganggur meremas toket, memuntir puting dan mengobok memek sendiri.

Tangan Bang Otong semakin bergerilya. Menelusup ke dalam rok Joyce, padahal lampu merah dan ada pengamen di samping pintu, Joyce menepis tangan nakal itu. Namun acap kali di tepis, tangan itu kembali lagi tak pernah kapok. Akhirnya ya dibiarkan saja, selain percuma, digerepeh khan enak ^o^. Joyce mengambil uang ribuan dekat perseneling, dibukanya sedikit jendela untuk memberikan uang tersebut. Namun…

“Aaah, Pak !” desah Joyce keras, Bang Otong sengaja menusukkan jari tengahnya hingga terbenam semua di memek, yang membuat tombol tertekan dalam-dalam hingga jendela terbuka semua.

Terlihatlah seorang ABG Indo U.K England sedang menyupir, tapi toketnya sedang dikenyot dan pahanya digerepeh pria gundul berpakaian lusuh disampingnya. Kontan pengamen itu menarik nafas dalam-dalam dengan mata terbelalak.

“Kyaaa…”, Joyce spontan melempar uang dan segera menekan tombol untuk menaikkan kaca jendela, kebetulan lampu telah kuning menuju hijau.

Ketika hijau, Joyce langsung memasukkan gigi dan tancap gas. Shekti malah sempat-sempatnya membuka kaca memamerkan sepongan, menampar-namparkan penis ke pipi sambil tersenyum manis. Membuat si pengamen semakin tidak sudi beranjak dari jalan dan diklakson banyak kendaraan. Aku hanya tertawa melihat kenakalan kedua sohibku itu, sungguh liar. Singkat cerita, kami sampai di tempat tujuan, memasuki tempat pembayaran karcis. Kali ini Joyce keras memperingatkan Bang Otong, juga Shekti dan Pak Mu’in untuk stop berpeting ria. Joyce meminta Pak Mu’in bersikap seolah bapaknya anak-anak, walaupun dari segi wajah sama sekali tidak masuk akal.

“Berapa orang ?” tanya si kasir karcis.

“Lima orang !” sahut Joyce sambil membuka jendela, Pak Mu’in juga membuka jendela.

Satu orang yang di luar pos yang biasa menghitung isi penumpang, memasang pandangan curiga pada kami. Dia pasti berpikiran, mau apa kami malam-malam, dimana isinya tiga gadis dan dua pria dewasa, yang perbandingan wajahnya bagai Bidadari dan Iblis. Namun dia tak bisa apa-apa, mobil kami pun masuk setelah membayar. Joyce mencari tempat di pojokan yang betul-betul sunyi sepi, namun juga tidak terlalu mencurigakan. Untuk melakukan aktivitas ‘mobil goyang’ di Ancol, ya kami sekarang di Ancol.

“Ti, lo sama Pak Mu’in tunggu di luar, jagain kalo-kalo ada yang curiga !!” suruh Joyce.

“Ok Bos hihihi…” sahut Shekti, dia pun keluar dengan si tukang es, berbincang sambil smoking bersama.

“Nov, kamera siap ?” tanya Joyce, sambil membuka celana Bang Otong untuk memberi pelumas melalui sepongan.

“Yuhuu…ready…” sahutku, dan langsung meng-shot adegan oral sex itu.

Bang Otong melenguh-lenguh keenakan, tangannya menjambak pemanja Otong Jr. Joyce menghentikan sepongan, dia meloloskan celdam dan melepit rok mininya sendiri.

“Bang…lo duduk sini dong, gw udah mau…” suruh Joyce, berpegangan di setir sambil mengangkat pantat, rupanya dia ngin memakai gaya reverse cow girl.

Bang Otong segera pindah dengan perintah surga itu, Joyce menurunkan pantat perlahan dengan sebelah tangan mengarahkan penis. Bang Otong membuka lebar bibir vagina dan Blessh…!!, amblaslah penis disambut desahan. Dalam layar handycam-ku, penis Bang Otong hilang tertelan semua batangnya. Joyce yang sudah horny langsung menaik turunkan tubuh sambil berpegangan di setir. Bang Otong menikmati surga dunia dengan bersandar dan mulut ternganga.

“Neng Joyce, Oookh…pelan Neng Enggkhh”.

“Ayo Bang Aah…lo ngincer Aah…gw khan Aah…Ayooh…entotin gw Aah…mana peju lo Aah…nih memek gwee…nih memek gwee…Aaaaaahh !!”.

Plok ! plok ! plok ! plok !, bunyi tepukan pantat dan buah zakar keras, mobil pun terasa bergoyang seperti gempa, mungkin sebab itulah disebut mobil goyang. Sesekali, Shekti mengintip bersama Pak Mu’in sambil tertawa.

“Oooh…enak Neeng…Aa..Abaaang…ngecrot HGGKKHH !!”, Bang Otong mengangkat pinggang Joyce hingga penis terlepas.

“CROOOOTTT…CROT CROT CROOTT !!”, Bang Otong menyirami body seksi Joyce.

Joyce menjerit-jerit kecil setiap kali pantatnya menerima tiap-tiap mani yang menyembur kencang, untuk menggoda agar lebih gemas terhadapnya. Metode itu berhasil, mendengar Bang Otong menggeram makin keras bagai kerbau, tanda dia menyukai hal itu. Setelah persediaan sperma habis, Bang Otong mendesah panjang penuh kepuasan, seraya meratakan peju di pantat Joyce, kemudian kembali memangku Joyce. Penisnya terlihat mengkilap, berselimut jus cinta.

“Shit ! heh heh…gw belum keluar heh nih !” protes Joyce, dengan nafas terengah-engah.

“Iya perek…heh heh sabaaar heh heh !!” sahut Bang Otong, nafasnya sama memburu.

“Cepet dong heh heh botak…erh, bikin gw heh heh keluar …”.

“Dasar perek…”, Bang Otong mencengkram pinggang Joyce dan mengangkatnya, Joyce berpegangan di setir.

Plak !! “Perek ABG…!”, Plakk !! “Perek cantik…!”, Plaakk !! “Perek kaya…!”, Plaak !!.

Joyce mendesah berakting memohon ampun diperlakukan maniak, gemas dan bernafsu oleh Bang Otong. Dalam layar handycam, terlihat pantat Joyce bilur kemerahan, semakin seksi menggairahkan saja.

(Gila tuh kontol !!), dalam hati-ku, melihat Bang Otong kembali konak.

Dia betul-betul menikmati bisa mempecundangi gadis ABG model Joyce. Beruntungnya dia, sahabatku yang cantik itu ‘sakit’, dia balik menikmati dipecundangi.

“Kesiniin, gw jebol memek lu !”, Bang Otong melempar Joyce ke samping dengan kasar.

Joyce bertumpu pada sikunya di bangku penumpang depan, dan berlutut di bangku supir. Bang Otong berlutut tegak, menempatkan diri di belakang Joyce yang menungging. Dia menggenggam tombak kebanggaannya, dan mengarahkan ke sasaran tembak. Kepala Joyce bertengadah mendesah, “Kontool, Ssshh…shitt !”, menandakan penis Bang Otong, berhasil menyeruak masuk liang senggama. Tentu dengan bergelimangnya lendir vagina, memudahkan prosesi pencoblosan.

“Aaaahh, gila lo…pelanan botak, Shit !!”.

“Nape perekk ?! lu minta ini pan..hah…lu suka dientot pan…niih…nih pereek niih…gua entot lu sampe ketagihan…nungging lu pereek, nunggiiing…nungging ajahg !”, begitulah mereka bersahut-sahutan saling memaki, menikmati persetubuhan.

Betapa sakitnya cara mereka, tapi membuatku horny luar biasa. Kuremas toket, kupuntir puting dan kuobok-obok vagina yang sudah lembab.

“Shit !! He split me in two…it hitting my womb…his bangin’ my cervix !! FUCK MEE, FUUUUUUCCK !!!”.

“HEEEENGGH…HEEEENGGH…GILA NI MEMEKK…GILA NI MEMEEKKK !!”, Bang Otong meracau jorok, menjambak rambut hitam kepirangan Joyce.

“KONTOL…KONTOOOLL…ANJING GILAA…BOTAK SIALAAN…NOVYY…E-ENAK BANGET.AAAAHHH…GW KELUAR…KELUAARRH !!” erang Joyce.

Pinggang Joyce yang sedang mengejat menikmati orgasme, dicengkram erat Bang Otong. Joyce memutar pantat mengaduk liangnya sendiri, penis pun serasa diremas dan dipuntir, menjadikan kenikmatan berganda. Pinggang Bang Otong dan pantat Joyce melekat ketat jadi satu.

“Iyaaaaaahhh…iya-aaaaahhh !!” aku orgasme, ya…aku pun ikut klimaks, adegan mereka hot sekali buatku.

Untuk sejenak handycam tidak focus, bagian ini hilang karena tubuhku sedang bergetar menikmati orgasme, membayangkan aku yang dientot demikian. Dengan mata sayu dan tubuh berkedut-kedut, kucoba mengarahkan layar handycam kembali. Mereka bergerak memisahkan diri, Joyce jatuh telungkup dengan tubuh mengejat-ngejat. Perut Joyce menindih rem tangan mobil, tapi rasa sakitnya hanya ¼ jika dibanding rasa nikmat yang mendera ke seluruh tubuh.

“Oooohh, shitt !! heh heh Shiitt !!”, Joyce meluapkan kenikmatan, nafasnya memburu.

Kufocus handycam pada pantat Joyce yang berkedut-kedut, juga penis Bang Otong yang mulai mengkerut. Mereka mencari udara, berdiam diri untuk memulihkan tenaga.

“Anjritt…memek gw bonyok !! biji peler sialan…!!” maki Joyce setelah melihat keadaan fisik miliknya yang kemerahan, akibat nafsu gila.

“Rasainn…resiko lu jadi perek !! siapa suruh bisa dipake’…”.

“Tukang ngentot…lu aja yang maniak !! ngentot kaya orang kesetanan !!”, makian Joyce yang jalang, membuat batang penis Bang Otong kembali menegang.

Kelebihan Joyce diantara kami bertiga, adalah suaranya yang serak seksi namun lantang, pria normal pasti horny jika mendengarnya.

“Arh !” jerit Joyce, Bang Otong menampar keras pantatnya, jerit itu terulang dan terulang oleh sebab tamparan juga berulang kali.

“SAKIT BOTAAK !!” omel Joyce.

“Dasar perek, maunya dibikin enak mulu…nih gua kasih yang sakit !” pemilik warung itu membuka belahan pantat Joyce dan meludah disana beberapa kali.

“Anjing, gw mau di Anal…SHIT, SHIIT !!”, Joyce merasakan kepala penis Bang Otong menggesek liang anusnya.

“MODAR LUU !!”, Joyce mengerang bagai serigala terluka, padahal hanya masuk ¾ batang saja.

“Anjing, sakit tau !! kontol lo khan gede !!” protes Joyce.

Bang Otong cuek bebek, dia terus menekan penis menggunakan tehnik tarik ulur, hingga batang tertancap keseluruhan menyisakan buah zakar.

“NGEHEKK…seret aje ni bo’ol ENNGGH…uda sering gua pake’ jugakh !!”.

Bang Otong berjongkok di atas bongkahan pantat, kedua tangannya menjambak hingga Joyce bertengadah. Rem tangan yang ditindih perutnya, memaksa Joyce menunggingkan pantat lebih tinggi, membuat Bang Otong semakin happy.

“HEEENGGH…HEEENGGH…HEEEENGGH !!”, Bang Otong membombardir Joyce, hujamannya membuahkan bunyi tepukan keras.

“SHIITT !! FUCK MY ASS…FUCK MY ASS…LUCKY ASSHOLE…FUUCK…YOU BREAKING ME…SHIIT…SHIIIIIITT !!!”, Joyce berteriak keras dengan jari mengobok vaginanya untuk mengurangi rasa sakit di anal.

“GILA BO’OL LU…GILAA BO’OL LUU…GILAAA BO’OL LUU…NI PEJU…GUA TARO DI PANTAT LUU…PEREEK…PEREEEKK, HNNGGGHKKH !!, Bang Otong menyodok sedalam mungkin, perut Joyce terpaksa menindih rem tangan karena tubuhnya tergencet.

CROOOOOOOTTT !!! CROT CROT CROOOTTT !!, Bang Otong bergidik nikmat, liur dan ingusnya meler tak karuan di tiap kecrotan.

Rasa perih seketika hilang, Joyce menikmati peju yang menembak deras, membasuh lecet dan hangus di anus.

“Haah, puas gua ini hari…dapet mulut, memek, bo’ol…enaak…” ujar Bang Otong, yang kemudian sesukanya mencabut penis, Joyce terpekik kecil seirama letupan.

“Hehe, terima tuh peju gua…lihat nih Neng Novy, peju Abang ada di memek sama bo’ol temennye…” ejek Bang Otong ke arahku, jarinya membuka lebar belahan pantat dan bibir vagina Joyce, seakan memintaku meng-shoot kesitu.

“Neng Novy juga siap-siap Abang bikin kaya gini lho” ancamnya menyeringai ke arahku, aku bergidik ngeri dan ngilu membayangkan di Anal demikian.

Pak Mu’in dan Shekti yang sudah tidak sabar, mengetuk jendela mobil minta jatah. Bang Otong dan Joyce merapikan pakaian yang acak-acakan dan rambut yang awut-awutan. Dengan sisa tenaga, mereka keluar mobil bergantian dengan Shekti dan Pak Mu’in yang sekarang masuk ke mobil. Mereka berdua masuk dari bagian tengah, jadi aku harus pindah ke bangku depan. Sebab jika dari bangku paling belakang, tidak bisa memfokus adegan. Pak Mu’in benar-benar sudah tak tahan, dengan bernafsu dia mendorong Shekti telungkup. Tukang es berambut kribo itu menjilati paha dengan rakus, menjalar terus ke pipi pantat. Bibir tebalnya melahap dan menggigit kecil disana, Shekti menjerit histeris menerima rangsangan erotis. Puas menjilat, dia membalik tubuh Shekti. Lidah dan mulutnya pun berpetualang di vagina dan payudara. Tak berlama-lama, Pak Mu’in menelanjangi diri. Diselipkannya penis, walau agak sulit, dia mati-matian terus menekan mencari kenikmatan. Shekti pun mendesah dengan tubuh tersentak, mulut Pak Mu’in ternganga, tanda penis telah meraja di vagina. Tangan Pak Mu’in seperti orang push-up, penisnya menumbuk tanpa ampun. Kembali aku seperti nonton bokep Live Show, mereka tak mempedulikan kehadiranku, betul-betul serasa membuat film bokep saja. Pak Mu’in naik turun gencar, mobil kembali bergoyang. Sesekali, lidahnya menjilati pipi, merasakan manisnya wajah Shekti. Posisi ini membuat memek semakin menjepit legit, kenikmatan itu terlukis di wajah Pak Mu’in yang amit-amit. Mereka berdua saling tatap-menatap, Shekti menatap sayu wajah amburadul penyenggamanya. Surga bagi Pak Mu’in, Neraka buat Shekti.

“Aaaah…aaaahh…Deeper..Deepeeer, eM-Aaahh, Yes !!” desah Shekti, seraya menggigit jari telunjuknya.

“Oooh…Neng Etii…memeknya…enaaaakkh !!” celoteh Pak Mu’in, dia mengejan sekuat tenaga, nafasnya terhenti sejenak.

Ditekannya penis yang sedang muncrat dalam-dalam, Shekti menyambut dengan pinggul berputar bagai mengaduk adonan, mereka saling memasuki satu sama lain. Pak Mu’in menggeram dengan wajah beberapa centi saja dari wajah Shekti. Mereka berkelojotan seirama kedutan di penis dan vagina masing-masing. Mata terpejam meresapi puncak kenikmatan, lezatnya rasa bersebadan.

Nafas memburu tatkala puas tercapai, kufokus handycam pada penis yang berselimut aneka lendir. Shekti rebah di atas jok, Pak Mu’in bersandar, menanti stamina pulih untuk ronde berikutnya. Sambil menunggu, Pak Mu’in iseng meraba paha. Selang beberapa menit, penis kembali mengeras. Badan Shekti dimiringkan, sahabatku itu memasrahkan diri tubuhnya di bolak-balik tukang es nong-nong. Sebelum mereka mulai, aku langsung menyela.

“Ti, gw ikut donk ? ‘gak tahan nih, masa cuma jadi kameramen aja…” protesku, mupeng dientot juga.

“Yah, gw ‘lum puas nih…suruh Joyce dah yang megang handycam !” akupun memanggil Joyce, Bang Otong tetap berjaga diluar mobil.

Kiranya siap di shot adegan, Shekti naik ke atas penis Pak Mu’in, aku ke wajahnya untuk foreplay. Shekti mengisi vaginanya dengan penis diiringi erangan, setelah berhasil menancap, tanpa buang waktu dia menggenjot naik turun. Aku dan Shekti saling bergenggaman jemari, mendesah menjadi-jadi. Pak Mu’in menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas merespon tumbukan. Lidahnya menyusuri organ kewanitaanku, liang terasa lembab, ludah meramaikan hingga basah.

“Yeaah, gitu Pak.. terush… jilati sepuasmu !” demikian desahku, ketika vaginaku dilahap dia penuh nafsu.

Shekti bagai menunggang kuda saja, dia menumbuk dengan gencar hingga Pak Mu’in kelabakan, sampai liur dan ingus meleleran. Tiba-tiba, Shekti menghentikan tumbukan, tubuhnya menggigil, kulihat di daerah selangkangan membludak cairan bening. Dia pindah ke bangku belakang, tiduran mengistirahatkan badan. Giliranku kini beraksi, kutindih Pak Mu’in yang terlentang. Penisnya yang masih mengacung tegak kubimbing untuk memasuki milikku, sementara Joyce mendekat agar adegan bisa detail. Tapi, liang memeknya malah jadi sasaran jari, Joyce meng-shot sambil mendesah ikut meramaikan adegan.

Aku bergoyang di atas penis Pak Mu’in, yang sedang asik mengobok-obok vagina. Joyce menambah kegilaan dengan menstarter mobil menyalakan AC dan memutar musik Bon Jovi, ‘One Wild Night’. Begitulah judul lagunya, Hot iramanya se-Hot seks kami.

[One Wild Night, crazy by the moonlight, One wild night !!”]

Isi liriknya sesuai dengan kehidupan kami malam itu. Belum selesai aku mendapatkan klimaks yang kucari, seseorang mendorong tubuhku dari belakang, dari jongkok hingga telungkup di atas Pak Mu’in. Orang itu langsung membuka belahan pantatku dan meludah disana beberapa kali, aku tau siapa dia dan apa yang diinginkannya…BANG OTONG MAU ANAL SEX !!.

(Shit !!, kena juga deh gw…), keluhku.

“Bujug buset, seret bener ni bo’ol…nyesek to’ol gua !” celoteh pemilik warung berkepala gundul itu.

Sekejap tubuhku terasa penuh, dua liangku terisi penis, aku di sandwich. Bang Otong langsung bergerak brutal mencari ejakulasinya, Pak Mu’in tak dapat bergerak banyak, seks di dominasi Bang Otong. Akupun hanya bisa mengerang, Pak Mu’in yang sudah terlebih dahulu ejakulasi, malah menjadi korban ekspresi kesakitanku, rambut kribonya aku jambak-jambak dan kami bersamaan teriak. Untunglah Bang Otong tak lama, pasti karena sempitnya. Air mani banyak sekali kurasa menembak anusku. Rasa pedih sirna seketika, terbasuh lecetnya. Kurang ajar memang dia, mencabut penis seenaknya dan diakhiri dengan tamparan keras di pantatku sambil tertawa. Pokoknya malam itu, kami ngeseks gila-gilaan, bahkan membalas SMS dari Ortu-pun sambil dientot. Shekti contohnya, dia di bangku belakang disuruh Bang Otong nungging. Pantatnya diincar mau di-Anal juga, Shekti memekik sementara tangan mengetik SMS di ponsel.

Joyce malah lebih gila, dia yang telah menangkap basah Mami-nya selingkuh dengan berondong Gigolo Melawai, cuek mengangkat telp dari Mami-nya dan berbincang sambil dientot Pak Mu’in, dimana dia terpental-pental nungging. Ironi sekali, aku sendiri juga jadi terpaksa menulis kata ‘baik-baik saja’ pada Papahku. Padahal disaat yang sama, aku dan kedua sahabatku sedang pesta seks. Dan seperti pemain bokep saja, saat pesta berakhir, kami semua tersenyum melambaikan tangan ke handycam. Kami keluar dari Ancol dengan sejuta kesenangan dan kepuasan. Pak Mu’in minta diantar ke tempat yang berbeda, rumahnya memang berbeda dengan Bang Otong. Setelah sampai di sebuah jalan perkampungan, kami parkir jauh di sebuah lapangan, agar tidak mencurigakan. Sebelum keluar mobil, dia minta di Oral, dasar tua-tua keladi. Kami pun mengabulkan permintaan terakhirnya, Bang Otong disuruh Joyce memegang handycam untuk merekam adegan kami. Penis Pak Mu’in jadi mainan mulut dan lidah kami, pindah dari satu mulut ke mulut lainnya. Penis itupun berkedut saat kukulum, Pak Mu’in menariknya keluar kemudian melenguh panjang. Kukucok dalam genggamanku dengan gencar.

“Ayo Paaak…muncratiiin…kelua.Aaaaaahhh !!”, mani Pak Mu’in tiba-tiba menembak wajahku,

Cairan kental berbau khas memancar dengan deras, membasahi wajahku. Namun Joyce segera mengambil alih penis, mengarahkan muncratan ke wajahnya, begitu juga Shekti yang minta bagian. Kami berebutan menelan cairan amis itu, penis di pompa habis agar keluar semua, pemiliknya nampak mendesah-desah kelabakan

“Sabar neng, sabaaar…bisa putus kontol Bapak entar” katanya, terbata-bata.

Setelah tidak ada lagi yang keluar, kami saling menjilati wajah satu sama lain. Dan sekali lagi tersenyum ke arah handycam sambil menggenggam penis, bahkan aku mengecup kepalanya. Kami melambai dan, selesailah adegan.

Pak Mu’in keluar mobil lesu tak bertenaga, tapi wajahnya terlihat puas tiada tara. Bang Otong juga sama, tak mau kalah dan meminta jatah. Tapi, Anal lagi Anal lagi…jadi sebal, khan sakit. Kami disuruh nungging di jok tengah bertiga, sambil memegang handycam, dia berposisi setengah jongkok dan setengah berdiri. Satu per satu, Bang Otong meng-Anal kami, dasar ‘Otong’ maniak. Ketika mau keluar, dia buru-buru mencabut, lalu pindah ke pantat sebelahnya. Begitu dia memperlakukan kami bertiga, kami hanya bisa menjerit dan membuka belahan pantat dengan kedua tangan. Terakhir, Bang Otong terdengar menggeram nikmat keras, ketika sedang meng-Anal Shekti. Dia menekan penisnya dalam-dalam, hingga Shekti mengaduh kesakitan dengan mata terbelalak. Tubuhnya menggigil nikmat dengan suara mengejan tertahan. Karena aku yang ada di tengah, akulah korban berikutnya. Bang Otong memasukkan penisnya yang masih muncrat itu ke pantatku, aku spontan memekik. Belum habis muncratan, Bang Otong beralih ke pantat Joyce. Sebagai gadis yang paling diincarnya, dia menekan penis sekuat tenaga. Kepala Joyce sampai bergeser dan terantuk kepalaku, kulihat bola matanya mendelik menyisakan putih. Pasti dalam sekali penis itu tertanam, geramannya sampai mengalahkan suara bising lagu Rock. Tangan Joyce menggebrak-gebrak jok mobil, kakinya mengepak-ngepak seperti berenang gaya bebas, menendang punggung Bang Otong agar berhenti, karena memang sudah tidak ada lagi yang bisa dimasukkan, semua batang penis telah tertancap. Namun tampaknya, pemilik warung rokok itu tak ambil peduli. Akhirnya dia bergidik nikmat, menuntaskan ejakulasi sampai tetes mani penghabisan. Sebagai scene terakhir, Bang Otong menyorot handycam ke tiap-tiap pantat. Menyuruh kami untuk membuka lebar belahannya dengan kedua tangan, agar terlihat anus kami bertiga yang penuh dengan sperma, hasil karya maniaknya. Dia tertawa menang, wajah amit-amitnya itu terekam menjijikkan ketika kami menonton ulang semua adegan yang terekam handycam di rumah Joyce waktu mandi bersama. Aku pulang ke rumah dengan tulang serasa lolos.

* One of the best crazy memory, with my two best friends *

***************************

# Esoknya, minggu pagi…

Tok ! tok ! tok !!, suara pintu diketuk, selagi aku melilitkan handuk di rambut memakai kimono sehabis mandi, hendak sarapan.

“Permisii…!”.

“Yaa, sebentar…”.

Ceklek !, kubuka pintu, terlihatlah seorang Bapak tua, sedikit lebih tua dari Papahku yang kira-kira usianya hampir 60-an. Wajahnya penuh dengan bisul yang menjijikkan, gemuk dan berkulit hitam. Tamu itu membeku, menatapku dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Iya, ada apa ?” kataku memecah lamunannya.

“Oh, Bapaknya ada dik ?”.

“Masih ke Swalayan sama Mamah…Bapak, Pak Mukarom yah ?”.

“Iya dik betul, kok tau ? ini dik Novy yah…?”.

“Iya, kok tau juga hehehe mari masuk Pak…” tawarku, pria itupun masuk.

“Ya, Pak Lutfi khan cuma punya anak satu…” katanya, sambil berlalu duduk.

“Waktu dik Novy kecil, Bapak juga suka bantu ganti popoknya lho…” ledeknya menyeringai.

“Hihihi, jadi maluu…” sahutku, dengan wajah merah seperti kepiting rebus.

“Yah, itu khan dulu…sekarang udah besar, udah cantik !! engga kalah sama Ibunya he he he” terangnya menjurus dengan tatapan mesum.

(Jangan-jangan jangan-jangan nih Bapak…), aku tersenyum manis mendengar pujiannya.

Obrolan kami disela suara klakson motor, yang rupanya Papah dan Mamah sudah pulang shoping. Mobil keluarga terpaksa dijual, untuk menutupi kerugian perusahaan yang sudah lebih dari satu kali. Selanjutnya, mereka berbincang serius masalah bisnis. Pria itu, aku tak akan pernah bisa memaafkannya. Penyebab hancurnya keluarga-ku, kehidupanku, juga cinta-ku. Hari itulah hari pertama aku bertemu dengannya, hari yang tak bisa kulupakan seumur hidup, kemana pun akan kubawa serta ingatan tersebut…

<#>=@=<#>

Pagi itu, aku sibuk mengepak barang. Kami bertiga bulat bersepakat untuk liburan, menghilangkan stress ke pulau Bidadari. Disana ada penginapan mewah milik Joyce. Kami ingin menggunakan kesempatan untuk bersenang-senang sepuasnya. Aku membawa pakaian renang mini, bisa dibilang sebenarnya hanya CD dan Bra sih, Disana kegiatan kami, pasti dipenuhi dengan berenang, disamping memang Hobby. Maka dari itu, tidak mengherankan, jika tubuh kami tinggi untuk ukuran ABG. Dalam perjalanan, aku mengenakan tank top pink, Joyce memakai warna favoritnya hitam, ciri wanita lagi horny, sedang Shekti biru muda. Tak lupa, kami mengenakan Syal melingkar di leher senada dengan tank top. Untuk bawahan, kami kompak celana pendek jeans Rodeo warna putih. Kontrasnya warna pakaian dan kulit, menambah pesona yang membuat semua pria menoleh hingga leher mereka keseleo.

Din, diiiinn !!, suara klakson mobil.

“Oi Nov…cepetan !!” panggil Joyce, aku tahu dari suaranya yang cempreng, suara Shekti jauh lebih lembut.

Aku pun berpamitan dengan kedua orang tuaku, yang dari raut wajah mereka tampak sedang kesulitan. Mamah menyeka air mata di pipinya, aku mengusap-usap punggung wanita yang mengandungku itu, mencoba menghibur. Seharusnya memang aku hanyut dalam derita keluarga bersama-sama, bukan bersenang-senang meninggalkan Orang tua dalam kesulitan.

“Hati-hati di jalan nak…jangan lama-lama yah, nanti Mamah kangeen…muach, muach !” kata Ibuku terCinta, sambil mencium kedua pipiku.

Beliau semakin banyak meneteskan air mata, hingga membasahi pipi kami berdua. Aku memang belum pernah pergi sampai menginap di luar. Walaupun main ke rumah Joyce, Shekti ataupun dugem, malamnya pasti tetap pulang. Tak sanggup, air mataku pun menetes jua. Aku hanya bisa membalas dengan ciuman panjang di pipi Mamah, sebagai tanda sayangku padanya. Papahku pun juga ku-kecup demikian. Setelah itu, aku melambaikan tangan tanda perpisahan pada mereka, untuk pergi meninggalkan rumah. Ketika mataku memandang pada keadaan sekitar, aku merasa hidup ini indah. Indah dengan semua yang ada, yang sekarang melingkupi dan menemani. Tetapi, jikala aku mengingat kalian wahai Papah-Mamah…aku menangis, aku sangat merindukan kalian. Seketika pipiku dibanjiri air mata. Hal ini semua menjadikan kenangan berikutnya yang terngiang-ngiang di kepala. Sehingga, bukan hanya wajah kedua sahabatku yang ada di angkasa, tapi juga wajah Papah dan Mamahku. Wajah kedua sahabat mengisi sudut langit Timur dan Barat, sedang Papah dan Mamah mengisi Utara dan Selatan, hingga luasnya langit malam yang membentang, terasa sempit dipenuhi wajah mereka berempat. Meskipun kutau mereka sebenarnya hanya ada di awang-awang pikiran.

There’s a river…of sorrow…running through my heart…

To the long night…I will follow…

The glimmer in the dark…

Lord you are…the Human Spark…

(Tuhan…jaga mereka semua untukku…mereka semua orang yang kusayangi dan selalu ada di hati, walaupun tak ada di sisi…kini…), do’aku menatap langit.

Kueratkan genggaman tangan, pada kalung yang kupegang. Kulekatkan kepalan, di dada yang berdetak kencang. Kenangan oh kenangan…

END, this Chapter.



« Back | Next »

Download film langsung dari hape !
+ KISAH PANAS +
[01] | [02] | [03] | [04] | [05] | [06] | [07] | [08] | [09] | [10] | [11] | [12] | [13] | [14] | [15] | [16] | [17] | [18] | [19] | [20]
Home Home
Guestbook Guestbook

U-ON
4672
INDOHIT.SEXTGEM.COM