watch sexy videos at nza-vids!
Download aplikasi gratis untuk Android
INDOHIT.SEXTGEM.COM

Setelah Pindah


Bagian 1: Kedatangan


Disepanjang perjalanan ke kota S aku sudah merasa nervous, dan begitu taksi berbelok masuk ke lingkungan perumahan papaku, kecemasanku berada di puncaknya. Aku belum pernah berkunjung ke rumah papaku, karena selama ini aku tinggal dengan mamaku di Kota N. Tapi saat mamaku akhirnya menerima tawaran untuk mengajar di sebuah Universitas di Paris, orang tuaku memutuskan bahwa aku harus tinggal dengan papaku, istri barunya dan adik tiriku.

Aku merasa gugup karena sudah tiga tahun lebih aku tak berjumpa dengan papaku, istrinya, Tante Lisa, dan adik tiriku, Raka. Setelah orang tuaku bercerai, Papaku pindah ke Kota C dimana dia bertemu dengan Tante Lisa. Itu 5 tahun yang lalu dan selama itu keluarga baru papaku tinggal di China selama beberapa tahun dan kemudian pindah lagi ke Kota S dimusim panas ini.

Papaku adalah seorang businessman yang billian dan telah berhasil mencetak milyaran uang di Wall Street, kemudian di China dan sekarang dia menjabat sebagai CEO di perusahaannya sendiri. Saat begitu banyak orang yang bangkrut saat krisis ekonomi melanda, papaku malah sebaliknya. Dan itu semua jelas terlihat saat taksi yang kutumpangi mulai memasuki pekarangan rumah papaku. Sebuah rumah yang berukuran sangat besar.

Kubayar ongkos taksinya dan menjinjing koperku berjalan menaiki tangga menuju ke gerbang utama. Ada perasaan takut dalam sejenak sebelum aku memencet bel. Bagaimana kalau mereka tidak mengenaliku atau kalau mereka tak mau aku tinggal bersama mereka?

Serasa berjam-jam lamanya rentang waktu antara saat aku tekan bel dan suara kunci pintu yang diputar. Pintu besar yang terlihat berat itu mengayun masuk ke dalam tanpa suara berderit dan di pintu tersebut berdiri istri papaku, Tante Lisa. Sungguh pemandangan yang memukau. Aku tahu kalau Tante Lisa berumur 37 tapi dia terlihat sepuluh taun lebih muda. Dia adalah seorang wanita berambut pirang yang tergerai hampir sebahunya.

"Hai Janu," sapa Tante Lisa dengan tersenyum dan melangkah ke depan untuk memelukku. Dengan tinggiku yang sekitar 185cm dan 30cm lebih tinggi darinya, Tante Lisa harus berjinjit meskipun sudah memakai high heels.

Dia mendorong tubuhku sedikit agar dapat mengamatiku. "Lihat kamu, sudah dewasa dan gagah. Aku hampir tidak mengenalimu."

"Terima kasih Tante." Aku bisa mengerti karena terakhir kali kami bertemu adalah saat aku berumur 15 tahun. 3 tahun terakhir aku ikut salah satu seni bela diri dan menempa tubuhku jadi sosok petarung kekar. Disaat yang sama, minatku tertuju pada hal yang disukai para remaja seusiaku, seorang gadis. Dalam 3 tahun terakhir juga aku mendapat reputasi sebagai seorang penakluk wanita di sekolah lamaku dan rasa penasaranku tentang sex semakin bertambah kuat. Itu merubah hidup dan juga kepribadianku. Sebelum itu aku adalah seorang yang mandiri dan penuh toleransi, tapi sekarang aku sudah berubah jadi seorang yang sangat egois. Tapi aku selalu dapat menutupi hal tersebut dari orang lain. Tapi kalau mau jujur, kalau aku menginginkan sesuatu, aku akan menempuh segala cara untuk mendapatkannya.

"Kamu sangat berubah. Sekarang kamu sudah jadi seorang pria yang tinggi, gagah dan juga sangat ganteng."

"Terima kasih Tante. Tante terlihat sama sekali tak berubah, seakan waktu berhenti berjalan." Ini bukan pujian gombal. Tante Lisa masih memiliki wajah cantik dengan rambut pirang dan bola mata biru yang indah. Terakhir aku hanya menganggapnya Istri baru Papaku, tapi hari ini untuk pertama kalinya aku melihatnya sebagai seorang wanita. Hari ini, dia memakai gaun katun dengan model leher V berpotongan rendah yang sedikit memamerkan belahan buah dadanya yang sekal. Tinggi tubuhnya yang 155cm membuat tubuhnya terlihat proporsional, dengan buah dada kencang dan pantat menggoda menghiasi lekuk tubuhnya yang indah. Aku langsung dapat merasakan batang kontolku berdenyut .

"Ayo masuk dan kutunjukkan kamarmu," kata Tante Lisa mengajakku masuk ke dalam rumah.

"Ayo," jawabku sambil mengangkat koper dan masuk ke dalam rumah. "Papa dan Raka mana?"

"Tio masih di kantor dan Raka sedang tidur siang. Dia sudah tak sabar ingin ketemu kamu sampai-sampai tak bisa tidur semalam," kata Tante Lisa dengan tersenyum. "Dalam seminggu ini dia terus bicara tentang kamu yang akan tinggal di sini."

Aku tertawa kecil dan berkata pada Tante Lisa. "Kuharap aku tak mengecewakannya."

"Aku yakin tidak. Dia hanya bocah 3 tahun yang menginginkan seorang kakak. Hadiah yang kamu kirimkan saat kami di China dulu adalah hadiah terbaik untuknya. Boneka beruang itu selalu menemaninya tidur sejak saat itu," kata Tante Lisa saat kami berjalan menyusuri lorong. Di ujung lorong itu dia membuka sebuah pintu.

"Inilah kamarmu. Kuharap tidak mengecewakan," kata Tante Lisa terlihat sedikit nervous.

Kumasuki kamar tersebut. Sebuah kamar dengan ukuran besar, dengan dekorasi yang sangat tepat. "Wow Tante Lisa," ucapku. "Ini... ini sangat hebat."

"Ada kamar mandinya di dalam," kata Tante Lisa menunjuk sebuah pintu. "Dan kami memilihkan kamar ini karena terpisah dengan rumah utama. Kadang remaja umur 18 tahun butuh privasi. Kamarku dan Tio ada di lantai satu dan kamar Raka juga."

Aku sungguh tak percaya. Sudah dapat kamar yang hebat, masih diberi privasi sendiri juga. Aku sudah tak sabar untuk tinggal di sini. "Aku sangat suka kamarku Tante Lisa," ucapku dengan tersenyum lebar.

"Akan kubiarkan kamu membongkar bawaanmu, istirahat sebentar... dan kalau kamu sudah siap... kamu bisa mencariku dan akan kuantar kamu keliling rumah ini," kata Tante Lisa di pintu.

"Terima kasih, aku setuju," jawabku.

Tante Lisa berbalik dan melangkah pergi. Aku tak bisa mencegah godaan untuk memandangi pantatnya yang indah saat dia berjalan menjauh. Roknya menempel ketat pada bongkahan pantat kencangnya yang bergoyang indah saat dia berjalan. Kehidupanku kelihatannya akan semakin menarik...


*****

Bagian 2: Keliling Rumah


Aku bangun dari tidurku dan rupanya aku sudah tertidur sekitar satu jam. Aku rebah di atas kasur dan mulai memikirkan tentang situasi masa depan hidupku. Saat pertama mendengar kabar bahwa aku harus pindah ke Kota S untuk tinggal dengan papaku, aku merasa sangat marah. Di Kota N aku sudah punya banyak wanita yang memujaku yang selalu bersedia melakukan apapun yang kumau – ya aku telah berhasil jadi seorang penakluk wanita. Remaja mana yang mau melepaskan semua yang kumiliki tersebut? Tapi setelah bertemu Tante Lisa lagi, aku mulai menemukan manfaat pindah ke Kota S.

Seperti yang pernah kukatakan tentang perubahan kepribadianku sekarang, egois. Saat kumemikirkan tentang Tante Lisa, kembali kurasakan batang kontolku berdenyut dan mulai mengeras. Aku tak pedulikan kenyataan kalau dia adalah istri papaku atau mama tiriku, tapi saat ini aku membayangkan Tante Lisa sebagai seorang wanita yang kuinginkan, yang ingin kudapatkan kenikmatan tubuhnya. Aku bukannya tak sadar kalau nanti aku berhasil menundukkan Tante Lisa, aku akan menghianati dan mempecundangi papaku sendiri. Itulah siapa aku sekarang ini.

Kubetulkan kontolku yang tegang lalu aku bangun. Dengan cepat aku menyusun sebuah rencana. Aku tak mau melakukannya dengan serampangan. Tidak, aku akan melakukannya dengan cara yang halus. Aku akan jadi seorang anak dan teman yang bisa membuat papaku bangga. Aku akan jadi seorang kakak panutan bagi adik tiriku dan jadi seorang teman yang dapat dipercaya serta penuh perhatian bagi mama tiriku. Ini akan butuh waktu tapi saat nanti tiba waktunya untuk memetiknya, buah kemenangan itu akan terasa lebih manis...

***

Aku turun dari tempat tidur dan pergi mencari Tante Lisa. Saat aku sampai di depan lorong pintu masuk, telingaku menangkap sebuah suara dari dalam rumah. Kuikuti asal suara tersebut hingga ke dalam ruang dapur, di sana kudapati Tante Lisa dan seorang anak kecil sedang mengobrol. Aku bersuara batuk-batuk kecil agar mereka tahu kedatanganku.

"Hey," sapa Tante Lisa. "Gimana tidur siangmu?"

"Nyenyak," jawabku dengan tersenyum dan melambai pada Raka. "Dan siapa cowok kecil ini ya?"

Raka berlari ke arahku dan tersenyum lebar sambil berkata dengan lantang. "Namaku Raka dan kamu pasti kakakku, Janu."

Kuulurkan tangan dan tersenyum, "Senang ketemu kamu Raka. Kuharap kita bisa jadi teman baik?"

"Aku juga," Raka langsung menjawab dengan cepat.

"Kamu lapar Janu?" tanya Tante Lisa.

"Tidak, aku sudah makan tadi di pesawat," jawabku, "aku lebih tertarik untuk keliling rumah ini dan sekitarnya."

"Jadi, tunggu apa lagi?" kata Tante Lisa sambil menunjuk sekeliling ruangan dapur. "Seperti yang kamu lihat, ini ruang dapur. Tio selalu bercanda kalau dapur ini adalah ruanganku. Memang sih, aku senang memasak, jadi aku malah merasa ucapan Tio itu jadi sanjungan. Aku suka dengan ruangan ini dan hampir semua waktuku kuhabiskan di sini. Ayo kita lanjutkan kelilingnya, lewat sini."

"Gendong aku," kata Raka, sambil mengangkat kedua tangannya ke arahku.

Aku gendong Raka dan berjalan mengikuti Tante Lisa. Dalam 10 menit berikutnya aku dikenalkan dengan setiap sudut rumah ini dan aku semakin merasa kagum dan bertambah kagum saja.

"Dan yang terakhir, kami punya ruang gym sendiri," kata Tante Lisa sambil membuka sebuah pintu di ruangn yang berukuran besar.

"Wow, aku tak bisa komentar... ini sangat hebat," ucapku sambil melihat berkeliling. Club gym-ku di Kota N bahkan tak punya alat yang sehebat dan selengkap di sini. Di salah satu bagian ruangan memiliki dinding kaca besar dan di balik kaca tersebut terletak kolam dalam ruangan yang berukuran jumbo. Di pojok kolam tersebut ada bangunan untuk spa dan sauna.

"Aku berusaha 3-4 kali seminggu untuk berlatih di sini," kata Tante Lisa dan saat menatapku, dia melanjutkan, "kalau kamu juga suka mengolah tubuh... mungkin kita bisa berlatih bareng."

"Tentu saja aku mau. Aku yakin kalau aku bisa ke sini setiap hari nanti. Aku penggila gym," jawabku.

Selama setengah jam berikutnya kami habiskan waktu melihat kebun dan halaman di sekeliling rumah ini. Halaman belakang terlindung dari rumah-rumah tetangga dan di sanalah terletak kolam renang besar serta lapangan tenis. Saat Tante Lisa memperkenalkan setiap sudut rumahnya, kugunakan setiap kesempatan sebaik-baiknya untuk mengamati dirinya. Dia benar-benar menggiurkan, seornag MILF seutuhnya. Ketika kami berjalan menaiki tangga, aku membuntutinya dari belakang, biar aku dapat mengamati pantat dan pahanya yang kencang dengan sepenuhnya. Saat dia tak menyadarinya, aku amati tubuh depannya. Kuperkirakan buah dadanya berukuran C-cup tapi dengan sosok tubuhnya, jadi terlihat lebih besar dari ukuran sebenarnya. Semua kulakukan sesuai rencanaku, pelan namun pasti.

"Baiklah, aku harus menyiapkan makan malam," kata Tante Lisa said, saat kami masuk kembali ke dapur.

"Ayo Kak, kita main di kamarku," ajak Raka.

"Raka, mungkin Janu tak biasa main dengan anak umur tiga tahun," sahut Tante Lisa cepat sambil melirik ke arahku.

"Kalau Tante tak butuh bantuan di dapur, aku ingin main dengan adik kecilku," jawabku dengan tersenyum pada Tante Lisa.

"Aku tak butuh bantuan, kalian berdua main saja," kata Tante Lisa.

Raka langsung bersorak kegirangan dan memaksaku untuk segera pergi. "Ayo Kak Janu... kita main di kamarku."

Saat aku beranjak pergi, kudengar suara Tante Lisa dari belakang. "Bilang saja ke Raka kalau kamu sudah capai main dengannya. Kami tak mau memaksamu harus bersamanya setiap saat."

Aku menoleh ke belakang dan berkata pada Tante Lisa dengan mata berbinar, "Sudah lama aku menginginkan seorang adik, jadi akan kunikmati waktuku sebisanya bersama dia."

"That’s so sweet," kudengar Tante Lisa berbisik saat kutinggalkan dapur.


*****

Bagian 3: Bertemu Papa


Satu jam kemudian aku duduk di ambang jendela kamar Raka, memandang ke luar. Raka sedang bermain dengan suka cita di lantai, kala kulihat sebuah mobil masuk ke pekarangan rumah. Itu pasti papa yang baru pulang dari kantor, pikirku.

Aku turun menuju ke dapur tapi sebelum aku masuk ke sana, kudengar sebuah suara.

"Tio, kamu takkan percaya seberapa tingginya Janu sekarang. Dia tumbuh jadi seorang pemuda yang gagah dan tampan dan dia juga sangat baik. Sekarang dia sedang main dengan Raka," suara halus Tante Lisa mengalir keluar dari ruangan tersebut.

"Aku tak sabar untuk ketemu dia," jawab papaku.

Kuanggap itu sebuah tanda dan aku masuk ke dapur dengan senyuman lebar di wajahku sambil berkata, "Hai Pa, sudah sangat lama kita tak ketemu."

Papaku berbalik dan menyambutku dengan pelukan. "Hai Nak... ya sudah sangat lama kita tak bertemu. Tapi seperti yang kuceritakan, bisnis sangat keras beberapa tahun belakangan."

Kupeluk papaku, aku merasakan perubahan juga di dirinya. Terakhir kali aku melihatnya saat aku baru berumur 14 tahun. Waktu itu papa terlihat sesosok lelaki yang tinggi, tapi sekarang aku sudah sedikit lebih tinggi darinya. Saat kukecil papa terlihat ramping, tapi sekarang dia tak bisa menghindari lemak ditubuhnya. Melihat itu aku tersenyum dan berkata, "Papa masih terlihat gagah untuk pria seumuran Papa."

"Ya aku semakin tua tapi lihat dirimu. Kamu sudah tumbuh gagah dan tubuhmu jadi kekar. Mirip sepertiku saat seusiamu," jawab papa.

"Makan malam siap," kata Tante Lisa. "Aku akan panggil Raka."

"Jangan, biar aku yang panggil Raka," ucapku. "Tadi aku sudah tak membantumu saat masak atau menyiapkan meja, jadi itu adalah tugasku."

"Baiklah Janu," jawab Tante Lisa tersenyum sambil membawa mangkuk berisi sayuran ke meja makan.

Saat makan malam, kami bercengkerama dengan begitu akrab. Dari situ kutahu kalau beberapa tahun terakhir ini Tante Lisa tidak bekerja dan hanya mengurus Raka sepenuhnya. Dan sejak minggu kemarin Raka mulai masuk pre school, jadi Tante Lisa punya sedikit waktu luang. Dia masih bingung antara kembali kerja atau menyibukkan diri pada kegiatan sosial di lingkungan ini. Ada beberapa teman lama Tante Lisa saat kuliah dulu, yang sekarang tinggal di lingkungan ini dan mereka memberi ide pada Tante Lisa tentang semacam kegiatan amal. Papaku sendiri adalah seorang yang gila kerja, selalu berangkat pagi dan kalau kerjaannya lancar baru bisa pulang sebelum jam makan malam.

Saat topik pembicaraan tentang kerjaannya, papa menatapku dan berkata, "Aku yakin kalau kamu sekolah dengan serius. Seingatku kamu selalu dapat ranking sepuluh besar setiap tahunnya."

"Begini Pa," jawabku dengan tersenyum lebar padanya, "Papa sudah menetapkan standard untuk keluarga ini dan aku selalu berusaha keras untuk mencapai standard tersebut."

Pada kenyataannya itu semua hanyalah bualan belaka. Aku jarang mengerjakan PR ataupun belajar, tapi untunglah aku sudah diberkati dengan IQ yang tinggi. Artinya, aku selalu berhasil mendapat nilai bagus dengan tanpa bersusah payah.

"Mottoku selama ini adalah: Kerja keras... bermimpi setinggi langit," kata papaku, "Kurasa ini sudah turunan di darah kita, like father like son."

"Yeah," jawabku, "Ngomong-ngomong soal kerja, bukankah kita seharusnya mendiskusikan tentang tugasku di rumah ini?"

"Tugas?" Papa tertawa.

"Ya," ucapku, "aku sudah delapan belas tahun dan aku ingin membantu pekerjaan di rumah ini. Aku tak mau dikatakan hanya memanfaatkan kebaikanmu saja."

"Tak banyak tugas yang bisa kamu kerjakan," kata Tante Lisa, "ada 2 pembantu yang datang dua kali seminggu untuk membersihkan rumah dan tukang kebun datang sekali seminggu. Aku masak sendiri, jadi sudah tak ada lagi pekerjaan rumah yang tersisa."

"Dengar kan, Nak? Sudah tak ada lagi pekerjaan rumah yang bisa kamu kerjakan," papa melanjutkan.

"Memang kedengarannya bagus, tapi aku tetap memaksa untuk bisa melakukan sebuah tugas pekerjaan rumah sebagai ganti tinggal di sini," ucapku, "Aku punya saran. Bagaimana kalau aku saja yang bertanggung jawab dengan perawatan ruang gym, kolam renang dan lapangan tenis? Dan aku bisa menjaga Raka kalau kalian sedang keluar."

Papa memandang senang padaku, "Aku senang dengan idemu. Kalau kamu ingin melakukan kerjaan itu... kamu mendapatkannya. Lagipula aku sering tak punya waktu untuk ke gym."

"Bagus," jawabku. "Mungkin aku bisa minta bantuan dari Tante Lisa."

"Tentu," kata Tante Lisa, "apa yang bisa kubantu?"

"Beberapa tahun lagi aku akan kuliah. Dan sebelum itu aku ingin belajar memasak yang enak. Aku harap Tante mau mengajariku memasak saat Tante membuat makan malam," ucapku.

"Ide yang bagus," kata papa, "Aku dulu bahkan tak bisa merebus telur saat pertama kuliah. Kamu anak yang cerdas Janu... dan Lisa adalah salah satu ahli masak terbaik yang kutahu."

"Aku merasa senang sekali mengajarimu Janu," kata Tante Lisa.

Setelah itu aku mulai menguap.

"Tidurlah Janu, kamu punya waktu hampir empat minggu untuk beradaptasi di lingkungan ini sebelum mulai masuk sekolah," kata papa.

Aku pamit untuk pergi ke kamarku. Saat sebelum terlelap aku membatin, kamu merasa canggung saat datang, lalu bertemu Tante Lisa dan hanya dalam beberapa jam saja telah menyusun sebuah rencana besar. Dan sekarang kamu berhasil menarik simpati Raka. Tante Lisa suka padamu dan papamu menganggap kalau kamu adalah seorang anak yang hebat. Kamu punya sebuah harapan besar menanti di depan.


*****

Bagian 4: Mulai Mengenal Tante Lisa


Aku bangun kesiangan keesokan harinya. Aku langsung menuju dapur. Ada sebuah notes di meja konter, yang ditulis Tante Lisa, dia sedang mengantar Raka ke pre school tapi akan balik ke rumah dalam beberapa jam.

Kuambil seral dari dalam lemari sekaligus dengan mangkuknya dan kemudian menuju ke kulkas untuk mengambil susu. Kemudian aku mulai sarapan, sambil mengingat kejadian kemarin. Aku masih sangat tertarik untuk segera menundukkan Tante Lisa, tapi itu harus kulakukan pela-pelan. Jadi untuk beberapa hari kedepan aku harus puas dengan servis tanganku sendiri untuk mendapat pelampiasan.

Sepuluh menit kemudian kudengar suara mobil dan beberapa saat kemudian Tante Lisa berjalan masuk ke dapur. Wow... dadaku berdebar kencang kala kulihat pemandangan nan menawan dari seorang wanita cantik yang melangkah ke arahku. Tante Lisa mengenakan tank top tanpa lengan berwarna giok yang memperlihatkan buah dadanya yang kencang membusung. Celananya berwarna putih dan bahannya begitu tipis, nyaris tembus pandang.

"Pagi Janu," kata Tante Lisa, "Bisa tidur nyenyak?"

"Yeah sangat nyenyak," jawabku.

"Punya rencana apa hari ini?" Tanya Tante Lisa.

"Aku ingin berlatih di gym yang lama, sudah beberapa hari aku tidak latihan. Mungkin Tante mau gabung... tahu kan, makin ramai, makin meriah?"

"Tentu saja mau. Aku ganti pakaian dulu, kita ketemu di gym nanti," jawab Tante Lisa.

***

Lima menit kemudian aku sudah ganti pakaian, kaos dan celana pendek baggy. Lalu aku menuju ke ruang latihan, Tante Lisa juga baru saja sampai.

"Santai junior," ucapku pada diriku sendiri saat krasakan sebuah desiran dari dalam celanaku. Tante Lisa benar-benar siap untuk berlatih, memakai atasan ketat warna biru dan semacam celan yoga untuk bawahannya. Baju atasnya membuat belahan dadanya nampak sempurna... dan bisa kurasakan batang kontolku mulai mengeras.

"Kamu punya saran apa untuk latihan kita?" Tante Lisa tersenyum dan bertanya dengan suaranya yang lembut dan sensual.

"Gimana kalau kita mulai dengan cardio selama setengah jam baru kemudian pindah ke angkat berat. Kita bisa gantian mengawasi," jawabku.

"Ok," kata Tante Lisa, "aku mulai dengan stair stepper."

"Aku pilih exercise bike saja," sahutku cepat, karena letaknya tepat di belakang steppers.

Mulai kukayuh pedal sepeda sambil memandangi pantat kencang milik Tante Lisa. Dengan posisinya tersebut aku bisa bebas mengamatinya tanpa takut kepergok. Batang kontolku bereaksi dan membesar dengan cepat... untungnya aku pakai celana pendek model baggy.

Setelah setengah jam kami berhenti dan aku tanya Tante Lisa apa dia mau coba bench press atau alat lainnya untuk membentuk otot dada kita.

"Aku tak yakin. Aku jarang latihan angkat berat," kata Tante Lisa.

"Tak apa... kita lakukan pelan-pelan saja," ucapku, "Hasilnya jauh lebih bagus daripada pakai mesin."

"Ok ayo kita lakukan," kata Tante Lisa.

Lalu kami mulai latihan hingga peluh bercucuran. Saat Tante Lisa hanya pakai sedikit barbel saja, aku tak mampu menahan diri untuk pamer. Terakhir aku pakai beban hingga 350 pound. Giliran Tante Lisa yang mengawasiku dan dia terlihat sangat tegang.

"Kalau kamu gagal aku sama sekali tak bisa menolong," ucap Tante Lisa.

"Tak apa, Tante hanya atur bebannya saja dan aku tak akan kesulitan mengangkatnya," jawabku. Hampir saja terjadi kecelakaan sekali... itu saat aku mulai mengangkat beban, pandanganku terpaku pada selangkangan Tante Lisa. Latihan yang kami lakukan telah membuatnya berkeringat, hingga kau dapat melihat garis tepian celana dalamya tercetak jelas. Mencoba angkat berat saat kamu ereksi... sebuah pekerjaan yang sulit dilakukan.

Latihan yang terakhir adalah chest flies. Aku lihat Tante Lisa sedang berlutut, memberiku kesempatan untuk mengintip buah dadanya dengan lebih leluasa. Kuperhatikan putingnya tampak mengeras dan aku harus menahan diri sebisanya. Akan kulakukan apapun untuk depat menyentuhnya, tapi aku tetap jaga diri agar terlihat tenang.

Seusai latihan kami pergi ke kamar mandi masing-masing yang terpisah. Begitu telanjang, batang kontolku sudah sangatlah keras hingga terasa nyeri. Serasa batang besi saja dan aku harus langsung onani untuk meredakan beban ini. Hanya membayangkan kedekatanku dengan Tante Lisa selama dua jam tadi membuat birahiku naik, langsung kubalurkan sabun cair dan mulai kukocok batang kontolku perlahan. Saat birahiku semakin naik, begitu pula kocokanku yang semakin cepat dan keras. Kupejamkan mata dan membayangkan sedang menyetubuhi buah dada Tante Lisa hingga akhirnya kusemprotkan spermaku ke dinding kamar mandi. Aku ejakulasi begitu kencang dan banyak.

Kuselesaikan mandiku dan pergi mencari Tante Lisa. Kami makan siang, lalu Tante Lisa pergi menjemput Raka sedangkan aku sibuk memeriksa emailku.

***

Ketika Tante Lisa dan Raka datang, aku lalu main dengan Raka selama satu jam. Kemudian kami putuskan untuk berenang di kolam luar. Aku pergi untuk ganti pakaian, kuputuskan untuk memakai celana pendek longgar saja daripada boxer renang dan kemudian kucari Raka .

Kami hanya bermain-main saja di kolam renang untuk beberapa lama sebelum Tante Lisa datang.

Raka berteriak memanggilnya, "Ma, ayo renang sama kita."

"Jangan hari ini sayang," jawab Tante Lisa dan melambaikan sebotol sun block, "Kalian tidak lupa pakai sun block, kan?"

"Maaf Tante Lisa," ucapku, "Aku benar-benar lupa."

"Tak apa. Raka, ayo sini, Mama pakaikan lotionnya biar kulitmu tak terbakar."

Raka keluar dari air dan berlari ke mamanya, yang tengah duduk di lounger. Tante Lisa tuangkan sedikit lotion ke telapak tangannya dan mulai melulurkan ke tubuh Raka. Saat dia sibuk, aku keluar dari dalam kolam. Kuraih botol lotion yang ada di belakangnya dan mulai melulurkan ke tubuhku sendiri. Tante Lisa melirik ke belakang dan hendak mengucapkan sesuatu, tapi dapat kulihat di wajahnya, kalau dia terpukau dengan tubuh basahku. Lirikan matanya menyusuri tubuh berototku. Dia amati bahu bidangku, lenganku yang berotot, perut six pack-ku dan saat matanya tiba di selangkanganku, wajahnya langsung merona merah. Celana longgarku yang basah dengan sangat jelas memperlihatkan bentuk daging di baliknya. Aku pura-pura tak tahu dan terus saja melanjutkan melulurkan lotion pada kulitku.

"Tante Lisa bisa bantu dengan punggungku?" Ucapku, sambil menyodorkan botol lotion padanya.

Tante Lisa tampak terkejut, lalu berkata, "Sorry Janu, kamu bilang apa tadi?"

Kuulangi, "Bisa bantu dengan punggungku?"

"Tentu," jawab Tante Lisa dan menuangkan sedikit lotion ke telapak tangannya. Aku berbalik dan dia mulai meluluri punggungku. Rasanya dia seakan hanya membelai punggungku dan sekali lagi di hari itu, batang kontolku terbangun.

"Selesai," kata Tante Lisa dan aku berbalik, berdiri tepat di hadapannya.

"Terima kasih, sekarang kulitku aman. Aku harus membiasakan diri dengan sengatan matahari di sini," ucapku.

"Kamu akan cepat terbiasa. Jenis kulitmu cepat beradaptasi, turunan dari keluarga mamamu," kata Tante Lisa dengan tersenyum.

"Memang benar. Kurasa kulitku yang agak gelap ini turunan dari mama dan postur tubuhku dari garis papa. Seperti yang Tante dengar semalam, Papa bilang kalau aku mirip dia saat muda," ucapku.

"Ya benar, Tio memang bilang begitu. Tapi kurasa Tio tak mungkin segagah kamu Janu... kamu pasti lebih kekar dari dia," kata Tante Lisa, sambil berjalan ke arah rumah, "Aku mau siap-siap untuk bikin makan malam sebentar lagi, kalau kamu masih tertarik untuk belajar memasak?"

"Bagus, aku ganti baju dulu. Aku akan langsung menyusul," ucapku, sambil memandang penuh nafsu pada Tante Lisa dari belakang.

***

Selesai ganti baju aku langsung ke dapur dan membantu Tante Lisa memasak makan malam. Acara belajar memasaknya berlangsuk dengan sukses. Kubuat diriku terlihat seperti orang tolol, dan Lsa maupun Raka tak hentinya tertawa tergelak melihat tingkahku. Tapi Tante Lisa mengajariku dengan serius dan dia membimbingku dengan dasar-dasar cara memasak. Jadi dia harus selalu berada di dekatku, dan sering menyentuhku saat dia membetulkan caraku yang salah. Hasilnya, kami jadi berdekatan secara fisik dan wajar jadinya kalau Tante Lisa jadi sering menyentuhku. Itulah tujuan sebenarnya dari maksudku belajar memasak darinya. Terlebih lagi Tante Lisa terlihat begitu sensual saat sedang memasak... cerdas, penuh gairah dan fokus. Berada begitu dekat dengan Tante Lisa juga berefek pada batang kontolku, yang terus tegang sepanjang waktu itu. Kadang, dengan tanganku yang tidak sedang sibuk, aku harus membetulkan letak batang kontolku yang terasa agak mengganggu.

Malam itu papa tidak bisa pulang untuk makan malam bersama tapi Raka, Tante Lisa dan aku mendapat waktu bersama yang menyenangkan. Seusai makan malam adalah waktunya tidur bagi Raka. Kuberi dia kecupan selamat malam lalu aku pergi nonton TV. Tak beberapa lama kemudian Tante Lisa menyusulku dan kami nonton film berdua. Setelah film yang kami tonton selesai, kamipun beranjak.

Kubilang pada Tante Lisa, kalau aku mau pergi tidur. Kudekati dia, lalu kupeluk dan kukecup pipinya sembari berbisik, "Terima kasih sudah membuatku merasa diterima di rumah ini dan di keluarga ini."

Tante Lisa balas memelukku dan menjawab, "Raka dan aku suka dengan kehadiranmu. Kamu benar-benar pemuda yang baik, mau meluangkan waktu bermain dengan adiknya. Aku senang akhirnya kamu bersedia tinggal bersama kami."

Kupeluk Tante Lisa sekali lagi dan dengan tersenyum kuucapkan selamat tidur dan aku pergi ke kamarku sendiri. Setelah beronani sekali akhirnya aku terlelap.


*****

Bagian 5: Menggoda Tante Lisa

Selama seminggu pola yang sama kuulang. Berlatih di gym dan main tenis dengan Tante Lisa beserta buah dadanya yang memantul. Onani di kamar mandi dan main dengan Raka saat siangnya. Berenang dan menyaksikan Tante Lisa dengan baju renangnya yang konservatif. Aku tetap meneruskan belajar memasak, Tante Lisa terus menyentuh tubuhku. Aku jarang melihat papa... dua hari sekali papa baru bisa pulang saat makan malam.

Satu hari aku terbangunkan oleh sinar mentari yang menembus jendela kamar. Aku keluar kamar dan pergi ke dapur. Sebelum aku masuk, aku berhenti saat mendengar suara.

"Sayang, aku harus pergi ke China selama 8-10 hari," terdengar suara papa.

"Jangan lagi Tio," suara Tante Lisa terdengar, "kamu sudah janji, tidak ada lagi travelling untuk urusan kantor."

"Maafkan aku Lisa, tapi mereka membutuhkanku. Ini sebuah kontrak besar dan aku harus ke sana," balas papa.

"Aku bosan dan lelah dengan situasi ini. Gimana dengan Janu... kamu jarang sekali meluangkan waktu untuknya. Dan dia anak yang baik... selalu membantuku dan Raka di rumah ini," suara Tante Lisa terdengar hampir terisak.

"Lisa, aku yakin kamu bisa memastikan, kalau Janu merasa senang berada di sini. Coba buat dia tak kecewa dengan kehidupan barunya. Aku tahu ini waktu yang tak tepat untuk travelling sayang, tapi aku tak akan pergi kalau tak yakin kamu akan bisa mengatasi situasi ini," kata papa.

"Baiklah, akan kucoba," jawab Tante Lisa menyerah.

Setelah itu aku balik lagi ke kamarku dan berfikir, "Sekarang kesempatanmu datang Janu. Dalam beberapa hari ke depan kamu harus coba untuk lebih dekat lagi dengan Tante Lisa."

Tiga puluh menit kemudian papa mengetuk pintu kamarku.

"Hey Nak, aku harus pergi ke China beberapa hari. Aku minta maaf tak bisa meluangkan banyak waktu untuk kita, tapi kuharap semuanya akan berubah sebentar lagi ."

"Tak apa Pa. Aku akan temani dan bantu Tante," ucapku.

"Baguslah," jawab papa.

Kami mengobrol sebentar dan kemudian papa pergi menuju bandara.

Saat aku ke dapur, bisa kulihat kalau Tante Lisa baru saja menangis. Kupeluk dia dan berbisik, "Semuanya akan baik-baik saja. Berpikir positif saja, sekarang Tante bisa memberiku semua tugas yang berat dan aku tak bisa mengadu ke siapapun."

Tante Lisa tertawa dan sambil membelai dadaku pelan, dia berkata, "Kita tak akan melakukan pekerjaan apapun beberapa hari kedepan... kita akan rileks dan bersenang-senang."

"Aku ikut," ucapku dengan tersenyum, "Apa yang akan kita lakukan pertama?"

"Gimana kalau kita cuti pagi ini dan duduk santai dipinggir kolam sambil berjemur," kata Tante Lisa.

"Tak masalah denganku," ucapku dan sambil mengedip pada Tante Lisa, aku melanjutkan, "Tante keberatan kalau aku pakai boxer, daripada celana pendek seperti kemarin? Efeknya lebih bagus untuk berjemur."

"Tentu saja kamu boleh pakai boxer dan kurasa aku akan pakai bikini saja," jawab Tante Lisa dan kemudian berlalu ke kamarnya.

***

Aku sudah berada di kolam saat Tante Lisa muncul. Dia membawa sebuah handuk dan sebotol sun block yang dia bawa setiap harinya. Mataku hampir saja meloncat keluar dari kepalaku. Benar-benar pemandangan yang memukau. Tante Lisa memakai bikini warna biru muda dan bikini itu melekat begitu ketat di tubuhnya yang ramping. Bawahannya terlihat berpotongan dibawah pinggang dan dapat kulihat gundukan di selangkangannya yang tercetak begitu jelas karena ketatnya bahan bikininya. Puting kecil milik Tante Lisa mencuat dari balik bikini saat buah dadanya yang sempurna tergoncang seiring lenggok jalannya. Saat kuamati tubuhnya, aku juga perhatikan kalau matanya juga sedang mengamati tubuhku. Boxerku yang sudah basah membuatnya jadi melekat erat di tubuhku dan kedua bola mata Tante Lisa berhenti tepat di bagian depan boxerku. Boxer yang kupakai melekat pada batang kontolku dengan begitu ketat dan kutahu kalau dia terpukau dengan ukuran kontolku, meskipun sekarang masih belum dalam ukuran sempurnanya.

Awalnya kami hanya berbaring saja sambil mengobrolkan tentang bermacam hal. Dari sana aku tahu, kalau salah satu penyebab Tante Lisa marah dengan kepergian papaku adalah, mereka tengah merencanakan untuk menambah anak lagi. Informasi ini membuat selangkanganku berdenyut.

Sekitar setengah jam kemudian Tante Lisa bangkit dan dia langsung menceburkan diri ke dalam kolam. Menyelam sebentar dan keluar dari air lagi. Dia berjalan ke arahku dan setelah tampak ragu sesaat, kemudian dia menyodorkan botol lotion itu kepadaku dan tidur tengkurap di atas lounger.

"Bisa bantu dengan punggungku?" Tanya Tante Lisa sembari melepas tali bikini atasnya agar tak meninggalkan bekas.

"Tentu," jawabku dan beringsut ke loungernya, "Akan kupijat sekalian."

"Kedengarannya bagus," jawab Tante Lisa.

Kumulai dengan bahu dan punggungnya dalam gerakan yang sangat pelan. Tanganku terus meluncurturun ke sisi tubuhnya untuk menyentuh bagian tepi buah dadanya yang sedikit mengintip dari balik bikini atasnya. Kucoba sembunyikan maksudku yang sebenarnya, bahwa buah dadanya itulah yang menarik perhatianku. Akhirnya aku bergerak turun ke kakinya dan meluluri keduanya dengan merata. Mulut Tante Lisa terus keluarkan rintihan lirih atas perlakuanku. Kuberikan waktu yang lebih lama pada paha bagian dalamnya, mengelusnya dengan selembut dan semenggoda yang aku bisa. Kudengar suara erangannya saat tanganku bergerak naik semakin mendekati selangkangannya. Kuperhatikan ada sedikit noda basah di bagian depan bikini bawahnya, tepat di depan memeknya. Dengan sengaja kusentuhkan ujung jariku pada bagian tersebut. Dia sedikit terlonjak kaget, tapi tak memprotesku. Aku berhenti di titik itu karena aku tak mau merusak seluruh progress bagus yang berhasil kubangun. Aku bangkit dan segera melompat ke dalam air, coba sembunyikan ereksiku.

Dua puluh menit berikutnya kuhabiskan waktu dengan berenang sambil berusaha meredakan diri. Saat aku keluar dari air, Tante Lisa menoleh ke arahku.

"Mau kubantu bagian punggungmu?" Tanyanya.

"Tawaran yang menarik. Punggungku terasa agak nyeri belakangan ini," jawabku dan langsung menuju ke lounger.

Tante Lisa duduk di sampingku. Dia mulai ratakan lotion ke kulitku tapi dengan posisi begitu dia merasa agak kesulitan untuk memijat.

"Kenapa tak naik saja ke atasku?" Usulku.

"Ide bagus," jawab Tante Lisa dan dia beringsut naik ke atas, memposisikan kedua kakinya pada sisi pinggangku, lalu duduk dengan hati-hati di atas bokongku. Dia mulai memijit bahuku dan dengan gerakan memutar, tangannya bergerak ke samping. Aku mengerang keenakan saat dia teruskan pijatannya dan bisa kurasakan batang kontolku mulai membesar. Pijatan Tante Lisa bergerak turun pada kakiku dan aku terus keluarkan erang keenakan.

Setelah beberapa lama, tiba-tiba telpon Tante Lisa berdering.

Dia berdiri dan berjalan ke dalam rumah sambil berkata, "Waktunya jemput Raka. Aku mau mandi dulu baru kemudian pergi."

Aku bangkit dari lounger dan berteriak padanya, "Hey Tante, apa yang harus kukerjakan saat Tante pergi?"

Dia menoleh dan untuk beberapa saat matanya fokus pada selangkanganku. Batang kontolku masih semi ereksi dan mencetak gundukan gemuk pada boxerku. Ukuran batang kontolku jelas terlihat di sana. Senang rasanya melihat Tante Lisa berusaha untuk menutupi keterkejutannya, sekilas tadi terlihat dia jilat bibirnya sendiri. Setelah berhasil mengatur diri, dia menjawab, "Tak ada... rileks sajalah. Kita masak makan malam nanti saat aku pulang."

***

Di dalam kamar mandi aku ‘urus’ diriku sendiri dan mempelajari perkembangan yang kubuat. Dapat kurasakan Tante Lisa merespon dengan baik perhatian yang kuberikan secara konstan terhadap yang dia butuhkan dan untuk kedepannya aku akan berusaha untuk bergerak lebih agresif lagi terhadapnya.

Waktu memasak makan malam, Raka dan aku main kejar-kejaran. Kalau aku bisa menangkapnya, akan kugelitik dia hingga dia mohon sebuah ciuman pengampunan. Ini adalah permainan yang sering dia mainkan bersama mamanya. Tante Lisa tertawa melihat tingkah kami berdua. Saat ini dia memakai sundress selutut, sedikit terbuka untuk mempertontonkan keindahan tubuhnya. Model spaghetti strap-nya tersebut menjadikannya janggal jika memakai bra, tapi sebuah motif garis di bagian depan dadanya mampu menyembunyikan bayangan tonjolan puting susunya. Tapi tetap saja sundress tersebut membuat bentuk buah dadanya jadi terlihat begitu indah.

Setelah beberapa lama Raka jadi kelelahan dan dia bilang, "Kak Janu, kenapa kakak tak coba tangkap mama? Mama sangat lihai lho."

Kupandangi Tante Lisa dan dengan nada menantang aku berkata, "Apa Tante berani atau Tante merasa terlalu tua dan takut kukejar?"

"Aku belum tua dan tidak takut... ayo kejar aku anak muda," ucapnya dengan tersenyum menantang dan kemudian lari menuju lantai satu.

Aku berlari mengejarnya dan kulihat dia masuk ke dalam kamar tamu. Begitu sudah tepat di belakangnya langsung kudorong dia hingga kami jatuh bergulingan ke atas tempat tidur. Tante Lisa berusaha lepas dari tindihanku, tapi kutangkap kakinya dan kubalik tubuhnya, kududuki dia biar terkunci gerakannya. Hingga di sini kami berdua terus saja tertawa tiada henti.

"Jangan terlalu kejam sama wanita yang tak berdaya," Tante Lisa tertawa keras.

"Oh tidak... aku hanya ikut aturan mainnya," ucapku dan mulai kugelitik dia. Tante Lisa terus meronta berusaha melepaskan diri. Saat menggelitik bagian sisi tubuhnya, kuambil kesempatan untuk dapat menyentuh buah dadanya.

"Cukup! Cukup!" Tante Lisa teriak hingga keluar air matanya, "kamu menang."

Aku mundur, tapi tetap kutahan tubuhnya di atas ranjang. Tante Lisa berusaha mengatur nafasnya, dadanya terlihat naik turun. Kuputuskan untuk tetap menduduki tubuhnya biar dia dapat merasakan kerasnya ereksiku sekarang. Tante Lisa mengangkat tubuh atasnya dan bertumpu dengan kedua sikunya. Dia terlihat begitu seksy dalam pose ini dan dalam sekejap terbersit keinginan untuk langsung memperkosanya saat itu juga.

"Sekarang, lepaskan aku. Kita harus melihat Raka," Tante Lisa tertawa.

Aku berdiri dan menyodorkan tangan pada Tante Lisa, membantunya berdiri. Kupeluk dia dan berbisik, "Permainan ini belum berakhir kalau Tante tidak memohon ciuman pengampunan."

Tante Lisa merona jengah dan matanya tepat menatapku. Dengan suara sensual yang lembut, dia berucap, "Benar... aturan tetaplah aturan, jadi boleh aku minta ciuman pengam...?"

Sebelum ucapan Tante Lisa selesai, langsung kutarik tubuhnya ke dalam pelukanku dan kusambar bibirnya. Dapat kurasakan bagaimana tubuh Tante Lisa melemas saat kurengkuh dia erat. Tante Lisa merintih pelan saat lidahku menjelajahi bibirnya.

Tante Lisa meronta berusaha melepaskan diri, "Janu, kumohon jangan. Aku ini istri papamu. Tolong hentikan."

Dengan taktik tarik-ulur, aku berucap, "Aku benar-benar minta maaf Tante, aku kelepasan. Tolong jangan marah padaku dan kumohon jangan bilang sama papa."

"Kita anggap saja ini ketidak sengajaan sekali saja... dan kita cuma terhanyut dalam suasana. Aku sedang mood untuk memaafkan dan melupakan," kata Tante Lisa dan dia merangkul bahuku saat kami berjalan menuju dapur.

Saat makan malam Tante Lisa dan aku terus saling curi-curi pandang... tapi Raka sama sekali tak menyadarinya.

***

Dalam beberapa hari berikutnya, interaksiku dengan Tante Lisa hampir selalu sama. Dia lulurkan sun block di tubuhku dan gantian aku kerjakan untuknya. Saat berlatih di gym kami selalu bergantian mengawasi... tapi sekarang aku lebih sering curi sentuh tubuhnya dan Tante Lisa hanya tertawa saja menanggapinya. Bahkan kami pernah ciuman, ringan... awalnya hanya di pipi tapi aku buat bibirku tak sengaja jadi menyentuh bibirnya. Selama itu aku menangkap kesan bahwa rasa sayang dan gairah Tante Lisa terhadapku mulai bertambah besar dan kuat.

Suatu hari kami pergi ke karnaval bersama Raka. Dia begitu senang dan sangat kecapekan saat kami pulang petang harinya. Tante Lisa menidurkannya di kamarnya dan kami berdua memutuskan untuk bersantai di kolam renang.

Kuambil sebotol red wine dan beberapa botol bir dari kulkas. Red wine adalah minuman kesukaan Tante Lisa...

Kami duduk di pinggir kolam, mengobrol dan minum lumayan lama.

Tante Lisa menghabiskan gelas kedua wine-nya dan berkata, "Janu, aku senang berlatih di gym denganmu tapi hari ini aku benar-benar merasakan usiaku. Leher dan bahuku terasa sakit dan kedua pahaku agak sakit karena latihan berat kemarin."

Saat itu kulihat sebuah kesempatan untuk lebih dekat dengan Tante Lisa. Kukatakan padanya, "Tante masih terlihat muda dan cantik. Otot-ototku juga terasa sedikit sakit kok. Gimana kalau kita berendam di hot tub... biasanya itu bisa membantu menghilangkan rasa sakitnya. Kalau tidak, nanti biar kupijat Tante saja."

Tante Lisa menerima usulku dan kami masuk ke dalam rumah untuk ganti pakaian.

Saat kami bertemu di hot tub, kulihat Tante Lisa memakai bikini baru. Warnanya pink lembut dan lebih minim dibandingkan yang warna biru kemarin. Dapat kulihat buah dadanya lebih terekspos dan kedua putingnya terlihat sudah mencuat keras.

"Wow, bikini yang sangat hot Tante. Tante benar-benar terlihat jauh lebih muda lho, dan bikini ini jadi buktinya," aku tersenyum dan mengedip padanya. Kutaruh sisa minuman kami tadi di tepi hot tub.

"Janu, kamu memang pintar memuji," kata Tante Lisa dengan muka memerah.

Di dalam hot tub kami mengobrol tentang sekolah, kehidupanku di Kota N dan kehidupan Tante Lisa di San Diego. Perhatianku tak terfokus pada obrolan sama sekali, aku lebih suka terus memandangi Tante Lisa yang duduk di depanku. Aku benar-benar berharap kalau aku bisa menikmati tubuhnya malam ini. Setiap kali kulihat gelas Tante Lisa kosong, langsung kuisi lagi dengan wine hingga penuh.

Tante Lisa memperhatikan itu, tapi dia hanya bilang, "Aku bisa merasakan kalau wine-nya membuatku rileks tapi mungkin nanti kamu harus menggendongku balik ke kamar, Janu."

"Tak masalah, Tante. Aku senang membantu selama kubisa," kuyakinkan dia dengan tersenyum lebar, berharap kewaspadaan Tante Lisa akan terus mengendur, "gimana bahu dan kaki Tante? Sudah baikan setelah kena air hangat?"

"Memang benar, agak lebih baikan, tapi aku tetap merasa kalau porsi latihanku hari ini agak terlalu berat. Kurasa satu-dua hari lagi baru benar-benar hilang rasa sakitnya."

"Aku bisa memijatnya kalau Tante mau," kulihat sebuah kesempatan untuk bisa menyentuhnya. Kuputuskan untuk mencoba peruntunganku dan tanpa menunggu jawabannya, aku berlutut di depannya dan langsung mulai memijit betisnya dan dengan pasti semakin bergerak naik. Bisa kurasakan kalau alkohol telah membuat Tante Lisa jadi rileks. Dia sandarkan kepalanya ke belakang, memejamkan matanya saat tanganku mengurut pahanya dengan lembut.

"Rasanya enak Janu, tapi harusnya kamu tak perlu repot begini," ucap Tante Lisa pelan dengan mata yang masih terpejam.

"Tante, aku hanya berusaha membantu. Rileks saja, dengan berendam air hangat dan pijat begini, otot Tante akan terasa jauh lebih lega," batang kontolku mulai mengeras saat kuresapi kelembutan kulit pahanya. Mataku tak pernah lepas dari wajahnya, ekspresinya memperlihatkan kalau dia menikmati pijatanku dan bahkan sekarang dari bibirnya keluar sebuah desahan lirih karenanya.

"Oooohhhh, Janu rasanya sangat enak. Tanganmu pintar sekali."

Dengan pandangan tak lepas dari wajahnya, aku berucap, "Aku senang kalau Tante suka pijatanku. Nanti gantian bahu Tante kalau sudah selesai dengan kakinya."

Semakin lama kupijat kakinya, semakin aku merasa tertantang. Kuhabiskan waktu lebih banyak di bagian paha dalamnya, mengurutnya sehalus mungkin dan kubuat paling merangsang. Dan semakin lama semakin barani kusentuh permukaaan selangkangannya. Kurasa sekarang waktunya untuk melangkah lebih lagi. Dengan ujung jempol berusaha kucapai bagian teratas paha dalamnya, sementara hanya kusentuh sekilas tepat di selangkangannya. Untuk beberapa saat, kedua jempolku meluncur ke balik bikininya dan menyentuh bibir luar memeknya. Hanya sekilas saja. Melihat Tante Lisa tak bereaksi dengan aksi nakalku tersebut, semakin menyulut keberanianku. Bisa kurasakan tubuhnya menggeliat kecil karena sentuhan nakalku dan saat mata kami bertemu pandang, aku tersenyum dan bilang padanya, "Kaki Tante hampir selesai, kelihatannya sudah tak terasa sakit."

Kuputuskan sekaranglah waktunya atau tidak sama sekali. Kembali Tante Lisa rebahkan kepalanya ke belakang dan memejamkan matanya, dia terlihat begitu menawan. Dan sekarang semakin lama ujung jempolku berada di daerah selangkangannya. Begitu pelan meluncur di kedua sisi selangkangannya, merasakan kelembutan pinggir bibir luar memeknya. Sebuah lenguhan panjang lepas dari bibir Tante Lisa saat tubuhnya bergetar karena sentuhanku.

Dia buka kedua matanya dan tepat menatap mataku, kedua tangannya memegangi tanganku. Kupikir, "Brengsek, sekarang rusak sudah kesempatanku," Batang kontolku sudah sangat keras dan aku sudah begitu butuh pelepasan, tapi mungkin aku terlalu cepat melangkah.

Tapi ternyata Tante Lisa tak berkata apa-apa. Sejenak kemudian kusambar kesempatan yang ada. Saat dia masih menatap mataku dan memegangi kedua tanganku, kembali kutelusuri bibir luar memeknya dengan ujung jempolku, mengirimkan gelora kenikmatan ke tubuhnya kembali. Tak ada satupun dari kami yang bersuara, hanya suara nafas kami yang terdengar berat.

Tante Lisa berkedip dan berbisik lirih, "Janu, pijatanmu rasanya nyaman dan sekarang kaki jadi terasa lebih baik. Tapi mungkin kita harus sudahi sekarang."

"Rileks dan nikmati saja Tante. Rasanya enak, kan?"

Tante Lisa pejamkan matanya, dan kembali sandarkan kepalanya ke belakang, "Memang enak Janu, tapi mungkin sekarang gantian bahuku saja."

Aku beringsut semakin merapat saat mulai memijit bahu dan bagian bawah lehernya. Posisiku masih berlutut di depannya dan perubahan ini memaksa pahanya jadi sedikit lebih terbuka dan membuat paha bagian dalamnya tertekan paha luarku yang keras. Kupegang kedua tangannya lalu menempatkannya di pinggangku. Dengan begini aku jadi lebih leluasa meremas bahu dan lehernya. Disaat yang sama, mataku tertuju pada tali yang menahan bikini atasnya.

Setelah beberpa menit memijat bahunya, aku mulai bergerak. Kuselipkan jariku ke bawah tali bikininya dan dengan gerakan yang sangat lembut, kugeser hingga ke tepi bahunya dan kubiarkan tali tersebut jatuh ke sisi lengannya. Bisa kurasakan kalau Tante Lisa langsung menyadarinya, karena tubuhnya langsung menegang saat bikini atasnya mulai jatuh. Kurasakan pegangan kedua tangannya dipinggangku jadi mengencang, tapi dia tak mengucap sepatah katapun atau melakukan sesuatu saat kuteruskan memijat bahu dan lehernya.

Dari sudut pandangku, dapat kusaksikan kalau aksiku tadi telah menyingkap lebih banyak kulit putih buah dadanya yang tak kena sengatan matahari. Kutahu kalau sekaranglah waktunya untuk bergerak selangkah lebih berani lagi. Kugeser tanganku dari bahunya dan tanpa peringatan, kutarik tali bikininya semakin turun. Untuk pertama kalinya kulihat buah dada indah milik Tante Lisa yang membulat kencang dari dalam air.

Gerakan mendadakku itu membuat mata Tante Lisa terbuka dan pegangannya di pinggangku semakin mengencang saat dia menatapku dengan mata yang terbelalak lebar.

Sebelum dia bisa bereaksi, langsung kubilang, "Tante, dengarkan aku. Aku tahu Tante sama menginginkan ini seperti aku. Aku tahu kalau Tante sering mencuri lihat tubuhku saat di gym. Jadi, rileks saja dan biarkan semuanya mengalir. Aku yakin kita berdua akan menikmatinya."

Tanganku langsung bergerak turun ke buah dadanya, kuremas dengan lembut. Kudengar dia menahan nafas dan kedua putingnya langsung mengeras hebat.

Tubuh Tante Lisa gemetar tapi dia berkata, "Janu, kamu benar. Aku memang memperhatikanmu. Tapi, selain umurku yang hampir dua kali lipatmu, aku ini istri papamu, jadi kita tak bisa lakukan ini." Tanpa sadar Tante Lisa meremas kedua otot lenganku. Aku masih membelai dan meremas lembut buah dadanya dan mulai memilin kedua putingnya.

"Tante, kuhargai kekhawatiran Tante tapi ini tak ada artinya buatku. Aku belum pernah merasa seperti ini dan aku hanya ikuti naluriku," ucapku sambil terus memilin putingnya yang keras. Sebelum Tante Lisa mampu merespon, aku membungkuk ke depan dan kupagut bibirnya. Tante Lisa langsung merespon dan kususupkan lidahku ke dalam mulutnya. Detik berikutnya kurasakan kalau dia menerimanya dan kamipun ber-French kiss dengan gairah yang menggelegak liar. Aku terus saja memilin puting dan meremas buah dadanya bergantian. Tangan Tante Lisa berpindah ke belakang kepalaku, menarik mulutku semakin merapat ke mulutnya.

Bibir kami terus saling lumat, batang kontolku berdenyut hebat di dalam boxerku. Kulepas bikini atasnya sepenuhnya dan kuangkat tubuhnya keluar dari dalam air dan kemudian kududukkan di tepian hot tub dengan kakinya masih di dalam air. Aku langsung membungkuk, tangan dan mulutku langsung memangsa buah dadanya, meremas dan menghisapnya dengan sepenuh nafsu. Tangan Tante Lisa terus meremasi rambutku tanpa henti.

Dengan mulut yang tak beranjak dari buah dadanya, kugerakkan tanganku turun menuju pantatnya dan berusaha melepas bikini bawahnya. Tante Lisa sedikit menggeliatkan badan untuk memudahkanku menurunkannya, melewati kedua kakinya dan membiarkan celana bikini tersebut tenggelam ke dasar hot tub. Jemariku segera memainkan memeknya. Sudah begitu basah, dan langsung kumasukkan dua jariku ke dalam lubang memeknya yang hangat dan lembab. Nafas Tante Lisa tercekat saat kukocokkan jariku keluar masuk, ditambah dengan jilatan dan kulumanku pada buah dadanya yang tanpa henti. Detik berikutnya erangan Tante Lisa terdengar semakin keras dan tubuhnya menggeliat seirama jariku yang tengah menyetubuhinya.

Tante Lisa terus menggerayangi dada dan lenganku tapi tiba-tiba saja tubuhnya berubah kaku dan dia tarik nafas panjang sebelum akhirnya melepaskan teriakan kenikmatan. Diwaktu yang sama kurasakan klimaks yang didapatnya, dinding memeknya menjepit erat jariku diiringi lelehan lendir hangat yang terasa membasahi tanganku.

"Oooohhhh... Janu! Oh Janu... Wowwww!!! Rasanya sangat hebat," Tante Lisa menarikku lepas dari buah dadanya dan menciumku penuh gairah. Kupeluk erat tubuhnya, tapi setelah beberapa saat aku keluar dari dalam hot tub. Kugendong tubuh Tante Lisa dan pergi ke lounger di pinggir kolam dan kududukkan dia di sana. Kulepaskan boxerku dan untuk pertama kalinya Tante Lisa melihatku dalam keadaan telanjang bulat. Saat matanya jatuh pada batang kontolku yang sudah berdiri sempurna, tampak dia langsung menarik nafas yang panjang.

"Wow Janu... lihat punyamu!!! Sangat besar..." sambil membasahi bibrnya dengan lidah, tangan kiri Tante Lisa meraih ke depan untuk menggenggam batang kontolku. Ukuran batang kontolku yang begitu gemuk mambuat sebelah telapak tangannya tak dapat menggenggam dengan penuh. Sekarang dengan kedua telapak tangannya, dia mulai meremas dan mengocok batang kebanggaanku tersebut. Tante Lisa menatap mataku saat dia melakukannya lalu dia membungkuk ke depan untuk mengecup ujung kepala kontolku. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat erotis... aku berdiri di tempat ini, bertatapan mata dengan istri papaku sendiri yang tengah mengocok batang kontolku dengan kedua tangannya, sekaligus menjilat dan mengulum ujung kepala kontolku dengan mulutnya yang sensual. Birahiku melambung cepat, hampir saja aku keluar hanya dengan tangan dan mulut Tante Lisa, maka segera kulepaskan diri darinya. Aku menginginkan lebih dari ini. Rencanaku tetaplah menyetubuhi Tante Lisa selama dan sekeras yang kumampu.

Kini kurebahkan tubuh Tante Lisa ke atas lounger, kuatur posisi diantara pahanya dan mulai balas melahap memek Tante Lisa. Beberapa menit kemudian kusadari kalau dia sudah berada di ambang orgasme keduanya. Tanpa jeda kurubah posisi dan kuatur ujung kontolku tepat di depan lubang memeknya. Kuremas buah dada Tante Lisa dan kuberikan sebuah ciuman yang panjang dan dalam. Kurasakan tangannya bergerak ke rambut dan bahuku.

Sembari terus mencium dan mencumbui buah dadanya, kugesekkan batang kerasku di sepanjang bibir memeknya. Dia sudah teramat basah dan terus mendesah.

"Kumohon Janu, aku sudah tak tahan. Masukkan sekarang... kumohon," Tante Lisa merengek manja dan dengan tangan kanannya, dia genggam batang kontolku. Dia tarik mendekat hingga kurasa ujung kontolku kembali menyentuh lubang memeknya.

Dengan pelan mulai kuluncurkan batang kerasku membelah masuk ke dalam lorong cinta milik Tante Lisa. "Bangsat! Dia masih begini rapat," batinku.

Tante Lisa merintih panjang dan memintaku untuk lebih pelan. Kumaulai mengayun keluar masuk dengan perlahan ke dalam memek Tante Lisa yang masih begitu rapat. Untuk sepuluh menit kemudian fokusku total untuk menahan desakan orgasmeku sendiri. Tiba-tiba Tante Lisa berteriak keras saat ujung kepala kontolku menusuk keras hingga menyentuh leher rahimnya. Awalnya kusangka itu adalah jerit kesakitan, namun begitu kusaksikan tubuhnya menggeliat dan bergetar hampir tak terkendali, akhirnya kutahu kalau tadia adalah sebuah jerit kenikmatan. Kurasakan lendir cintanya yang hangat menyelimuti batangku dan jelas kurasakan begitu dalam orgasme yang dia raih sekarang. Seluruh otot memeknya mencengkeramku begitu kencang, lepas, cengkeram, begitu berulang-ulang.

Kutambah tekanan tusukanku semakin dalam dan cepat, hingga sekarang aku mengocoknya dengan begitu keras sampai membuat tubuh Tante lisa terlonjak keras. Orgasmenya terlihat terus berlanjut tanpa akhir. Kuhantam rahimnya berulang kali dan kurasa batang kontolku semakin bertambah keras dan bengkak di dalam jepitan memeknya. Hingga akhirnya aku sudah tak mampu lagi menahan dan diawali dengan getaran nikmat dari ujung kaki hingga ujung kepala, kutahan ujung kontolku sedalam yang kubisa dan kusemburkan maniku jauh ke dalam rahimnya. Aku menggeram keras dan kemudian rubuh menindih tubuh Tante Lisa. Nafasku memburu kencang dan berat.

Tante Lisa mulai memberi kecupan kecil ke seluruh wajahku sambil bergumam, "Oh, Janu... kamu sangat hebat."

Beberapa saat kemudian aku turun dari atas tubuh Tante Lisa dan berdiri. Kugendong tubuh Tante Lisa dan masuk ke dalam rumah, sambil terus memberi dia kecupan. Aku menuju ke kamarku sendiri dan begitu sampai di dalam, kurebahkan tubuhnya ke atas ranjang dengan tanpa menghentikan ciuman yang kuberikan.

Setelah beberapa menit kemudian kuhentikan ciuman kami dan kutatap matanya dalam-dalam dan berkata, "Tadi begitu menakjubkan. Tante adalah wanita terindah dan belum pernah kurasakan yang seperti ini. Aku ingin bercinta dengan Tante sekali lagi, tapi sebelumnya ingin kubasuh dulu tubuh Tante dengan handuk."

"Memang tadi sangat menakjubkan. Belum pernah kudapatkan begitu banyak orgasme dalam waktu yang begitu singkat. Kamu lelaki terhebat yang pernah kutemui," Tante Lisa berbisik dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

Aku menuju kamar mandi dan mengambil handuk kecil. Ketika balik lagi ke kamar, kuberkata padanya, "Tolong pejamkan mata Tante saat kubasuh tubuh Tante."

Dengan patuh Tante Lisa pejamkan matanya. Dengan berjinjit aku menuju ke mejaku dan menyalakan kamera digitalku. Kuatur mode night vision dan kuarahkan ke ranjang. Kumatikan semua lampu dan kemudian nyalakan beberapa lilin. Sekarang akan kunikmati malam pertamaku dengan Tante Lisa.

Kudekati ranjang dan kulap tubuh Tante Lisa. Kuberi perhatian lebih pada buah dada dan memeknya. Dalam keremangan dapat kulihat maniku yang meleleh keluar dari dalam memeknya dan sekali lagi batang kontolku mulai membesar. Setelah beberapa saat aku mulai menciumnya dan berbisik, "Buka matamu tuan putri dan berikan cintamu padaku."

Tante Lisa buka matanya dan menatapku penuh rasa sayang. Tapi sekejap kemudian dia gelengkan kepala dan berkata, "Janu, tolong hentikan. Kita tak boleh lakukan ini... ini salah. Aku ini istri papamu dan meskipun ini adalah seks terhebat dalam hidupku, kita harus hentikan. Kumohon."

"Tante, Tante terasa begitu indah dalam pelukanku. Aku tahu Tante nikmati ciumanku dan percintaan kita tadi. Kita tak bisa berhenti sekarang. Setidaknya biarkan kita nikmati malam ini berdua," aku mulai memagut bibirnya dan mengelus buah dada kanannya. Putingnya sudah keras, "Tante menginginkanku sama seperti aku menginginkan Tante."

Tante Lisa mengerang pelan, "Baiklah, aku tak sanggup menolakmu, tapi kita hanya boleh melakukannya malam ini saja."

Bibir kami saling kunci dalam ciuman penuh gairah dan bisa kurasa tangan Tante Lisa meluncur ke bawah di antara tubuh kami. Dia mulai mengelus batang kontolku dan sebuah lenguhan lembut terlepas dari bibirnya kala dia meremas batang kontolku.

"Oooohhhh, kamu sangat besar dan keras. Belum pernah aku dapat kontol yang sebesar ini," ucap Tante Lisa.

Mendengarnya membuat batang kontolku berdenyut keras dan terasa makin membesar, "Kenapa Tante tak coba menciumnya dan lihat apa reaksinya."

"Akan kulakukan dengan senang hati," jawab Tante Lisa dan diapun bergerak turun di depanku.

Dia mulai membelai batang kontolku pelan dengan kedua tangannya. Jemarinya bergerak naik turun dengan lembut di sepanjang batangku, membuatku mengerang, "Oh ya Tante, hisaplah. Buat aku keluar."

Dengan lembut Tante Lisa mulai menjilat kepala jamur kontolku. Lidahnya menyusuri tepian kepala kontolku sambil tangannya mengocok batangnya. Kupikir, inilah waktunya untuk mencoba seberapa jauh batasan dirinya. Aku melenguh kencang, "Oh... Tante, sangat nikmat. Boleh kukocok mulut Tante?"

Tante Lisa melepaskan mulutnya dari kontolku dan berkata, "Akan kulakukan apapun yang kamu mau Janu."

Ucapannya itu melambungkan birahiku setinggi-tingginya. Aku bangkit dan berdiri di tepi ranjang. Tante Lisa merangkak mendekatiku dan menurunkan mulutnya pada batang kontolku yang berdenyut. Angle kamera berada di titik yang sempurna dan aku mulai mengocok kontolku keluar masuk dalam mulut tante Lisa. Pelan pada awalnya tapi tak lama kemudian kumulai setubuhi mulutnya semakin bertambah keras dan dengan nafsu yang membuatku liar.

Setelah lima menitan aku mulai merasa sudah hampir keluar. Aku nyaris teriak, "Aku mau keluar, Tante."

Aku ejakulasi dengan dahsyat lagi. Tante Lisa buka mulutnya lebar, mencoba untuk menelan semua tapi tampaknya dia kewalahan karena air maniku menyembur begitu banyak. Setelah tiga semburan yang pertama, dia rapatkan mulutnya dan menelan apa yang berada di dalam mulutnya. Aku terus semprotkan ke wajahnya, hingga hampir seluruh wajahnya belepotan dengan air maniku.

Kutarik dia naik dan kubantu bersihkan wajahnya dengan handuk kecil, kubisikkan padanya, "Itu sangat keren, sekarang giliranku memuaskan Tante."

Tanganku mencari buah dadanya dan langsung kupilin kedua putingnya yang keras. Tubuh Tante Lisa meregang dan diapun melenguh, "Oh ya sayang, mainkan putingku. Aku sudah sangat basah dan horny. Ya... rasanya sangat nikmat."

Tak percaya kudengar Tante Lisa bisa bicara kasar. Kini ganti memeknya jadi sasaranku, dia langsung memekik ketika kusentil pelan kelentitnya dengan jari. Kudekatkan mulutku dan mulai kugoda dengan menggigitnya lembut sebelum menghisapnya dalam-dalam. Tante Lisa menjerit, "Oooohhhh Janu... terus jilat memekku Janu... buat aku orgasme kuda jantanku, aku hampir dapat..."

Kuberi gigitan ringan yang lama pada kelentitnya ditambah kocokan jariku dalam memeknya membawa tubuhnya ke dalam gelora orgasme nan dahsyat. Orgasme Tante Lisa terus meledak-ledak cukup lama dan setelah mulai mereda, dia berusaha bangkit dan melumat bibirku dengan rakus. Dia berbisik dengan suara parau, "Oooohhhh sayang... rasanya..." dan disambung, "aku ingin rasakan kontol besarmu dalam memekku sekarang!"

Kutarik tubuhnya berdiri dan bilang padanya, "Aku mau dari belakang."

Kuputar tubuhnya dan dia tak bertanya, hanya ikut berbalik. Kubuat dia merangkak, kedua sikunya bertumpu di atas ranjang dan kumasuki dia dari belakang. Aku suka bagaimana pantat kencangnya terlihat saat aku mulai menyetubuhinya dari belakang. Buah dadanya terayun di bawah tubuhnya seirama goyangan yang kuberi. Aku tak berusaha menahan diri dan Tante Lisa hanya mendesah dan mengerang saat kukayuh tubuhnya. Kucengkeram rambutnya sebagai pegangan dan langsung kutunggangi dia dengan keras.

"Setubuhi aku, Janu! Setubuhi aku dengan kontol besarmu, kuda jantanku! Tusuk yang keras!" Tante Lisa memohon.

Kusetubuhi dia dari belakang dengan kasar dan masih tetap kutarik rambutnya layaknya tali kekang. Tak perlu waktu lama bagi Tante Lisa untuk meraih orgasmenya lagi dan kumulai menampar bongkahan bokongnya yang terlihat menantang. Dapat kurasa bagaimana dinding memeknya berkontraksi meremas batang kontolku, tapi aku masih mampu bertahan beberapa saat lagi. Hingga akhirnya kuhentakkan pinggulku, menusukkan ujung kontolku sejauh mungkin di tempat terdalam di lubang memek Tante Lisa dan sekali lagi, kusemburkan maniku di dalam tubuhnya. Kutahan ujung kepala jamurku menekan leher rahimnya. Akhirnya aku rubuh menindih tubuh Tante Lisa dan kami berdua tergeletak di atas ranjang, dengan nafas tersengal serta kelelahan.

Setelah beberapa saat Tante Lisa mengecupku dan bilang, "Aku harus balik ke kamarku sendiri Janu... takutnya nanti Raka mencariku."

"Aku paham," jawabku dan kubelai wajahnya, "Kita bicarakan ini besok pagi."

"Ok," kata Tante Lisa dan dengan sebuah kecupan ringan dia turun dari ranjang dan keluar dari kamarku dengan masih bertelanjang bulat.

Aku bangkit dan matikan lilinnya. Kuhentikan rekaman kamera lalu kembali naik ke ranjang. Kuperiksa hasil rekamannya, ternyata hasilnya memusakan, meskipun agak temaram tapi hasilnya begitu tajam serta kualitas suaranyapun sempurna. Video ini akan membuat Tante Lisa berada dalam kendaliku sepenuhnya meskipun tadi dia bilang kalau ini hanyalah affair satu kali saja...


*****


Bagian 6: Pagi Setelahnya

Sambil menguap lebar dan berguling telentang, aku bangun lebih awal keesokan harinya. Lalu kejadian malam tadi mulai melintas dalam ingatanku, "Apa benar terjadi? Apakah aku memang berhasil menyetubuhi Tante Lisa?"

Rasanya tak percaya, seperti mimpi saja. Kubuka selimut dan langsung meloncat turun, lalu kuambil kamera dan laptopku. Kunyalakan kamera dan video tersebut memang memutar adegan persetubuhanku denga Tante Lisa dengan jelas. Kutransfer file tersebut ke laptop dan langsung kuupload ke akun rahasiaku di internet.

Aku pergi mandi dan mulai menyusun rencana selanjutnya. Aku bisa gunakan video tersebut untuk mengancam tapi akan jauh lebih keren kalau aku bisa membuat Tante Lisa mau meneruskan affair ini. Itu akan lebih memuaskan egoku.

Seusai mandi aku pergi menuju dapur. Raka dan Tante Lisa sudah bangun dan sedang sarapan sekarang. Tante Lisa terlihat kurang tidur tapi dia masih tetap kelihatan cantik dengan tank top ketat yang memperlihatkan buah dadanya yang membulat indah.

"Selamat pagi semuanya," ucapku dengan senyuman di wajah dan melangkah mengambil mangkuk untuk serealku.

"Hai Kak Janu," sapa Raka.

Tante Lisa menggumamkan salam tapi tanpa menoleh padaku.

Aku mendekat ke meja dan kukecup dagunya lalu bertanya, "Nyenyak tidurmu semalam?"

Dia menatap mataku dan berkata dengan bangga, "Ya, dan semalam aku tidur sendiri di kamarku sampai pagi."

"Kamu hebat Raka," pujiku sambil melangkah mendekati Tante Lisa. Setelah berdiri di belakangnya, aku membungkuk dan mencium pipinya sambil berbisik, "Dan gimana tidur Tante?"

Wajah Tante Lisa memerah dan menoleh kepadaku. Untuk pertama kalinya dipagi ini kami bertatap mata. Kuberi kecupan singkat di bibirnya sebelum beringsut menjauh. Sorot matanya dengan jelas memperlihatkan rasa gundah dan kebingungan yang dirasakannya.
Kami menyantap sarapan pagi bersama dan Raka dan aku terus mengobrol dengan riang. Tante Lisa sangat diam. Setelah Raka selesai sarapan dia harus segera berangkat ke pre school. Aku menawarkan diri untuk mengantarkannya.

***

Begitu sampai rumah kembali, aku langsung mencari Tante Lisa. Dia masih ada di dapur dan saat melihatku dia berkata, "Janu, kita harus bicara."

"Baik."

Dengan air mata menggenangi matanya dia berkata, "Apa yang kita lakukan tadi malam sangat salah, dilihat dari sudut manapun. Pertama dan yang terpenting, aku istri papamu. Kedua, umuruku dua kali lipat umurmu dan yang terakhir, kita tak pakai pengaman sama sekali."

Mendengar kalimatnya yang terakhir tadi membuat batang kontolku berdenyut dan aku bayangkan, "Bagaimana kalau aku memang membuat Tante Lisa hamil? Itu akan jadi sangat hebat."

Tapi aku sadar kalau aku harus menenangkan ketakutan Tante Lisa terlebih dulu sebelum membujuknya untuk melanjutkan affair kami. Dengan sorot mata penuh rasa sayang aku berkata, "Tante, aku tahu kalau Tante sedang bingung sekarang, tapi ijinkan aku mengurainya satu per satu."

"Pertama dan ini yang terpenting, aku sungguh-sungguh mohon maaf sudah tak pakai pengaman. Tante membuatku begitu mabuk kepayang sampai tak memikirkan apapun lagi. Aku tahu itu bukan alasan... tapi itulah nyatanya."

Tampak kesedihan di matanya tapi dia berkata, "Kamu bukan satu-satunya yang harus disalahkan, harusnya aku juga bisa mengingatkan tapi entahlah, mungkin wine kemarin begitu membuatku berbeda."

Kutatap tepat di matanya dan berkata, "Tentang kekhawatiran Tante yang satunya, aku harus jujur kalau aku sama sekali tak memandang usia. Tante adalah wanita yang paling penuh semangat, tercantik dan penuh kasih sayang yang pernah kutemui."

"Tapi aku ini istri papamu," air mata Tante Lisa mulai menetes di pipinya.

Kupeluk dia erat dan kemudian kudorong dia sedikit ke belakang. Dengan tangan kanan kuhapus air mata dari wajahnya dan dengan raut penuh ketulusan aku berkata, "Aku tahu Tante menikah dengan papa, tapi setelah berada di sini, aku jadi mengerti apa yang terjadi dengan pernikahan kalian. Prioritas utama papa selalu pekerjaannya dan keluarga selalu jadi yang kedua. Tante Lisa, Tante selalu berusaha untuk membangun keluarga yang bahagia... tapi aku bisa rasakan ada sesuatu yang hilang dari hidup Tante. Obrolan kita kemarin membuatku sadar, kalau Tante adalah seorang wanita yang berjuang untuk terpuaskan dalam hidupnya. Papaku telah gagal sebagai suami Tante dan Tante sudah mencari sekian lama untuk sesuatu yang bisa mengisi kegagalan papa. Dan kemarin Tante telah menemukan itu dalam pelukanku."

Tante Lisa manatapku lekat dan di dalam matanya bisa kulihat dia sedang berusaha mencerna setiap kata yang kuucapkan tadi. Dengan suara yang lembut dia berkata, "Janu, kamu begitu peka dan kamu sangat memahami kekhawatiranku. Tapi itu bukan berarti aku tak sayang papamu lagi."

Di dalam hati aku memberi selamat atas keberhasilanku. Aku berikan sebuah jalan keluar bagi tante Lisa dan dia hampir menerimanya. Kuputuskan untuk meneruskan progresku, "Aku tahu betapa besar rasa sayang Tante terhadap papa, tapi dia tak pernah memberi perhatian penuh kasih sayang yang layak Tante terima. Hanya menunggu waktu saja bagi Tante untuk selingkuh dengan lelaki, yang mampu memberi Tante kasih sayang. Kemarin itu telah terjadi dan biarkan kita merasa lega karena lelaki itu adalah aku sendiri. Aku sama sekali tak ada niat untuk merusak perkawinan Tante tapi aku hanya ingin melihat Tante bahagia. Tante punya keinginan dan papa sudah mengabaikannya. Oleh karena itu aku memohon, kita lanjutkan affair kita dengan syarat, kalau Tante bisa hentikan kapanpun Tante mau."

"Oh Janu, aku benar-benar bingung. Aku tak tahu apakah aku bisa menghianati papamu."

Dengan suara lembut kukatakan padanya, "Tante, aku bisa berikan apa yang Tante cari selama ini. Sebuah keluarga bahagia dan seorang suami yang akan menjamin kehidupan Tante di masa depan. Kita bisa mencoba bersama untuk membuat Tante hamil... dan Tante bisa membesarkan anak itu nanti sebagai anak papa. Aku tahu kalau sudah beberapa tahun belakangan ini Tante menginginkan seorang anak lagi."

Bisa kurasakan kalau Tante Lisa mulai berpikir dua kali dengan penawaranku. Pada percakapan kami sebelumnya, dia telah ceritakan tentang kesuburan papaku. Sekarang aku menawarinya sebuah ide untuk membuat seorang anak lagi saat dia masih dalam usia subur. Ini adalah satu hal lagi yang begitu diinginkan Tante Lisa lebih dari apapun.

"Janu, kamu sudah begitu baik mau menawari tapi aku benar-benar bingung," ucap Tante Lisa tapi nada suaranya terdengar begitu ragu.

Aku punya feeling kalau aku sudah berhasil menundukkannya tapi harus aku yang mengambil keputusan untuknya. Sambil kuelus lengannya, kutatap matanya penuh kasih dan berkata lembut padanya, "Tante, aku rasa kita harus tetap lanjutkan apa yang sudah kita mulai kemarin. Aku hanya bisa memikirkan satu alasan saja untuk menghentikannya," aku berhenti dan menunggu reaksi Tante Lisa.

"Alasan apa itu?"

"Kalau Tante tak terpuaskan bercinta denganku," kuberbisik padanya.

"Oh Janu, itu adalah yang terhebat. Belum pernah aku merasa begitu hidup dan puas."

Mendengar itu aku membungkuk dan memagut bibir Tante Lisa. Dia pejamkan mata dan katupkan bibirnya rapat saat kulumat bibirnya. Dengan lidah kucoba buka bibirnya dan hampir sekejap saja dia buka mulutnya. Segera saja lidah kami saling belit. Sembari menciumnya, tangan kananku merayap menaiki tubuhnya dan menangkup buah dadanya dan meremasnya kencang. Nafas Tante Lisa tertahan akibat aksi tanganku pada buah dadanya, tapi dia tetap memberiku French kissing. Tangan Tante Lisa berpegangan pada bahuku saat kuraba buah dadanya.

Tante Lisa terlihat terkejut saat aku mendorongnya menjauh. Dengan menatap matanya, aku berkata, "Kita lakukan perlahan saja. Kenapa kita tak duduk rileks di kolam dan berjemur sambil ngobrol?"

"Ok." Jawab Tante Lisa dan kami berdua berganti pakaian renang.

***

Hari ini begitu cerah dan sinar matahari terasa hangat, hari yang sempurna untuk bersantai di kolam. Aku sudah pakai boxer dan sedang menunggu Tante Lisa di kolam.

Batang kontolku mulai mengeras saat melihat Tante Lisa berjalan ke arahku. Dia sudah berganti pakaian dengan bikini warna hijau, yang memperlihatkan keindahan tubuh rampingnya dengan sempurna. Bikini atasnya seakan tak muat manampung buah dadanya yang bulat penuh dan memantul indah seiring gemulai langkahnya. Aku menerka-nerka apakah dia sadar kalau putingnya terlihat cukup jelas dibalik tipisnya kain bikini yang menempel lekat di buah dadanya itu. Tante Lisa menyadari tatapanku dan berjalan ke arahku dengan menambah sedikit goyangan pinggulnya dengan begitu menggoda sambil tersenyum malu-malu padaku.

Kami putuskan untuk berenang sebentar dulu sebelum berjemur. Setelah beberapa menit di dalam air, kamipun keluar.

Kuambil sun block dan memberi tanda pada Tante Lisa agar dia rebah di atas lounger. Dia tengkurap dan aku berlutut dan menduduki pantatnya. Kulepas tali bikini atasnya dan menggesernya ke tepi. Aku membungkuk dan berbisik di telinga Tante Lisa sambil sedikit menggelitik dengan ujung lidah, "Pejamkan matamu dan nikmati pijatan ini. Jangan memikirkan apapun... hanya rasakan bagaimana tubuhmu bereaksi pada sentuhanku. Tubuhmu tahu apa yang diinginkannya... kamu hanya harus mendengarkannya."

Tante Lisa menoleh dari balik bahunya dan tampak pandangan penuh tanya dari raut wajahnya. Kucium dia dengan lembut sebelum kutengkurapkan tubuhnya kembali.

Kunikmati waktu meratakan lotion di punggung Tante Lisa. Sering kubiarkan ujung jariku menyentuh tepian buah dadanya dan setiap kali kulakukan itu, Tante Lisa mendesis pelan. Kemudian kuturun menuju pantat dan pahanya dan kuhabiskan waktu lebih lama di daerah itu. Bongkahan pantatnya selalu menarik untuk dipandang. Kain hijau itu membentang ketat di bokong kencangnya, membiarkan 1/3 bagian dari tiap bongkahnya terekspos pada matahari. Kupijat lembut beberapa waktu sebelum turun ke paha dalamnya, merabanya dengan halus. Berulang kali kusentuhkan tanganku pada memeknya yang terlindungi bikini bawahnya. Dia menggelinjang dalam setiap sentuhan, tapi tak berusaha menghentikanku... hanya terus mendesis saja. Pijatan ini juga berefek pada diriku, batang kontolku sudah ereksi sekarang.

Setelah beberapa saat aku membungkuk dan berbisik di telinganya, "Aku sudah selesai dengan belakangmu... sekarang balikkan badanmu."

Tante Lisa menatapku dan mulai menolak tapi segera kutaruh telunjukku di bibirnya dan berkata, "Jangan bicara, jangan berpikir... biarkan saja tubuhmu merasakan."

Dia menuruti yang kuperintahkan dan membalikkan tubuhnya, sambil kedua tangannya berusaha menahan bikini atasnya tetap berada di tempatnya. Aku tersenyum padanya dan mulai memijat pahanya. Sepanjang waktu kuperhatikan ekspresi wajahnya dan bisa kulihat senyuman kecil kebahagiaan saat dia rileks dengan kedua mata terpejam.

Tanganku terus bergerak naik turun dengan pelan hingga seluruh pahanya telumuri dengan merata. Sekali lagi aku beri perhatian lebih pada paha dalamnya. Selama meratakan lotion, terus kubuat punggung tanganku menekan selangkangannya. Meskipun matahari sudah membuat pakaian renang dan tubuh kami kering, aku perhatikan kalau bagian selangkangan bikini bawah tante Lisa malah mulai terasa lembab. Aku terus lakukan gerakan itu berulang-ulang. Bisa kulihat kalau nafasnya mulai berubah berat dan dari bibirnya mulai keluar erang kenikmatan saat kain bikini bawahnya semakin basah di bagian depan selangkangan.

Kuambil lotion lagi dan mulai meluluri lengannya. Kukerjakan satu lengan dan berpindah ke lengan yang satunya. Setelah itu kutuang sedikit di perutnya. Saat lotion itu bersentuhan dengan kulitnya, tubuh Tante Lisa terlonjak kaget dan dia manarik nafas dalam-dalam tapi tetap tak hentikan perbuatanku yang mulai bekerja di perutnya yang terbuka, dari bagian atas bikini bawahnya hingga bagian bawah bikini atasnya.

Aku tahu kalau dia mulai terangsang karena putingnya terlihat semakin mencuat dari balik kain tipis bikini atasnya. Kutuang sedikit lotion di tanganku dan dengan pelan kususupkan tanganku ke balik bikini atasnya, menangkup buah dadanya. Tante Lisa merintih dan kurasakan putingnya semakin mengeras dalam takupan tanganku. Cukup lama kuhabiskan waktu memijat buah dadanya yang kenyal dan batang kontolkupun semakin mengeras.

Aku membungkuk dan memagut bibir Tante Lisa. Kami berciuman cukup lama dan lidah kami saling lilit. Dengan tangan kanan kuremas buah dadanya dan setelah beberapa saat bergerak turun menuju selangkangannya. Dari luar kain bikini bawahnya kuusapkan jariku disepanjang bibir memeknya dan perlahan kutarik bikini itu ke samping. Tante Lisa mengerang dalam mulutku dan kuputuskan untuk mulai mengoral memeknya sekarang.

Kuawali mencium buah dadanya dan kuhisap putingnya. Tapi hanya sebentar saja dan kuteruskan perjalananku turun menuju memek Tante Lisa. Kucengkeram tali bikini bawahnya dan menariknya turun dengan pelan. Tante Lisa mengangkat pantatnya sedikit saat celana bikininya turun melewati kedua kakinya dan kemudian kutaruh di atas lantai. Memeknya yang indah dan dicukur bersih begitu menyulut gairahku. Kuposisikan diri di antara pahanya dan mulai menjilat bibir memeknya yang merekah dengan lembut.

"Oooohhhh," Tante Lisa melenguh.

Kubuka bibir luarnya dengan jariku, menampakkan bibir bagian dalamnya. Kutiupkan udara hangat ke daging yang sensitif tersebut dengan lembut dan memperhatikannya bergetar.

"Oh Janu!!!" pekik Tante Lisa dan tangannya menjambak rambutku. Kutatap matanya yang penuh birahi dan kusentuh kelentitnya berulang-ulang dengan ujung lidahku.

"Ahhh," Tante Lisa mengerang dan kepalanya terlempar ke belakang, punggungnya melengkung, mendorongkan kelentinya ke mulutku. Mulutku jadi penuh terisi dengan dagingnya yang manis dan akupun mulai melahapnya.

"Oh Janu! Oh Janu!" Teriak Tante dan aku mulai kocokkan dua jari ke dalam lubang memeknya.

Beberapa saat kemudian kurasakan otot dalam memeknya meremas jariku. Mulutku terus melahap memeknya dan orgasme pertamanya akhirnya pecah diiringi dengan lendir manis yang terus meleleh keluar dari dalam lubang memeknya.

Setelah beberapa menit tubuh Tante Lisa mulai rileks dan aku mulai bergerak ke atas tubuhnya. Kutatap matanya dan membelai dagunya. Dengan tersenyum aku berkata, "Bisa menikmati?"

Tante Lisa menciumku dengan hangat dan berkata, "Manakjubkan, Janu. Baru kali ini aku merasa yang seperti tadi. Kamu punya tangan yang berbakat dan mulut yang pintar."

Aku gesekkan ereksiku ke memeknya dan segera saja boxerku jadi basah oleh lendir Tante Lisa.

"Oh, sayang," ucap Tante Lisa, "Kamu sudah begitu keras dan aku hanya memikirkan diriku sendiri. Lepas boxermu dan bercintalah denganku."

Dengan cepat kulucuti boxerku dan memposisikan ujung kepala kontolku di depan lubang cinta Tante Lisa yang basah.

"Tolong pelan-pelan Janu. Aku masih merasa agak ngilu setelah percintaan kita kemarin."

"Aku akan pelan-pelan, jangan khawatir. Kamu siap Lisaku sayang?" Aku berbisik lembut di telinganya dan sekarang kupanggil dia dengan namanya langsung. Detik berikutnya kuberikan sedikit tekanan dan aku mulai memasukinya. Kedua bola mata Tante Lisa membelalak lebar saat batang besarku membelah memeknya yang sempit dan semakin meluncur masuk ke dalam. Dapat kurasakan dinding memeknya bereaksi mencengkeram erat batang kerasku, berusaha menahan lajunya. Dan aku harus bergerak lebih pelan atau kalau tidak aku akan langsung ejakulasi dini. Kukecup Tante Lisa dan berkata, "Memekmu sangat sempit tapi cairanmu terus mengalir, itu sangat membantuku."

Tante Lisa mengerang tapi dia tersenyum padaku dan berkata, "Kurasa bukan memekku yang sempit tapi kontolmu saja yang ukurannya terlalu besar. Belum pernah aku rasakan yang sebesar ini."

Aku mulai menyetubuhinya dengan pelan. Aku berusaha membuat ayunan yang panjang dan lembut. Setelah beberapa lama bisa kurasakan kalau Tante Lisa mulai terbiasa dengan ukuranku dan diapun mulai balas menyetubuhiku dengan penuh hasrat. Kuangkat tubuhku dengan bertumpukan kedua tangan dan kupandang Tante Lisa yang di bawahku. Dia tersenyum dan mulai mengelus dada dan bahu bidangku.

Kurasakan penerimaan Tante Lisa dan segera kupercepat tusukanku. Dinding memeknya yang mengencang-mengendur serasa bagai sebuah tangan yang meremasi batang kontolku.

"Oooohhhh rasanya enak sekali Janu. Aku seperti akan terbelah dua," Tante Lisa mengerang, "Sudah masuk semuanya?"

Kulihat ke bawah di tempat kedua tubuh kami menyatu. Bisa kusaksikan batangku keluar masuk dalam celah memek tak berbulu milik Tante Lisa. Batangku terlihat begitu besar diantara paha mulusnya, "Baru separuh jalan sayang."

"Oh sayang, kurasa aku takkan bisa menerima semuanya."

"Jangan khawatir sayang, aku hanya ingin membuatmu bahagia," jawabku sambil mendorong semakin masuk ke dalam tubuhnya. Kupegang kakiknya dan menaruhnya di bahuku dan sambil mengamatinya, kudorong dengan sedikit keras hingga seluruh batang kontolku menghilang ke dalam lahapan memeknya. Kedua bibir memeknyapun sekarang terbelah, tertekan tulang selangkanganku. Mulai kukayuh keluar masuk dan Tante Lisa mulai menyentakkan pinggulnya naik menyambut tiap tusukanku.

Kulepaskan peganganku pada kakinya dan langsung saja kaki Tante Lisa melingkari pantatku dan menarikku semakin merapat dan diapun mulai menyetubuhiku dengan segenap tenaga yang dia punya. Dapat kurasakan puncakku mendekat dan mulai kusodok memeknya dengan keras.

Tante Lisa menjerit keras, "Ahhhh, aku dapat... jangan berhenti Janu!"

Aku terus menyodoknya hingga akhirnya kurasakan puncakku menjelang dan detik berikutnya aku meledak bagaikan gunung berapi dalam tubuhnya. Masih terus kutusukkan batang kontolku ke dalam lubang memek Tante Lisa dan punggungnya melengkung ke atas menyambut kontolku dengan memeknya, sambil terus meracau keras.

Hingga akhirnya tubuhku rubuh menindihnya.

***

Setelah beberapa saat berselang kuangkat tubuhku yang menindih Tante Lisa dan kemudian berdiri. Kupandang Tante Lisa dan tersenyum, "Ayo Tante, kita berenang lagi."

Dengan perlahan Tante Lisa berdiri dan memelukku sambil menatap lekat mataku, "Baru pertama kali dalam hidupku, bercinta sampai hampir pingsan rasanya."

Kami berpelukan untuk beberapa lama dan kemudian dia mendorongku sedikit untuk mengamatiku, "Lihat dirimu Janu, kamu kena cairanku dimana-mana tapi kamu sama sekali tidak komplain."

"Kenapa harus komplain kalau kamu terasa begitu nikmat? Rasanya seperti minum madu termanis," kutarik tubuhnya dalam pelukku dan menciumnya.

Sejenak kemudian Tante Lisa meronta lepas dari pelukanku. Dengan tawa dalam nada suaranya dan binar di kedua matanya dia berucap, "Kamu sudah tegang lagi, lebih baik aku tak memelukmu lagi."

"Tidak! Jangan! Tubuhmu begitu nikmat kupeluk," jawabku.

"Ayo kita renang dan membersihkan diri," ucap Tante Lisa sambil memunguti bikininya.

"Baiklah, tapi kenapa kita tidak renang bugil saja?"

Tante Lisa memerah wajahnya, "Aku belum pernah melakukannya di kolam ini."

"Ayolah Lisa, nakallah sedikit."

"Ok," ucapnya dan langsung melompat ke dalam air. Aku tepat di belakangnya dan kamipun renang berkeliling untuk beberapa menit.

Beberapa saat kemudian kamu berhenti di tapian kolam yang dangkal. Air kolam hanya sampai di bawah buah dada Tante Lisa dan putingnya yang kemerahan terpampang jelas di depan mataku. Mataku enggan beranjak dari sosok telanjang di hadapanku, "Lisa, kamu punya buah dada terindah yang pernah kulihat."

"Thanks, tapi aku tak biasa dipuji seperti ini."

Aku bergerak mendekat dan mulai menciumnya lembut. Dia taruh tangannya di bahuku lalu kuangkat tubuhnya dalam gendongan dan kakinya membelit tubuhku. Aku bergerak ke bagian kolam yang lebih dalam sambil terus berciuman dan sekarang kurasakan air sudah sampai dadaku.

"Merasa menyesal sayang?" kutanya Tante Lisa sambil masih menggendong tubuhnya.

Tante Lisa menatap mataku, "Saat aku bangun pagi ini, aku merasa sangat sedih dengan apa yang telah terjadi di hot tub. Tapi saat kamu mulai mengungkapkan masalahku dengan papamu dan juga tentang pernikahanku, rasanya seperti ada tirai yang disingkirkan dari mataku. Aku merasa kalau kamu datang dalam hidupku di saat aku berada di persimpangan jalan. Itu membuatku sadar kalau aku harus mengambil keputusan dalam hidupku sendiri. Dan aku putuskan kalau yang paling kuinginkan saat ini adalah seorang anak lagi dan kamu adalah orang yang tepat untuk itu. Jadi sekarang aku sama sekali tak merasa menyesal."

Batang kontolku mulai berdenyut mendengar yang diucapkan Tante Lisa. Aku menciumnya dan dalam hatiku berkata, kalau aku telah berhasil menuntaskan tujuanku. Tante Lisa sekarang berada dalam kendaliku dan dia pikir itu adalah kemauannya sendiri.

" Lisa, kamu adalah permata dan aku merasa tersanjung dapat membantumu hamil. Tapi aku harus hati-hati... memekmu sangat sempit dan aku takut akan menyakitimu."

"Seperti yang kubilang saat kita bercinta tadi, kurasa bukan memekku yang sempit. Aku lebih merasa kalau punyamu yang terlalu besar. Batang kontolmu dapat menyentuhku di tempat yang hanya dapat diimpikan Tio. Kamulah lelaki pertama yang mengisi memekku dengan seutuhnya dan saat kamu menusukku hingga mentok di rahimku, aku sangat menyukainya."

Bukan hanya aku telah mempecundangi papaku sendiri, tapi sekarang istrinya juga mengatakan padaku, kalau aku memiliki batang kontol yang jauh lebih besar darinya. Sanjungannya tersebut membuat batang kontolku mengeras dan jadi menyentuh bagian bawah pantat Tante Lisa.

"Astaga, kamu sudah tegang lagi!" Tante Lisa terkikik dan dia goyangkan pantatnya ke kontolku sambil berkata, "Kamu tak ada habisnya."

"Hanya di dekatmu saja,"

Tante Lisa menciumku dengan dalam dan lidahnya menggoda bagian dalam mulutku hingga membuat batang kontolku semakin membengkak sempurna. Kuangkat sedikit tubuhnya dan Tante Lisa memegangi batang kerasku. Kutarik tubuhnya turun lalu Tante Lisa membantuku agar bisa memasuki tubuhnya. Kali ini aku meluncur masuk dalam lubang basahnya yang hangat dengan lebih mudah.

"Oh, Janu... aku cinta kontolmu yang hebat ini," Tante Lisa mengerang.

Kami bercinta di dalam air lebih dari tiga puluh menitan, pelan pada awalnya dan semakin lama kocokan kamipun bertambah cepat dan agresif. Tak butuh waktu lama bagi Tante Lisa untuk meraih puncaknya dan dia merintih panjang di telingaku. Dengan mudah dia bergerak naik turun di dalam air dan kupompa memeknya diantara sensasi kecipak air di tubuh kami berdua. Kusetubuhi dia dengan segenap rasa hingga membuatnya mendapat orgasme beruntun sampai akhirnya aku mulai merasa buah zakarku mengencang dan memuntahkan maniku kembali dalam tubuhnya.

Kami saling dekap dengan erat sambil saling menghisap dan melumat bibir. Tiba-tiba terdengar dering suara telpon dan Tante Lisa berkata, "Itu pengingatku untuk Raka. Aku harus menjemputnya." Dengan diiringi ciuman kuturunkan tubuhnya dan dia berenang ke bagian dangkal kolam. Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan dari tubuh basah telanjang seorang wanita cantik sewaktu dia keluar dari dalam air. Dia menoleh ke arahku dan meniupkan ciuman jauh sebelum masuk ke dalam rumah.

Aku bermain-main di dalam air untuk beberapa lama dan mensukuri keberuntunganku. Aku telah berhasil menundukkan Tante Lisa dan sekarang aku punya seorang wanita yang mau menuruti nafsuku di rumah ini. Aku sudah tak sabar untuk mencoba seberapa jauh batasan yang dia punya...


*****


Bagian 7: Bersenang-senang Di Dapur

Sore harinya aku bermain sebentar dengan Raka. Lalu aku cari alasan untuk pergi ke dapur mencari Tante Lisa. Dia kenakan gaun tanpa lengan dengan tali pita menyilang di belakang dan simpul di bagian depan, dia terlihat begitu menggoda.

Kupegang bahunya dan berbisik di telinganya dengan lembut, "Kamu begitu cantik. Aku jadi sangat menginginkanmu." Nafasnya tercekat saat kugelitik tenganya dengan lidah. Kulingkarkan tangan di perutnya dan menariknya dalam pelukanku sambil kuterus gelitik telinganya. Aku mulai gesekkan kontolku ke bawah punggungnya dan tanganku merayap naik hingga berhenti di bawah buah dadanya.

Tante Lisa mendesah lirih sambil berucap, "Tolong hentikan Janu. Jangan lakukan saat Raka ada di rumah. Kumohon, hentikan..."

Aku tak gubris rengekan Tante Lisa dan terus membelai pinggiran buah dadanya.

Tante Lisa mengerang pelan, "Oooohhhh jangan, Janu." Dan aku terus meremas buah dadnya dari luar pakaiannya. Kutangkup buah dadanya dengan kedua tanganku, meremasnya sambil menarik tubuhnya semakin merapat padaku. Kupegang tangannya dan memutar tubuh Tante Lisa dan langsung kupagut bibirnya. Aku berhasil susupkan tangan kananku ke dalam gaunnya dan mulai memilin puting kiri Tante Lisa.

Dengan bibir yang masih saling kunci, bisa kurasakan tangan Tante Lisa bergerak turun di antara tubuh kami dan membelai dengan lembut kontolku dari luar celana pendek. Tak ayal, segera saja aku ereksi.

Lenguhan lirih lepas dari mulutnya saat dia remas batang kontolku, "Begini besar dan keras. Kurasa ini seperti tongkat sihir yang sudah memantrai aku."

Tanganku bergerak pindah dari buah dada Tante Lisa menuju bahunya dan mulai menekannya turun.

Mata Tante Lisa bertemu denganku dan matanya melotot, dia berbisik, "Aku tak bisa melakukannya saat Raka di rumah. Dia bisa saja masuk ke dapur setiap saat."

"Dia masih sibuk main di kamarnya dan kalau dia masuk ke sini, meja konter ini akan menghalangimu," ucapku, "Aku sangat butuh. Aku akan mengawasi."

"Aku masih ragu."

"Ayolah Lisa, jangan ragu-ragu. Cuma butuh waktu sebentar saja."

"Baiklah..." ucap Tante Lisa menyerah, lalu berlutut di hadapanku.

Pelan-pelan dia keluarkan batang kontolku dan mulai mengocoknya dengan dua tangannya. Jarinya telusuri batangku naik turun dengan lembut, menjadikanku mengerang, "Oh ya Lisa, hisaplah. Buat aku keluar."

Aku lihat ke bawah dan saksikan Tante Lisa dekatkan mulutnya ke ujung kepala kontolku. Tangannya memegangi batang kontolku sambil lidahnya mulai menari menggoda. Aku begitu birahi dan sangat kunikmati blowjob yang diberikan Tante Lisa. Aku mulai kocokkan batang kontolku keluar masuk dalam mulutnya dan dia mulai meremas buah zakarku dengan lembut.

Beberap menit berlalu dan mulai dapat kurasakan getaran yang sangat kukenal di sekujur tubuhku. Akupun mengerang, "Oh ya Lisa... aku keluar!"

Bisa kurasakan aku akan keluar sangat banyak. Akupun ejakulasi dan Tante Lisa berusaha menelan semuanya, tapi setelah dua-tiga seprotan, dia mulai tersedak. Aku terus siramkan maniku ke wajah cantik Tante Lisa untuk sekitar lima kali semprotan lagi.

Tante Lisa bangkit berdiri dengan wajah yang belepotan maniku. Dia bersihkan wajahnya dan kutarik dia dan mulai menciumnya erat. Kembali tanganku merabai buah dadanya serta memilin kedua putingnya. Kemudian aku tarik turun gaun atasnya hingga di bawah buah dadanya dan mulai mengulum putingnya di tengah dapur ini.

Sambil terus mencumbu puting Tante Lisa dengan mulut, tanganku menyingkap bawah gaunnya hingga atas pinggang dan mengelus pantatnya yang sekal.

"Aku tak percaya kulakukan ini. Aku merasa seperti perempuan binal, tapi aku sudah tak peduli lagi," Tante Lisa mengerang.

Kuangkat tubuh Tante Lisa ke atas meja konter dan terus kucumbu putingnya yang semakin merekah merah. Tante Lisa menjambak rambutku dan menekan kepalaku semakin erat ke dadanya.

Beberapa saat kemudian aku lepaskan putingnya dan ganti kulumat bibirnya sambil tanganku berusaha melepaskan celana dalamnya. Birahi telah membakarku liar, kusobek begitu saja celana dalamnya agar lepas. Tante Lisa tercekat.

Kusentil kelentitnya dengan jari dan Tante Lisapun menggelinjang liar di atas meja. Kutekan tubuhnya agar tenang kembali dan kubuka pahanya lebar. Kudekatkan mulutku ke kelentitnya dan menggigitinya lembut sebelum akhirnya menghisapnya dalam-dalam.

"Oooohhhh ya Janu. Aku hampir dapat..." Tante Lisa berteriak tertahan saat tubuhnya menggelinjang dengan liar di atas meja konter.

Kuturunkan tubuhnya dari atas meja dan membalik tubuhnya lalu melebarkan kedua kakinya. Sebuah pemandangan yang menggiurkan. Tante Lisa berdiri di sana dengan gaun yang tersingkap hingga pinggang, buah dadanya terekspos dan memeknya telah merekah terbuka untuk kontolku. Aku mulai masuki celah sempit memeknya dan Tante Lisapun mulai menggeram.

"Oh ya Janu. Setubuhi aku sayang. Aku ingin kamu setubuhi aku dengan alat pembuat bayimu yang besar dan keras ini."

Kugoda dia dengan menahan hanya kepala kontolku yang masuk dalam memeknya dan Tante Lisa bereaksi dengan cepat. Dia dorong pantatnya ke belakang dengan keras hingga batang kontolku tertelan memeknya tak bersisa, erangannya langsung lepas, "Oh... ya... kamu terasa sangat besar Janu. Kocok sekarang sayang. Puaskan aku... buat aku keluar lagi dan beri aku spermamu."

Kucabut keluar batang kontolku lepas dari dalam memeknya. Tante Lisa langsung menoleh ke belakang, padaku dan aku berkata, " Suka dengan kontolku, tuan putri? Apa rasanya nikmat, manis? Apa kamu ingin kusetubuhi dengan keras?"

"Oh... ya... kumohon, setubuhi aku dengan sekeras-kerasnya."

Kuluncurkan batang kontolku membelah memeknya dan sambil tersenyum aku berkata, "Ok sayang, akan kusetubuhi kamu sekeras-kerasnya. Tapi yakin, kamu sanggup menerimanya?" Sebelum Tante Lisa mampu menjawab, aku meraih ke bawah, kucengkeram pantatnya dan menusukkan batang kontolku ke dalam lubangnya yang demikian basah.

"Oooohhhh! Berikan semua yang kamu punya. Setubuhi aku. Setubuhi yang keras sayang. Buat aku keluar. Oh ya... benar begitu. Aku cinta kontolmu Janu. Kocok yang keras..." Tante Lisa tersengal.

Kucengkeram erat pantatnya dan menusukkan kontolku keluar masuk dalam memek Tante Lisa dengan cepat dan semakin bertambah cepat

Tubuh Tante Lisa mulai terlonjak liar dan tiba-tiba saja tubuhnya terhempas gelombang orgasme yang dahsyat. Saat dia masih tergulung ombak kenikmatan, aku semakin menyodoknya dengan brutal. Hingga akhirnya akupun tak mampu lagi menahan dan dengan diawali gelenyar nikmat yang bergerak memusat ke ujung kepala kontolku, aku semburkan maniku dalam tubuhnya. Terus kutekan pinggulku hingga seluruh batangku tebenam seutuhnya dalam memeknya.

Tak berapa lama kemudian kubalik tubuh Tante Lisa dan kulumat bibirnya. Sejenak kemudian kudengar suara Raka berteriak memanggil namaku. Kuhentikan ciuman kami dan teriak menjawab, "Kami di dapur, Raka."

Kumasukkan batang kontolku yang setengah keras ke dalam celana dan Tante Lisa memasukkan buah dadanya dan menurunkan gaunnya yang tersingkap di pinggang. Sewaktu Raka berlari masuk ke dalam dapur, aku sedang membungkuk ke lantai, mengambil celana dalam Tante Lisa yang robek.

"Kakak sedang apa?" Tanya Raka.

"Masak makan malam," jawabku, "Mamamu dan aku sedang mencoba rasa bermacam jus."

Tante Lisa merona wajahnya tapi Raka tak bertanya lebih jauh lagi, "Kakak mau main?"

"Sorry Raka, aku harus membantu Mamamu masak," jawabku.

"Ok, aku akan nonton TV saja kalau gitu," kata Raka lalu mulai berjalan keluar dari dapur.

Aku bergerak ke belakang tubuh tante Lisa dan mulai meraba pantatnya. Tubuhnya menegang tapi dia tak mengucap sepatah katapun karena Raka masih belum keluar dari dapur. Pelan kusingkap gaunnya dan menusukkan dua jariku ke dalam memeknya yang basah. Tante Lisa merintih lirih dan Raka menoleh ke belakang.

"Mama bilang sesuatu?" Tanya Raka.

"Tidak, sayang," Tante Lisa tergagap, saat aku mulai mengocokkan jariku keluar masuk.

"Ok," kata Raka dan kemudian berlari keluar.

Kucabut keluar jariku dari dalam memeknya dan Tante Lisa berbalik lalu menatap mataku. Sebelum dia mampu protes, kuoleskan campuran cairan kami di jariku ke bibirnya dan mulai kulumat bibirnya. Kita ber-French Kiss beberapa saat lalu aku menarik diri.

"Apa yang sudah kamu lakukan padaku Janu? Aku merasa dan bersikap seperti perempuan binal," kata Tante Lisa.

"Tidak, kamu tidak begitu. Kita cuma dua orang yang sedang jatuh cinta dan birahi," jawabku, "ayo mulai masak."

"Ok," kata Tante Lisa dan bergerak ke kompor.

***

Malam harinya aku dan Tante Lisa saling berpelukan di depan TV dan berciuman dengan lembut. Kami tidak bercinta karena Tante Lisa masih merasa ngilu akibat persetubuhan kami sepanjang hari ini.

Kami tidur di kamar masing-masing karena Raka masih sering bangun di tengah malam dan pergi ke kamar mamanya.

Saat aku rebah di atas ranjang, aku mulai memikirkan semua keberuntunganku. Aku telah berhasil tundukkan Tante Lisa dan dia telah berubah jadi seorang wanita yang begitu dahaga akan seks. Satu babak di dapur tadi siang sangat menjanjikan begitu banyak hal. Kalau dia bersedia melakukannya saat anaknya ada di rumah, maka dia akan mau melakukan hal yang lebih kinky lagi.

Aku putuskan untuk merekam beberapa kejadian itu nanti dengan kamera, agar aku bisa menontonnya berulang kali. Kunyalakan laptopku dan tak sampai satu menit aku sudah kantongi beberapa alamat toko elektronik di sekitar sini yang menjual kamera pengintai wireless dengan ukuran super kecil.
Besok aku akan pergi membeli beberapa kamera dan mulai koleksi videoku sendiri dengan Tante Lisa...


*****


Bagian 8: Menyetting Kamera

Esok harinya, saat sinar mentari sudah penuhi kamarku, aku putuskan untuk bangun. Kupakai celana pendek dan kaos oblong dan kemudian menuju ke dapur. Aku yang pertama tiba di sana tapi tak lama kemudian Raka muncul. Kami saling sapa dan membantu satu sama lain untuk menyiapkan meja.

Baru saja selesai kutuang susu ke dalam mangkuk serealku dan duduk dengan Raka, Tante Lisa muncul.

Dia kenakan babydoll hitam berbahan sutra yang ketat dan dengan belahan rendah, ditopang oleh dua buah tali tipis di bahu. Buah dadanya yang membulat kencang tampak begitu sesak di balik babydoll-nya hingga kedua putingnya jadi tercetak begitu jelas. Babydoll itu hanya sampai pertengahan pahanya dan dengan belahan hingga tulang pinggulnya di kedua sisi, memperlihatkan sedikit tepian bawah celana dalamnya. Dan di luar itu dia tutupi dengan kemeja lengan pendek yang tak dikancingkan, tapi itu hanya mampu menutupi gaun tidurnya sedikit saja.

"Hai Janu, kamu bangun lebih awal pagi ini," sapa Tante Lisa dengan senyuman di matanya sambil melangkah menuju ke lemari pendingin untuk mengambil jus. Aku terus pandangi pantatnya yang bergoyang di balik bahan sutra tersebut. Bisa kurasa denyutan di batangku.

"Ya aku ingin mengantar Raka ke pre school dan habis itu keliling-keliling sebentar di sekitar sini," ucapku, "Tante jadi tak ada yang ganggu dengan tukang kebun dan tukang bersih-bersih."

"Kedengarannya ide yang bagus," kata Tante Lisa sambil mengambil tempat duduk.

Raka mendominasi percakapan selama sarapan, bercerita tentang mimpi lucunya semalam. Setelah kami selesai, Tante Lisa menyuruh Raka untuk pergi ke kamarnya, mengambil tasnya.

Kemudia Tante Lisa berdiri dan melangkah menuju bak cuci piring dan mulai mencuci piring sisa sarapan kami. Dia mencuci sambil menyenandungkan sebuah lagu dan pantatnya bergoyang ikuti iramanya.

Cukup, aku tak mampu menahannya lebih lama lagi. Kutinggalkan kursiku dan langsung bergerak ke belakang tubuhnya, menekan kontolku yang semi ereksi pada bokoknya sembari memangsa tengkuknya dengan mulutku.

"Oooohhhh," dia melenguh dan disaat yang bersamaan dia angkat kepalanya, lebih mengekspos lehernya pada mulutku.

"Kamu membuatku gila," bisikku sambil menghisap tepi lehernya diiringi dengan semakin menekankan penisku. Tanganku bergerak naik ke bagian depan gaun tidur Tante Lisa dan masing-masing tanganku menangkup kedua buah dadanya dan mulai meremasnya lembut dari luar gaunnya.
"Oooohhhh, Janu... kamu begitu jantan," dengan nafas tersengal, dia dorong pantatnya ke belakang, menekan batang kontolku.

"Aargh... Lisa, aku sangat menginginkanmu," gumamku sambil menggesekkan batangku ke belahan pantatnya dengan keras, hingga mungkin saja aku bisa merobek gaunnya dan langsung menusu memeknya.

"Oooohhhh," dia mengerang.

Tanganku merayap naik dan menarik kemejanya melewati bahunya dan membiarkannya jatuh ke atas lantai. Lalu kutarik turun tali penahan babydoll-nya, mengekspos buah dadanya. Kuremas dengan kasar, menarik dan memilin kedua putingnya bergantian. Tangan kananku bergerak turun, menarik tepian bawah gaun tidurnya melewati pinggang. Dengan cepat kumasukkan dua jari dan langsung mengocok memeknya.

"Oooohhhh," erangnya parau karena aku mengocoknya tanpa henti. Tanganku yang satunya berusaha membuka kancing celanaku, masuk ke dalam dan keluarkan batang kontolku yang sudah begitu keras. Dengan tergesa-gesa aku berusaha menyelipkan kontolku ke dalam vaginanya.

"Kamu membuatku sangat basah Janu," desahnya, "Aku ingin kamu masukkan kontol besarmu ke dalam memekku sekarang juga."

Kucabut jariku dan menekuk lututku. Kedorong pinggulku ke depan, memposisikan ujung kontolku ke lubang memeknya. Kugenggam batang kontolku dan mengusapkan kepalanya ke sepanjang bibir memeknya yang begitu merekah dan detik berikutnya aku dorong naik, menusukkan ujung kontolku ke dalam lorongnya yang sudah membanjir.

"Ahhh..." Tante Lisa tersengal dan berusaha menekankan pantatnya ke belakang, menyambut tusukanku, membenamkan batang kontolku sejauh mungkin dalam cengkeraman memeknya yang hangat.

Kusentakkan naik dan Tante Lisa mendorong ke belakang pantatnya, Kulihat ke bawah dan melihat sudah separuh batangku tertelan memeknya.

"Oooohhhh, Janu..." erang Tante Lisa merasakn batang kontolku yang terbenam jauh di dalam memeknya.

Ingin rasanya kunikmati waktu, meresapi kenikmatan ini, tapi dengan Raka yang akan kembali sebentar lagi, kami tak punya waktu untuk bersantai-santai saja. Kami tingkatkan kocokan dan segera saja kami bersetubuh dengan mati-matian. Aku terus kocokkan kontolku ke dalam memeknya dan Tante Lisa mengimbanginya dengan menyambut setiap sodokanku. Kuhisap lehernya dengan liar, kami saling sodok dengan keras hingga suara persetubuhan kamipun memenuhi ruangan dapur.

Kusetubuhi dia dengan semua yang aku punya dan sebentar kemudian kurasakan puncakku mendekat dengan cepat.

"Aku hampir keluar..." Tante Lisa mengerang panjang dan dapat kurasakan jepitan memeknya semakin kencang.

Ini langsung menghempaskanku ke batas pertahananku dan kurasakan spermaku berlomba-lomba menuju ujung kontolku, berusaha untuk menyembur keluar.

"Oooohhhh..." kami menjerit berbarengan saat orgasme yang kami raih bersama menghempas. Memek Tante Lisa serasa menghisap seluruh maniku dengan rakus dan kontolkupun dengan senang hati memuntahkan apa yang diminta.

Kakiku begitu gemetaran saat kulepaskan tetes terakhir maniku. Tante Lisa turunkan tubuhnya yang dari tadi berjinjit dengan bertumpu ujung jari kakinya saat berusaha menyambut tiap sodokanku dan bersandar pada bak cuci piring. Kami berdua berusaha mengatur nafas dan kurasakan campuran cairan kami meleleh keluar dari dalam memeknya.

"Janu, apa saja yang kulakukan sebelum ketemu kamu?" bisik Tante Lisa padaku.

"Aku tak tahu, tapi kamu memang menakjubkan," ucapku, meluruskan tubuh dan mencabut kontolku dari memeknya yang kuyup. Kulihat beberapa cupang di lehernya, hasil perbuatanku saat dipuncak birahi tadi.

Tante Lisa berbalik menghadapku, gaun tidurnya masih tersingkap hingga pinggang dan butir-butir keringat tampak di dahinya. Kami saling bertatap mata dan berciuman singkat sebelum menyudahi sesi persetubuhan singkat pagi ini. Kami merapikan diri dengan bergegas dan kulihat jam di dinding. Tak ada lima menit kami melakukannya, tapi terasa begitu intens.

Aku pergi ke kamarku dan mandi sebelum pergi mengantarkan Raka.

***

Setelah mengantar Raka ke pre school, aku langsung menuju ke alamat toko yang kudapat dari internet. Aku punya uang lebih dari cukup di dompetku dari hasil tabungan dan pemberian mama sebelum dia pergi.

Tapi sebelum itu, aku pergi dulu membeli sebuah kaca mate hitam, topi dan kumis palsu. Ya aku harus membuat persiapan untuk jaga-jaga agar pembelian kamera pengintai ini tak terlacak. Setelah mendapat semuanya, aku arahkan mobil ke tempat parkir yang agak jauh dari toko elektroniknya dan kemudian berjalan kaki dari sana. Sepuluh menit kemudian aku sudah berhasil membeli tiga puluh kamera pengintai. Pemilik tokonya sama sekali tak banyak tanya, kelihatannya dia sudah terbiasa dengan transaksi seperti ini.

Aku kembali ke mobil dan membuang perlengkapan menyamarku ke tong sampah sebelum meluncur pulang.

Di rumah, para pekerja sudah selesai membersihkan kamarku dan kubilang pada Tante Lisa, kalau aku akan memeriksa dan membalas email di kamarku. Dia bilang ok dan dia juga akan melakukan hal yang sama di ruang kantornya, di lantai satu.

Kubaca manualnya dan meng-install software-nya pada laptopku. Kemudian kuprogram kameranya agar hanya merekam saat mendeteksi sebuah gerakan saja. Kucoba semuanya dan semuanya berjalan lancar. Kupasang tiga kamera di sekitar ranjang dan satu di dalam kamar mandi. Aku merasa puas karena aku tak akan temukan kamera tersebut jika tak tahu di mana menaruhnya.

Aku ganti pakaian dengan pakaian latihan dan pergi mencari Tante Lisa. Saat menemukannya aku bertanya, "Lisa, aku mau latihan di gym. Mau gabung denganku kalau nanti tukang bersih-bersihnya sudah pulang semua?"

"Tentu mau," jawab Tante Lisa dan lanjutnya, "Kurasa sebentar lagi mereka selesai... paling sekitar setengah jam-an."

"Baguslah kalau begitu. Nanti pakai bikini saja saat latihan ya," ucapku sambil tersenyum dan kemudian berlalu. Di belakangku, kudengar Tante Lisa tertawa kecil.

***

Saat aku tiba di ruang gym, kutempatkan empat buah kamera di tempat yang strategis, lalu aku mulai latihanku. Seperempat jam kemudian Tante Lisa berjalan masuk dengan memakai bikini biru mudanya dan dengan rambut yang dikuncir kuda. Aku suka penampilannya dan terlebih lagi dengan kekencangan buah dadanya yang sangat padat untuk seusianya. Begitu bulat dan bisa mengisi bikini atasnya dengan indah. Belahan dada yang tersaji membuat batang kontolku membesar sempurna. Saat dia berbalik dapat kulihat kain bikininya melekat dengan begitu ketatnya pada pantatnya, memamerkan kepadatan bongkahan bokongnya.

"Hey Lisa, gimana kalau kita latih otot biceps dan paha kita?" Tawarku.

"Tak masalah denganku Janu," jawab Tante Lisa sambil berjalan mendekati barbel tangan.

Kami mulai berlatih dan gantian saling jaga. Saat giliranku menjaganya, seluruh panca indraku tefokus padanya. Dapat kucium aroma parfum dan shampo-nya, membuat selangkanganku semakin sesak. Tante Lisa tampak begitu larut dengan latihannya dan aku hanya nikmati indahnya pemandangan yang tersaji.

Aku mulai menggoda Tante Lisa. Tanganku mulai merayap menaiki sisi tubuhnya saat dia mengangkat barbel tangannya. Semakin naik hingga akhirnya tanganku menangkup buah dadanya. Putingnya langsung bereaksi dengan berubah keras dengan cepat. Aku terus menangkup buah dadanya untuk beberapa lama dan Tante Lisa mulai terdengar mengerang lirih.

Ketika Tante Lisa mulai dengan squat, aku berada tepat di belakangnya dan bergerak bersamanya. Dapat kulihat apa yang kulakukan juga berdampak pada Tante Lisa, bikini bagian selangkangannya mulai terlihat basah. Ketika Tante Lisa mulai dengan hip abductor, aku sudah tak bisa mengontrol diri lagi. Kupegang selangkangannya dan jariku mulai menyusuri bibir memeknya dari luar. Tante Lisa merintih pelan. Tanganku pindah ke perutnya dan dan sekali lagi meluncur turun ke selangkangannya. Kali ini aku menyusup ke dalam bikini bawahnya dan menyentuh kelentitnya. Tante Lisa hentikan latihannya dan menyandarkan punggungnya ke sandaran belakang. Aku dekatkan kepala dan mulai menciumnya sambil terus menstimulasi kelentitnya.

Tante Lisa lepaskan mulutnya dari lumatan bibirku dan menatap mataku, "Aku ingin kamu sekarang Janu. Kamu rebahlah di bangku dan akan kuberi kamu goyangan yang takkan mungkin kamu lupakan seumur hidupmu."

Aku suka kalau Tante Lisa mulai bicara mesum dan langsung bergerak ke bangku. Dengan cepat kutelanjangi diri dan rebah di bangku. Terlihat kobaran bara birahi di mata Tante Lisa saat dia juga lucuti bikininya hingga telanjang. Tante Lisa berjalan mendekatiku, buah dadanya bergoyang begitu menggoda. Batang kontolku semakin terasa keras oleh birahi menyaksikan betapa istri papaku ini jadi berubah begitu liar.

Setelah dekat, dia pegang batang kontolku dengan tangan kirinya dan mulai menaiki tubuhku. Tante Lisa arahkan ujung kepala kontolku ke gerbang lubang memeknya. Bisa kurasakan dia sudah tak butuh lubrikasi lagi, memeknya sudah teramat basah. Saat kulihat ke bawah, kuperhatikan cincin kawinnya yang ada di jari tangan kirinya yang tengah memegangi batang kontolku. Sebuah pemandangan yang menyulut birahi.

Kami mengerang bersama dalam harmoni saat memek Tante Lisa mulai menelan kontolku beberapa inchi. Tante Lisa diam beberapa saat sebelum dia mulai menunggangi kontolku dengan pelan, mengontrol kecepatan dan kedalaman tusukannya. Kubelai dan kuremas buah dadanya serta kuselingi dengan pilinan pada putingnya.

"Memekmu begitu hangat dan sempit Lisa. Rasanya belum pernah ada pria sejati yang pernah masuk memekmu."

"Oh Janu... kontolmu rasanya sangat nikmat. Setubuhi aku yang keras Janu. Berikan padaku... aku butuh kontol pria sejati untuk memberiku bayi."

"Terus setubuhi aku Lisa dan akan kuhamili kamu tak lama lagi," aku menggeram.

"Kupegang janTiou ini Janu," Tante Lisa menjerit keras saat orgasme menderanya. Dia menggoyang dengan liar sambil tangannya mengocok kelentitnya sendiri dengan cepat, memicu orgasme demi orgasme dan membuat dinding lorong memeknya berkontraksi meremasi batang kontolku dalam jepitannya yang kuat.

Akupun mengerang keras melepaskan ejakulasiku, mani muntah dari ujung kepala kontolku seakan air panas mendidih yang menyembur dari geyser. Kusemprotkan spermaku hingga tetes terakhir jauh ke dalam rahim Tante Lisa.

Tante Lisa rubuh di atas tubuhku dan nafas kami berdua terdengar memburu dan berat. Kuseka kuncir kudanya yang menutupi samping wajah dan leherku.

Beberapa saat kemudian dia angkat tubuhnya, diiringi rintih kenikmatan yang panjang dari bibirnya, merasakan sensasi kontolku yang setengah tegang dan masih terjepit dalam memeknya. Dengan mata yang berkaca-kaca dia membungkuk perlahan dan mulai menciumku dengan lembut. Dia menatap mataku dengan dalam dan berbisik, "Semuanya tak akan jadi senikmat ini lagi. Setiap kali aku harus tidur dengan papamu, aku harus pejamkan mata dan membayangkan kamu."

Dia mulai mengencangkan otot memeknya, memerah sisa-sisa maniku dari kontolku. Kami saling berciuman beberapa saat, tapi saat aku mulai ingin mengawali ronde yang kedua, Tante Lisa bangkit. Dengan diiringi bunyi ‘plop’ batang kontolku tercabut dari jepitan memeknya.

"Aku harus cepat mandi dan jemput Raka," ucapnya.

"Gimana kalau kita berdua jemput dia dan kemudian pergi ke pantai ?" Saranku.

"Aku mau saja dan aku rasa Raka juga akan suka," jawabTante Lisa.

"Baguslah, kita berangkat setengah jam lagi ."

***

Kami jemput Raka dan dia sangat senang sekali diajak ke pantai. Aku yang menyetir, Tante Lisa duduk di sebelahku dan Raka duduk di belakang di safety seat dan dia terus saja bicara dengan riang.

Kulirik Tante Lisa di sebelahku, dia terlihat begitu menawan memakai atasan hijau dan rok berwarna putih.

Kami habiskan beberapa jam di pantai, bermain, berenang, makan es krim dan hotdog. Tante Lisa tidak masuk ke air, hanya aku dan Raka yang bermain sangat lama di air.

Dalam perjalanan pulang, Raka langsung tidur dengan lelapnya di safety seat. Terdengar suara dengkurannya pelan dan senyuman lebar tersungging di wajahnya.

Tante Lisa menoleh ke belakang untuk memeriksanya. Lalu dia menoleh ke arahku dan tersenyum, "Kurasa dia benar-benar kelelahan tapi dia sangat senang. Kamu sangat baik padanya Janu... jauh lebih baik dari Tio. Bagaimana aku bisa berterima kasih padamu?"

"Aku punya ide," jawabku dan memegang tangannya lalu meletakkannya di selangkanganku.

Tante Lisa merona wajahnya dan berkata, "Jangan di sini Janu, gimana kalau ada yang lihat atau Raka bangun?"

"Tak akan ada yang bisa lihat kita dan Raka sangat nyenyak tidurnya," jawabku dengan terus menahan tangan kirinya menekan selangkanganku.

Dengan diiringi rintihan lirih Tante Lisa mulai telusuri gundukan kontolku dari luar celana pendekku. Sejenak kemudian dia lepas seatbelt-nya dan menghadap ke arahku. Dengan cepat dia buka celana pendekku dan keluarkan batang kontolku yang masih setengah ereksi. Perlahan jemarinya mulai menggenggam batangku, tangannya yang kecil tak mampu menggenggam dengan sempurna. Dia buka mulutnya dan membungkuk lalu mulai masukkan kepala kontolku diantara bibirnya.

Kurasakan bibirnya yang lembut membungkus kontolku. Pelan namun mantap dia mulai luncurkan mulutnya naik turun pada batangku. Air liurnya yang hangat mulai menetes hingga buah zakarku. Segera saja celana pendekku basah oleh keringat dan air liur. Kucoba untuk tetap fokus ke jalan, tapi sering kali kulirik ke bawah, pada belakang kepalanya. Rambut hitamnya terlihat mengkilap dan terasa bagai sutra di pahaku.

Lidahnya mulai menari di bagian bawah batang kontolku dan tak ayal kontolku langsung mengeras sempurna dengan segera. Kugunakan tangan kiriku untuk menggapai buah dadanya dan memberi remasan lembut. Dia melenguh pelan tapi tetap tak hentikan hisapannya pada kontolku.

Aku berusaha bertahan agar dapat menikmati sensasi hisapannya yang memabukkan. Tapi betapapun kuberusaha sekerasnya, akhirnya kusampai juga pada batasku. Sapuan lidah Tante Lisa pada lubang kencingku membuat otot buah zakarku mengencang seketika. Kugenggam erat roda kemudi dengan kedua tanganku, pinggulku terangkat naik dan kurasakan ujung kepala kontolku menghantam rongga tenggorokannya. Detik itu juga segumpal mani kental meluncur lepas dari lubang kencingku. Tante Lisa tak bergeming dan terus memompa batang kontolku dengan jepitan mulutnya. Semburan demi semburan terus keluar dari persediaan kantung spermaku hingga akhirnya kurasakan tak ada lagi yang tersisa. Sebuah sapuan lidahnya menggiringku pada ledakan mani terakhir dari kontolku. Sebuah lenguhan penuh kepuasan keluar dari bibir Tante Lisa saat dia angkat kepalanya dari kontolku dan ditelannya sisa maniku yang masih ada di mulutnya. Masih ada tersisa sedikit mani kental di dagunya, saat dia tersenyum padaku.

Tante Lisa usap mulut dan dagunya dengan punggung tangannya dan kemudian kembali tersenyum padaku dengan begitu menggoda. Dia taruh jarinya di bawah dagunya dan mulai memijat otot yang ada di bawah telinganya sambil beringsut ke tempat duduknya lagi.

"Aku tak biasa membuka begitu lebar mulutku terlalu lama," kata Tante Lisa, "kontolmu jauh lebih besar dari punya semua yang pernah kuemut. Aku tak bohong. Tio tak bisa menyaingimu. Aku sudah tak sabar merasakan kocokan kontolmu di memekku lagi."

Dengan tersenyum lebar kujawab, "Kamu hanya perlu tunggu nanti malam dan akan kukocok memek sempitmu dengan kontolku sepuasmu."

"Aku sudah tak sabar," kata Tante Lisa sambil menyandarkan kepalanya ke belakang. Kulirik dia dan kusaksikan sebuah senyuman kepuasan tersungging lebar di wajah cantiknya...


*****

Bagian 9: Beberapa Hari Berikutnya

Hari-hari berikutnya Tante Lisa dan aku terus menikmati affair kami di tempat manapun yang memungkinkan. Suatu waktu dia mengatakan padaku kalau dia telah jadi kecanduan denganku, dan sudah merasa tak bisa hidup tanpa mendapatkan suntikan cairan pembuat bayi dariku. Aku merasa bahagia menyediakan itu untuknya dan melakukan beberapa deposit spermaku ke dalam rahimnya dimasa suburnya.

Disaat yang sama aku berhasil medapat kenang-kenangan yang hebat tentang affair kami di dalam rumah dan juga di kolam renang. Salah satu rekaman itu berlangsung pada malam hari, saat kuhabiskan malam di dalam kamar Tante Lisa dan papaku. Malam itu kami bersetubuh dan tidur, bangun dan bersetubuh lagi dan kembali tidur. Saat terbangun keesokan paginya kami merasa sangat kelelahan hingga kami berdua memutuskan untuk pindah tidur di kamar masing-masing, agar mendapatkan tidur yang cukup.

Suatu petang, telpon berdering ketika Tante Lisa dan aku sedang telanjang di kolam. Kami tengah berciuman dan saling meraba saat telpon di sebelah kami mulai berdering. Tante Lisa melenguh dan menggelinjang dalam nikmat saat aku jilat dan lahap memeknya. Tante Lisa sebenarnya ingin membiarkan saja telpon tersebut, tapi tiba-tiba aku dapat sebuah ide mesum yang nakal dan segera kuangkat telponnya. Pada layar display terlihat nama papaku yang menelpon dari China dan langsung kutekan tombol penerima lalu menyerahkan telpon tersebut ke tangan kiri Tante Lisa.

Bisa kulihat rasa takut dan tertekan di mata Tante Lisa saat dia terima telponnya dan dengan menahan nafas dia berucap, "Hello."

Samar kudengar suara papaku, "Hai sayang. Gimana kabarnya?"

"Baik, aku baru renang beberapa putaran waktu kudengar telponnya berbunyi," jawab Tante Lisa.

Ketika papa dan Tante Lisa melanjutkan percakapan mereka di telpon, aku berlutut dan mengatur posisi di antara paha Tante Lisa. Kubidik sasaran basah di antara pahanya.

Sambil mendengar papaku di telpon, Tante Lisa mulai menggelengkan kepala dan mulutnya membentuk kata ‘jangan’ tanpa suara. Aku cuma tersenyum dan dengan tangan kiri kucolek sedikit lendir birahi dari memeknya dan kukulum jariku yang berlumuran lendirnya itu. Dengan tangan kanan kugenggam kontolku dan kugesekkan kepala kontolku ke bibir memeknya yang kuyup dan tak mengindahkan tatapan mata Tante Lisa yang memohon. Dengan pelan kutusukkan ujung kontolku membelah lorong basahnya.

Tante Lisa keluarkan lenguhan pelan dan di seberang telpon dapat kudengar papaku bertanya tentang suara tersebut.

"Oh, sayang kakiku cuma tersandung lounger," jawab Tante Lisa.

Aku mulai menggoyang Tante Lisa dengan pelan. Dapat kudengar papa menanyakan kabar Raka dan aku.

"Raka dan Janu sangat akrab," jawab Tante Lisa dan lanjutnya, "gimana dengan bisnismu?"

Aku terus menyetubuhi Tante Lisa saat papa mulai menceritakan tentang masalahnya di China. Kumulai sodok semakin dalam dan dengan tangan kiri kugesek kelentitnya dalam gerakan memutar. Bisa kurasakan memek Tante Lisa mulai berdenyut kuat dan aku tahu kalau tak lama lagi dia akan mencapai puncaknya. Sebuah erangan keras keluar dari mulutnya saat kusodokkan kontolku hingga mentok.

"Ahhhh," dia tersengal diserang kenikmatan yang penuh.

Kudengar suara papa lagi, "Kamu kenapa, Lisa? Kedengarannya kamu lukai dirimu lagi." Suara papa terdengar terkejut.

"Oh Tio, lututku kram," Tante Lisa tersengal, lalu lanjutnya, "aku habis latihan dengan Janu tadi dan dia melatihku dengan keras tiap hari."

"Ok Lisa, jangan terlalu berlebihan ya? Kamu bukan gadis remaja lagi," jawab papa.

Aku hanya diam tak bergerak menindih Tante Lisa. Aku suka rasa lembut buah dadanya yang tergencet dadaku. Kontolku tertancap dalam jepitan memek Tante Lisa, dan saat dia masih terus bicara dengan papaku di telpon, dapat kurasakan seluruh dinding memeknya terus berkontraksi meremasi batang kontolku.

Tante Lisa menanyai papaku tentang rencana perjalanannya dan saat papa menjelaskannya, maka akupun mulai bergerak kembali. Kucumbu buah dadanya, mulutku mulai mengulum puting kirinya.

Bisa kulihat kalau perbuatanku ini membuatnya liar. Disaat berada di ambang orgasmenya, Tante Lisa berusaha semampunya untuk menyudahi percakapannya dengan papa tanpa membuat suara-suara aneh lagi.

Begitu dia dapatkan kesempatan itu, dengan cepat dia bilang pada papa, "Tio, kurasa aku dengar suara Raka. Aku harus pergi memeriksanya. Sampai ketemu beberapa hari lagi." Bersamaan dengan selesainya ucapannya, dia langsung menekan tombol off di telpon dan kemudian menjatuhkan telponnya begitu saja.

Dia kalungkan tangannya merangkulku dan menancapkan kuku tangannya ke punggungku lalu dia mulai menjerit lepas. Aku mulai mengocoknya dengan tenaga penuh dan Tante Lisa mengaitkan kakinya ke pahaku, berusah menarik batang kontolku agar terbenam sedalam-dalamnya.

Tante Lisa terus mengerang dan mendesah liar begitu kupercepat kocokanku. Batang kontolku bergerak keluar masuk memeknya dengan kecepatan penuh. Segera puncak kenikmatan didapatnya, tubuhnya menggelinjang tak terkendali dalam kenikmatan tak terperi. Tak lama berselang aku merasakan puncakku juga menjemput dan dengan sebuah geraman keras, kulesakkan kontolku sejauh yang kumampu. Kuberikan cairan pembuat bayiku ke dalam rahimnya untuk kesekian kalinya.

Setelahnya kami hanya saling peluk dan cium beberapa lama. Lalu aku bangkit dan memungut telpon dan sambil tersenyum aku bertanya, "Apa Papa bilang sesuatu yang menarik tadi?"

"Kamu brengsek!" jawab Tante Lisa, "Kamu pikir, aku bisa mengingat semua yang papamu bilang tadi? Gimana aku bisa konsentrasi, kalau kamu membuat perasaanku tak karuan?"

"Yah, kupikir wanita bisa melakukan banyak pekerjaan bersamaan," ucapku sambil menyeringai.

"Tidak dengan wanita ini, dengan pekerjaan ini," jawab Tante Lisa dengan tersenyum.

"Lalu, apa karena kamu sudah bukan gadis remaja lagi?" kuulangi ucapan papaku dari percakapannya di telpon dengan Tante Lisa tadi.

Tante Lisa berdiri dan memukul lenganku, "Aku belum tua dan beraninya Papamu bilang begitu. Tapi kamu Tuan... semua latihan keras yang kamu berikan, aku masih mampu melakukannya dengan baik."

Aku balas menyeringai padanya dan bilang, "Kamu hanya harus terus membuktikannya."

Bibir kami saling lumat dengan penuh nafsu dan pergi masuk ke dalam rumah...


*****


Bagian 10: Malam Sebelum Papa Pulang

Dua hari sebelum kepulangan papa, Lisa dan aku sedang mendinginkan diri di kolam setelah sesi persetubuhan kami.

"Kita harus bicara Janu," kata Tante Lisa, terdengar serius.

Aku berenang mendekatinya dan memberinya ciuman sebelum berucap, "Ok, ayo bicara."

"Kamu tahu kalau Papamu akan pulang beberapa hari lagi. Kita harus diskusikan bagaimana kita atasi situasi ini."

Kupeluk dia dan berkata, "Hari-hari terakhir ini adalah yang terbaik dalam hidupku. Dan aku takkan bisa berada di dekatmu tanpa kontolku jadi tegang," Kupastikan kalau Tante Lisa bisa merasakan ereksiku yang menekan perutnya.

"Kamu tak ada puasnya, Janu," jawab Tante Lisa, "Waktuku bersamamu juga istimewa. Kamu tunjukkan padaku kalau aku belum terlalu tua untuk nikmati kenikmatan seksual. Aku belum pernah merasa begitu terpuaskan, kecuali saat bercinta denganmu."

Batang kontolku berdenyut mendengarnya dan akupun membungkuk untuk mencium Tante Lisa, sambil tanganku mencengkeram bokongnya. Saat lidah kami saling belit, kuangkat tubuhnya dan aku atur ujung kontolku di depan lubang kenikmatannya. Kemudian kuturunkan tubuhnya ke batang kontolku dan Tante Lisa langsung melenguh. Aku berjalan sambil menggendong tubuhnya ke arah kolam. Kulepaskan ciuman kami dan berucap dengan menyeringai lebar, "Kita bisa terus mengobrol sambil bersenang-senang."

"Tak kupercaya kamu sudah tegang lagi. Kita baru saja selesai bercinta lima menit yang lalu. Sepertinya kamu memang bukan manusia."

"Aku selalu tegang di dekatmu. Salahmu sendiri jadi wanita yang begini menggiurkan."

"Ya... kurasa kita bisa terus ngobrol, sambil melakukan ini," kata Tante Lisa, sambil otot memeknya meremasi batang kontolku.

"Aku tak keberatan," jawabku dan berikan Tante Lisa sebuah ciuman.

"Bagaimana kita mengatur affair ini, saat Papamu pulang?"

"Aku sangat menyukaimu Lisa, makanya aku ingin menjaga hubungan kita. Tapi aku sadar, kalau Papa sampai tahu affair kita, hatinya akan terasa sangat sakit."

"Aku tahu Janu. Aku cinta Papamu dan tak ingin menyakitinya. Tapi kamu membuatku merasa muda dan menarik. Bersamamu, nafsuku benar-benar terbakar. Kontol indahmu memberiku begitu banyak kepuasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya."

Kutatap matanya dalam-dalam, "Aku juga merasakan nafsuku terpuaskan denganmu Lisa. Aku tak merasa percintaan kita akan jadi masalah. Kamu masih seorang mama yang penuh perhatian dan kasih sayang pada Brain, lalu kenapa kamu tak bisa jadi seorang istri yang penuh perhatian dan kasih sayang juga pada Papaku?"

Air mata mulai merebak di mata Lisa, "Kamu benar. Aku hanya perlu hidup dalam dua kehidupan yang berbeda, satu sisi jadi seorang istri dan mama yang penuh kasih sayang dan satu sisi lainnya jadi kekasih gelapmu."

Untuk beberapa lama kami saling berciuman dan kemudian aku berkata, "Sebenarnya aku punya sebuah harapan. Kalau kamu bisa jadi seorang istri dan mama yang penuh kasih sayang untuk Papa dan Raka, kuharap kamu bisa jadi pelacurku yang binal."

Kurasakan dinding memeknya mengencang saat kuucapkan kata yang mesum. Dengan senyuman yang menggoda dia berkata, "Jadi, kamu ingin aku jadi pelacurmu yang binal... begitu?"

Kutusukkan kontolku semakin dalam menembus memeknya, "Oh... ya. Aku ingin membawamu dalam pengembaraan seksual. Kita masih punya banyak hal yang belum dicoba. Tapi yang pertama dan yang terpenting, kita harus membuatmu hamil secepatnya."

"Kurasa kamu sudah mengatasi masalah itu. Masa suburku sudah berlangsung dari beberapa hari kemarin dan akmu sudah berikan begitu banyak spermamu dalam rahimku sejak pertama kali kita bercinta."

"Aku merasa bahagia untukmu Lisa, tapi apa yang akan kamu katakan pada Papa nanti?"

"Aku harus langsung bercinta dengan Papamu begitu dia pulang nanti. Daia begitu sibuk, dan aku yakin dia takkan sempat memikirkan yang lain. Tapi kamu harus berhenti pakai memekku sehari sebelum Papamu pulang. Aku tak mau dia merasa, kalau memekku jadi terlalu lebar karena kontolmu yang besar ini."

Aku mengocok memek Tante Lisa dengan pelan dan sambil memandangi buah dadanya yang berada tepat di atas permukaan air, aku berkata padanya, "Aku sarankan kamu bercinta dengannya di tempat yang gelap saja."

Tante Lisa mulai melenguh tapi bertanya, "Kenapa harus di tempat yang gelap?"

Kukatup satu buah dadanya dengan mulutku dan lidahku mulai melingkari putingnya yang keras. Setelah merasa puas, kulepaskan buah dadanya dan berkata dengan menyeringai lebar, "Percintaan kita tiap hari di kolam membuat buah dadamu yang putih jadi berubah kecoklatan. Tapi jangan khawatir, aku sudah memberinya lotion yang banyak."

"Astaga," Lisa terkikik, "aku sama sekali tak memikirkannya."

"Aku kan selalu ingin membuatmu bahagia. Apa kita sudah selesai ngobrol, jadi aku bisa konsentrasi untuk memuaskanmu?"

"Sudah selesai, kocoklah sekarang, kuda jantanku," jawab Tante Lisa dengan seringai mesum.

Sambil menatap lekat matanya, kutusukkan seluruh batang kontolku ke dalam memeknya yang lapar. Kulihat matanya terbelalak tak percaya dan sepertinya ada sedikit air mata yang menetes. Bisa kurasakan aku menusukknya hingga mentok di leher rahimnya dan itu membuatnya merintih keras dalam campuran rasa sakit dan nikmat. Kumulai mengocok dalam ayunan panjang dan pelan, Tante Lisa terus merintih dalam gendonganku.

Aku mulai tingkatkan kecepatan dan tekanan kocokanku. Sebentar saja, Tante Lisa raih puncak kenikmatannya dan dapat kurasakan orgasmeku juga mulai mendekat, tapi aku punya ide lain di otakku dan setelah kurasakan denyutan di memeknya selasai, kucabut batang kontolku yang masih keras.

"Kenapa dicabut? Kamu belum keluar kan?" Tanya Tante Lisa.

"Aku punya ide lain," bisikku dan kuturunkan tubuhnya lalu mengajaknya keluar dari kolam dan menidurkannya di atas lounger .

Kembali kulumat bibirnya dan saat cuman kami berhenti, dia menatapku sayu, "Apa ide barumu, Janu?" Tanyanya sambil tangannya meremas batang kontolku.

"Ini kalau kamu tak keberatan," ucapku.

"Tentu aku tak akan keberatan, Janu. Aku ingin memuaskanmu seperti caramu."

"Kalau begitu, mungkin kita bisa coba sesuatu yang baru?" Ucapku sambil tersenyum menggoda.

"Biar kudengar idemu," kata Tante Lisa.

"Aku ingin setubuhi buah dadamu," bisikku di telinganya.

"Aku mau, tapi aku belum pernah melakukannya. Aku harus gimana, Janu?"

"Kamu jongkok dan tekan kedua buah dadamu dari samping. Nanti kuselipkan kontolku diantara jepitan dadamu dan kalau kamu tundukkan kepalamu dan bisa masukkan kepala kontolku ke dalam mulutmu, itu akan jadi sempurna," kuterangkan caranya pada Tante Lisa.

"Baiklah, aku coba," ucapnya dan kemudian dia jongkok di depanku.

Kutuangkan lotion ke buah dadanya dan mulai melumurinya hingga rata. Kuselipkan batang kontolku diantara jepitan buah dadanya dan kemudian mulai kugerakkan pinggngku.

Kupandang ke bawah dan oh... sebuah pemandangan yang sangat erotis dan membakar birahi, menyaksikan batang kontolku terjepit kenyalnya buah dada istri papaku ini. Tante Lisa melirik ke atas, tepat di mataku saat dia julurkan lidah, berusaha menjilati ujung kepala kontolku ketika dorongan pinggulku telah sampai pada gerakan puncaknya. Aku tahu kalau aku tak mungkin mampu bertahan lebih lama lagi.

Hanya dalam hitungan menit saja, mulai kurasakan desakan spermaku menggelenyar, meluncur dengan cepat menuju ujung kontolku. Aku yakin ini akan jadi ejakulasi yang besar.

Kuayun pinggulku ke atas dan kemudian menggeram keras, "Ahhhh... aku keluar!!!"

Semburan pertama langsung meluncur tepat ke wajah Tante Lisa. Yang kedua mendarat ke dalam mulutnya, dan membuatnya terbatuk. Aku tak bisa mengontrol semburan maniku yang menyembur mengenai mata, hidung dan rambutnya. Akhirnya semburan yang terakhir mendarat di atas buah dadanya.

"Ahhh... sangat nikmat, Lisa," pujiku dengan nafas tersengal. Aku menunduk dan dengan jari kuseka maniku dari matanya, lalu memasukkannya ke dalam mulut Tante Lisa.

"Ini yang pertama kali," Tante Lisa tertawa kecil, "maafkan aku, aku tak bisa telan semua manimu."

Aku hanya tersenyum dan memandangnya lalu kucium bibirnya lekat. Untuk beberapa lama kami saling melumat bibir hingga akhirnya masuk ke dalam rumah.

***

Malam hari sebelum kepulangan papaku, Tante Lisa dan aku rebah di ranjangku. Kami saling berciuman lembut dan kubelai buah dadanya.

"Ingat, kita tak boleh bercinta malam ini," Lisa said.

"Aku ingat, aku sudah janji kalau kontolku takkan membuat lebar memekmu malam ini. Tapi bukan berarti kita tak bisa bersenang-senang," jawabku sambil mengulum puting Tante Lisa.

"Ahhhh... aku suka caramu pakai mulutmu," Tante Lisa melenguh.

Aku mulai ciumi perutnya dan ciumanku akhirnya berhenti pada celana dalam yang membungkus memeknya. Kain sutra tersebut tak mampu melindungi bibir memeknya dengan sempurna dan langsung kusingkap kain sutra itu ke samping. Aku tersenyum sendiri begitu dapat kucium aroma birahinya dan kulihat bibir memeknya sudah merekah indah. Terlihat dari lubang memeknya telah mengalir sedikit lendir birahinya. Memek cantiknya yang lembut dan tanpa sehelai rambut mebuat nafsuku menggelegak. Aku beringsut ke antar pahanya, kujulurkan lidah dan mulai menjilati bibir memeknya.

"Oooohhhh..." rengek Tante Lisa.

Kubuka bibir luar memeknya dengan dua jariku, menyingkap bibir dalamnya yang tersembunyi. Kusentuh kelentitnya dengan ujung lidah. Tante Lisa mengerang dan kedua pahanya gemetar. Kusapukan lidahku pada kelentitnya berulang-ulang sebelum akhirnya kuhisap daging kecilnya yang sensitif itu ke dalam mulutku.

"Ahhhh... Janu," teriak Tante Lisa, tubuhnya mulai mengejang seiring orgasmenya. Beberapa saat kemudian kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu aku membungkuk untuk mencium bokongnya bergantian. Kubelai dagingnya yang lembut. Perlahan kubuka bongkahan pantatnya.

Tubuh Tante Lisa jadi kaku dan dia bertanya, "Apa yang kamu lakukan, Janu?"

"Aku hanya perluas pengembaraan seksual kita. Pejamkan matamu dan biarkan tubuhmy bereaksi dengan eksplorasiku. Kamu tetap selalu bisa bilang padaku untuk berhenti."

Aku nyarus mengerang begitu lubang anus Tante Lisa yang kecil terekspos. Aku membunguk dan mulai meniupkan udara hangat ke lubang kecilnya yang berdenyut. Ujung lidahku menggoda lingkarannya yang mengkerut, membuat Tante Lisa langsung melenguh dan mendorongkan pantatnya. Kujilat celah bokongnya dan meninggalkan jejak air liur di sana. Akhirnya kubuat kaku lidahku dan menekannya ke lubang kecilnya.

"Oooohhhhh..." Tante Lisa mengerang panjang dan bokongnya menekan lidahku lagi.

Kutusukkan ujung lidahku keluar masuk dalam sempitnya lubang kecilnya beberapa kali. Kemudian aku berlutut di antara pahanya. Kuraih sebotol baby oil yang sudah kusiapkan terlebih dulu dan mulai menuangkan ke pantat Tante Lisa. Kuusapkan bay oil itu ke bokongnya dan terkadang tanganku bergerak ke depan dan mengusap kelentitnya. Tangan kiriku mengusap kelentitnya dan jari tengah tangan kananku menggosoki lubang anus Tante Lisa.

Tante Lisa mengerang, "Aku tak yakin melakukan ini Janu. Aku belum pernah melakukannya dan aku takut rasanya nanti sangat sakit."

"Rileks Lisa, coba saja dulu. Ingat, kalau kamu bilang stop, aku akan langsung hentikan."

Pelan-pelan mulai kudorong jariku memasuki lubang anusnya yang berkedut. Gila! Sangat kencang. Aku mulai kocokkan keluar masuk dengan lembut dan setelah beberapa waktu, kutambahkan satu jari lagi. Tante Lisa sekarang hampir merengek tapi aku tetap teruskan seranganku pada lubang sempitnya.

Perlahan kudekatkan batang kontolku yang terus berdenyut pada celah bokongnya dan menaruh ujung kontolku tepat di depan lubang anusnya. Dengan tangan kiri kutuangkan banyak lotion ke kontolku dan berkata pada Tante Lisa, "I'll slowly push my penis inside your ass it can hurt a little at first but after awhile you'll begin to enjoy it."

"Ok Janu, tolong lakukan yang pelan ya. Kontolmu telalu besar dan aku takut nanti sangat sakit."

Kusentuh lubangnya dengan ujung kontolku setelah kubuka kedua bongkahan bokongnya lebih lebar. Setelah merasa sasarannya tepat, kutekan ujung kepala jamurku, kutambah tekanannya pelan-pelan. Otot lubang anusnya berusaha melawan dengan kuat sebelum akhirnya kemudian mulai melemas.

"Oooohhhh... ahhhh... stop, stop, stop!!!" Teriak Tante Lisa begitu kepala kontolku membuka lubangnya.

Aku berhenti dan kubisikkan padanya untuk rileks sambil mulai kudorong pelan.

"Tolong stop Janu, rasanya sangat sakit."

Kontolku sekeras besi, sekarang ini kepala kontolku terbenam dalam jepitan lubang anus istri papaku yang teramat kencang dan sama sekali aku tak punya niat untuk berhenti. Kubisikkan ke telinganya, "Santai saja sayang. Biasakan dulu dengan ukuran kontolku dan nanti kita putuskan berhenti atau terus."

"Baiklah," Tante Lisa terisak.

Aku mulai merangsang kelentitnya dan setelah beberapa waktu dapat kurasakan, kalau lubang anusnya seperti telah memberi ijin padaku untuk melangkah lebih jauh. Kudorong ke depan dan Tante Lisa mulai teriak. Pelan-pelan kutekan, inchi demi inchi, lalu berhenti sejenak agar dia terbiasa dengan ukuran kontolku, hingga kini telah separuh batang kontolku berhasil masuk ke dalam lubang anusnya.

"Aku akan berhenti dulu sayangku. Sekarang rileks dan cobalah untuk menikmatinya," ucapku menunggu Tante Lisa terbiasa dengan penetrasi batang kontolku.

Beberapa saat kemudian aku mulai gerakkan batang kontolku keluar masuk, sembari terus merangsang kelentitnya. Tiba-tiba Tante Lisa balas mendorongkan pantatnya ke belakang dan akupun tersenyum. Wanita cantik dan cerdas ini, mulai suka di anal. Bicara tentang kepribadiannya sekarang, sisi istri dan mamanya telah hilang, sekarang telah kudapatkan pelacur binalku.

"Setubuhi aku! Sodok yang keras! Setubuhi anusku yang sempit," ceracau Tante Lisa.

Kutersenyum padanya dan mulai gerakkan pinggangku bertambah cepat hingga akhirnya kukocok lubang anusnya yang kencang tanpa ampun. Kamarku dipenuhi dengan suara beradunya kulit kami.

"Aku keluar, Janu," jerit Tante Lisa dan tubuhnya mulai menggeliat liar di atas ranjang.

"Aku juga sayang, aku hampir keluar," teriakku dan kucabut batang kontolku keluar dari lubang anusnya dengan bunyi ‘plop’ keras. Tiga kali kukocok batang kontolku dengan keras dan ingin kuseprotkan maniku ke bokongnya. Tapi aku keluar dengan begitu keras hingga semprotan maniku yang pertama menyembur hingga punggung Tante Lisa, yang berikutnya mendarat di rambutnya dan sisanya jatuh di punggung dan pantatnya.

Aku rubuh ke atas ranjang di samping Tante Lisa. Beberpa saat kemudian kucium bibirnya dengan lembut dan berbisik, "Tadi sangat hebat. Kuharap aku tak menyakitimu?"

"Awalnya sangat sakit, tapi sebentar kemudian berubah jadi sesuatu yang sangat menakjubkan yang pernah kurasa. Rasanya seperti campuran rasa sakit dan nikmat dan aku tak bisa membedakan itu. Tapi aku yakin besok pantatku masih terasa sakit."

Kuberi dia ciuman mesra dan berkata, "Sekarang kamu bisa istirahat beberapa hari kedepan. Dengan adanya Papa, affair kita tak bisa sebebas biasanya."

Lalu kamipun terlelap.


*****


Bagian 11: Kepulangan Papaku

Keesokan harinya papa pulang. Ada sedikit kesedihan kurasakan saat kusambut dia, karena dengan perjalanannya ke China telah memberiku sebuah pengalaman yang takkan terlupakan. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku punya seorang wanita yang bersedia kukendalikan tubuhnya. Dengan dengan umurku yang masih delapan belas tahun, ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa.

Tante Lisa harus menghadiri undangan salah satu temannya, membuat papa, Raka dan aku sendiri saja menikmati makan malam. Setelah itu papa dan aku mendiskusikan tentang perjalanannya dan aku merasa benar-benar suka dengan pria ini. Papa sangat cerdas dan punya selera humor yang bagus. Dan juga kalau kamu tidak tahu bahwa papaku adalah seorang billiuner, kamu takkan bisa menduganya. Karena dia sama sekali tidak suka menyombongkan kekayaannya. Baiklah, kami memang tinggal di rumah yang super besar dengan fasilitas mewah, tapi tak ada satupun pembantu tetap di sini dan cuma ada dua mobil di garasi, satu untuk papa dan satu lagi untuk Tante Lisa. Hanya satu kelemahan yang kulihat ada padanya, dan itu jadi prioritas terbesarnya. Aku tak pernah bisa memahami kenapa dia begitu sangat bernafsu memburu uang, hingga mengabaikan keluarganya. Dia kan sudah jadi seorang billioner yang membuatnya masuk dalam jajaran 100 orang terkaya di dunia. Tapi aku harus akui, karena kelemahannya itulah, keberuntungan besar datang padaku.

Kami mulai mengobrolkan tentang sekolahku yang akan mulai sebentar lagi di sini dan papaku bilang, "Kita harus membelikanmu mobil, Janu. Gimana kalau Chevrolet Corvette atau Aston Martin Vantage atau Porsche 911?"

"Wow Pa, semuanya mobil yang hebat dan biasanya aku akan langsung menerima tawaranmu, tapi kalau Papa ingin belikanku mobil, aku punya pilihan sendiri," ucapku.

"Bilang saja Nak, biar Papa tahu. Tapi Papa rasa, Papa tak akan belikanmu Ferrari atau Lamborghini."

Aku tertawa dan berkata, "Papa tak harus belikan aku mobil sport. Aku lebih tertarik pada SUV."

"Kenapa SUV?" tanya Papa heran.

"Kupikir mobil sport tidak cocok dengan safety seat di kursi penumpang," jawabku.

"Safety seat," Papa semakin kelihatan bingung.

"Ya, aku harus punya mobil yang ada safety seat-nya biar Raka bisa naik ke mobilku. Dan aku ingin jalan-jalan di kota ini dengan adikku," ucapku dengan senyum lebar.

"Oh, begitu," kata papaku, "Lisa memang benar, kamu pemuda yang dewasa. Aku tak tahu ada anak muda yang lebih memikirkan adiknya dibandingkan kesenangannya sendiri. Sudah punya model yang kamu suka?"

"Belum, tapi kupikir kita bisa mencari mobil yang ideal bersama. Perhatianku yang utama adalah soal keselamatan, aku tak peduli dengan penamilan," jawabku.

"Nah, aku akan merekomendasikan BMW X6. Mobil yang besar dan sangat aman," kata papa, "Kita bisa ke dealer besok dan lihat-lihat."

"Kedengarannya ide yang bagus," jawabku.

Setelah itu kami hanya ngobrol biasa, lalu aku pergi tidur.

***

Pagi harinya kunyalakan laptop dan dengan penasaran kubuka rekaman dari kamar papa malam kemarin. Kudengar suara papa bicara sambil rebahan di ranjang dan Tante Lisa sedang berdandan. Tante Lisa matikan lampu utama dan naik ke atas ranjang. Mereka mulai berciuman dan sebentar kemudian Tante Lisa mulai menindih tubuh papa. Dia mulai menunggangi papa dan setelah beberapa menit digoyang, kudengar papa teriak, "Aaarghh Lisa... aku keluar." Tante Lisa membungkuk dan menciumnya, lalu turun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Kemudian mulai kudengar suara dengkuran papa dan sebentar kemudian tampak Tante Lisa sudah kembali naik ke atas ranjang.

Kumatikan laptopku dan aku tak bisa mencegah menyeringai. Kalau tadi adalah refleksi permainan ranjang mereka, aku sangat mengerti kenapa Tante Lisa jadi begitu kecanduan dengan batang kontolku.

Kemudian aku pergi mandi dan berpakaian sebelum pergi ke dapur, semua anggota keluarga sudah berkumpul di sana. Kuberi ciuman di pipi pada Raka, "Selamat pagi semuanya."

Papaku mengucapkan selamat pagi dari balik koran paginya.

Matakuu jatuh pada Tante Lisa, yang terlihat begitu menawan. Dia bangkit dan berjalan menuju kulkas. Bisa kulihat dia mengenakan busana yang begitu moderat. Dia memakai t-shirt ketat yang memamerkan buah dadanya tapi tanpa memperlihatkan belahan dada. Mungkin itu sebuah trik yang bagus karena dia tak perlu menjelaskan tentang perubahan kulit dadanya. Celana dan high heels-nya menjadikan pantatnya menonjol dengan begitu menggoda. Meliahat itu membuat batang kontolku berdenyut tapi kukatakan pada diriku, aku harus bisa tenang.

Aku mulai santap sarapanku dan mengobrol dengan Raka. Setelah beberapa saat, papa letakkan koran paginya dan melihatku, "Kamu sudah siap beli mobilnya?"

"Aku siap dan sangat semangat. Baru sekarang aku akan punya mobil sendiri," jawabku.

"Sakarang waktunya," kata papa, "Aku akan mandi dulu lalu kita langsung berangkat."

"Ok," jawabku dan papa berdiri, lalu keluar dari dapur diikuti Raka.

Tante Lisa dan aku mulai membereskan meja dan setelah yakin kondisi aman aku berkata, "Gimana hasilnya semalam? Apa kamu berhasil membuat alasan untuk menutupi kehamilanmu nanti?"

Wajah Tante Lisa merona dan dia berbisik padaku, "Ya, kami sudah bercinta semalam dan papamu keluar di dalam."

"Nah, kurasa kamu sudah tak membutuhkanku lagi karena papa sudah bisa memuaskanmu," ucapku sambil membayangkan betapa cepatnya percintaan mereka yang kulihat di video.

"Aku tak akan menganggapnya begitu. Percintaan kami hanya berlangsung beberapa menit saja dan aku masih sangat jauh dari puas. Jadi, kamu belum boleh cuci tangan," terang Tante Lisa dengan tersenyum, "Asal kamu tahu, aku langsung berdiri begitu papamu keluar lalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan memekku. Kalau nanti aku hamil, itu memang benar-benar bayimu."

Kontolku mulai mengeras mendengarnya dan kuberi dia ciuman singkat, "Aku sudah tak sabar untuk bercinta denganmu lagi, tapi kita harus hati-hati agar papa tidak curiga."

"Aku sangat setuju," jawab Tante Lisa, "Meskipun jujur, aku inginkan kamu untukku sendiri, tapi kurasa lebih baik kamu cari seorang pacar, setelah masuk sekolah. Aku benci membagimu, tapi papamu akan merasa ada sesuatu yang salah kalau anak lelakinya yang tampan, gagah dan BESAR tidak punya seorang pacar. Jadi berjanjilah padaku, kamu akan coba hidup seperti seorang remaja normal saat kamu masuk sekolah."

Tak kupercaya kalau tante Lisa menyarankanku untuk mencari seorang kekasih selain dirinya. Tapi aku harus tetap jaga diri, "Aku tak yakin Lisa, tapi kalau memang kamu memaksa, aku akan coba cari pacar di sekolah."

"Oh, Janu, aku benci ini, tapi itu jalan yang terbaik untuk kita," Setelah itu Tante Lisa berbalik dan keluar dari dapur.

***

Di tempat dealer mobil kami temukan mobil yang kami cari dengan cepat. Aku baru tahu setelahnya, kalau malam sebelumnya papaku telah menelpon delar tersebut terlebih dulu untuk memesan. Papa juga memaksaku untuk melakukan modifikasi pada mobilku, agar aku tidak diolok-olok saat membawanya ke sekolah. Maka hasilnya sebuah set sound system dan velg warna chrome terpasang dengan cantik di BMW X6 baruku.

Aku merasa sangat bahagia mengendarai BMW X6 hitam baruku yang mengkilat. Sekarang aku punya mobil sendiri dengan berbagai atribut penarik perhatian gadis-gadis.

Keesokan harinya, dengan mengendarai mobil baruku, aku mengurusi sendiri kepindahan sekolahku yang sebenarnya baru akan mulai minggu depan. Aku katakan pada papa kalau aku ingin mandiri dan mengurus kepindahanku ini sendiri, tanpa bantuan papa. Semuanya berjalan sangat lancar dan aku juga berhasil mengobrol sebentar dengan kepala sekolahnya yang kemudian mengantarkanku melihat-lihat sekeliling sekolah serta menunjukkan calon kelasku nanti.

Setelah urusan sekolahku selesai, kutelpon papa di rumah dan bilang kalau aku ingin mengantarkan Raka ke Pre School dan seteleahnya pergi jalan-jalan dengan mobil baruku bersama adikku.

***

Tak banyak yang terjadi hari-hari berikutnya. Aku bermain dengan Raka, ngobrol dengan papaku dan berusaha agar tidak terlalu mencolok melirik Tante Lisa.

Aku onani sambil menonton videoku dengan Tante Lisa dan semakin merindukan kenikmatan tubuhnya. Setelah beberapa hari aku putuskan kalau kondisinya masih aman terkendali. Saat Tante Lisa dan aku sedang memasak untuk makan malam, aku mulai menggodanya lagi. Menyentuhnya setiap ada kesempatan, tapi dengan sangat berhati-hati. Dengan pakaian summer dress hijau yang dipadu baby doll serta dengan leher berenda membuatnya terlihat sangat sexy. Belahan dadanya yang sedikit mengintip membuat batang kontolku berdesir.

Ketika persiapan makan malam hampir selesai, meja makan selesai kubersihkan dan tante Lisa menyiapkan piring untuk semuanya, lalu aku pergi memanggil Raka dan papa. Meja makan ini berbentuk persegi panjang, papa duduk di salah satu sisi dan Tante Lisa duduk di seberangnya. Raka duduk di atas meja diantara Tante Lisa dan papa dan tempatku berada di sebelah Tante Lisa.

Kamipun mulai makan. Raka mendominasi percakapan dengan cerita harinya di Pre School, sambil main mobil-mobilan yang kubelikan untuknya. Papa terlihat asik dengan pikirannya sendiri dan matanya fokus pada TV di ruang makan ini. Godaanku terhadap Tante Lisa tadi telah membuatku ereksi dan sekarang telah ada sebuah rencana dalam otakku. Dengan pura-pura tak sengaja, kugesekkan paha kananku ke paha kiri Tante Lisa. Kain taplak meja menyembunyikan perbuatanku dan aku terus gesekkan pahaku dengan pahanya. Kulirik ke arah Tante Lisa dan mata kami saling bertemu. Aku tersenyum padanya dan dia hanya balas tersenyum.

"Sialan, dia membuatku horny," pikirku melirik wajah cantiknya. Kulitnya yang bagus dan bibir ranumnya yang seakan memang diciptakan khusus untuk menghisap batang kontolku.

Aku mulai gesekkan kakiku ke pahanya naik turun pahanya dan Tante Lisa langsung meneatapku dengan pandangan takut. Dia coba untuk menggeser pahanya menjauhm tapi tetap saja aku masih mampu menjangkaunya. Untuk beberapa saat aku terus melakukan gesekan kaki sambil mengawasi papa yang masih tetap terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Tangan kanakuku bergerak di bawah meja dan kutaruh di lutut kiri Tante Lisa. Dia terkejut dan matanya langsung melotot padaku.

"Sekarang kita bikin jadi menarik," pikirku sambil tangan kananku mulai mengelus paha telanjang Tante Lisa. Gaun yang dia pakai memberiku kesempatan untuk merasakan kelembutan kulitnya yang terasa gemetaran oleh usapanku.

Tante Lisa turunkan tangan kirinya ke bawah meja dengan hati-hati dan menggenggam pergelangan tanganku. Dia menoleh padaku dan kembali mata kami bertemu. Aku mengedip padanya dan kuremas pahanya dengan lembut. Lalu aku mulai mengelus pahanya dengan gerakan melingkar dan Tante Lisa mau tak mau harus lepaskan cengkeraman tangannya sebelum papaku menyadari sesuatu. Lisa melotot protes padaku dan mulutnya mengisaratkan, "Hentikan, Janu."

Aku hanya menyeringai dan terus melanjutkan aksiku. Kubelokkan tanganku sedikit, kuarahkan tanganku ke paha dalamnya dan dengan jari tengah kumulai rangsang selangkangan Tante Lisa. Cuma dalam hitungan detik langsung bisa kurasakan celana dalamnya mulai lembab.

Dapa kusaksikan Tante Lisa menggigit bibir bawahnya, agar tak menimbulka suara yang mencurigakan. Beberapa saat kemudian kutatap tepat di matanya dan jariku mulai menyusup ke dalam celana dalamnya dan kusentuh kelentitnya. Mata Tante Lisa terbelalak lebar dan dia keluarkan suara lenguhan pelan.

Disaat yang sama bisa kurasakan lendir hangat mulai meleleh keluar dari memeknya. Terus kuberi gerakan memutar pada kelentitnya dan kulihat hasil perbuatanku ini pada wajahnya yang menggambarkan rasa nikmat melanda. Setelah merasa cukup memberi stimulasi pada kelentitnya, kini kumasukkan dua jari ke dalam memeknya yang becek.

Perlahan pantat Tante Lisa bergerak maju mundur di kursinya dan aku tahu kalau sebentar lagi dia akan klimaks. Nafasnya jadi memburu dan puting susunya yang telah begitu keras jadi tercetak dari luar gaunnya. Buah dadanya yang membulat indah terlihat bergerak naik turun dengan cepat dan akhirnya tiba-tiba kurasakan kedua pahanya menjepit tanganku dengan teramat kencang.

Aku tersenyum melihatnya yang berusaha mati-matian agar tak keluarkan teriakan saat meraih puncak. Hanya suara desisan tertahan yang lepas dari bibirnya ketika tubuhnya bergetar.

Brengsek, aku sangat horny! Batang kontolku terus berdenyut dan akan kulakukan apa saja agar bisa tersalurkan. Saat tante Lisa melirikku, pelan-pelan kutarik keluar tanganku dari bawah meja dan kuhisap jariku yang basah oleh lendirnya hingga bersih.

Tak lama kemudian papa, yang terlihat masih sibuk dengan pikirannya sendiri, bangkit dan membawa piring kotornya ke bak cucian. Ketika dia berbalik, tampak raut menyesal di wajahnya, "Masakannya sangat enak dan aku minta maaf karena tak perhatikan obrolanmu. Tapi aku punya masalah di kantor, aku tak bisa berhenti memikirkannya."

"Tak apa-apa, sayang," jawab Tante Lisa.

Cepat ku bilang dengan tersenyum, "Tak apa, Pa. Tante Lisa dan aku tak kesulitan mengisi kekososngan dalam obrolan tadi."

Wajah Tante Lisa merona merah, tapi papa sama sekali tak menyadarinya karena dia sudah meninggalkan dapur.

Raka turun dari atas meja dan kemudian pergi ke kamarnya sendiri untuk bermain sebentar sebelum tidur.

Setelah keduanya pergi, Tante Lisa akhirnya bangkit dan menatapku, "Apa yang kamu pikirkan Janu? Tio bisa saja menyadari kelakuanmu kalau dia melihat ke arah kita tadi."

"Tapi tidak, kan?" Ucapku, "dan kalau kamu bergerak cepat, dia sama sekali tak akan tahu."

"Apa maksudmu?"

Aku menunjuk bagian bawah gaunnya. Cairannya telah membasahi bagian selangkangan dan pantatnya. Tante Lisa, "Aku harus ganti pakaian."

Aku bangkit dan kupegang tangannya, "Nanti dulu. Kamu harus mengurusku dulu sebelum pergi."

Kupegang selangkanganku, yang mencetak jelas kerasnya batang kontolku.

"Tidak Janu, aku tak bisa melakukannya di sini. Tolong bersabarlah t."

Tak kuterima penolakannya, dengan cepat kutarik dia ke belakang meja konter dan kudorong bahunya agar berlutut.

Mata Tante Lisa melotot memandangku, dia berbisik protes, "Aku tak bisa. Tio bisa saja masuk ke sini setiap saat."

"Dia sibuk memikirkan masalah di kantornya," ucapku, "Aku sangat butuh ini. Aku akan awasi."

Akhirnya Tante Lisa mau berlutut di depanku.

Kuamati dia yang mulai menurunkan celana pendekku dan langsung saja batang kontolku melompat keluar hingga hampir saja menampar wajah cantiknya.

"Oh Janu... aku hampir lupa betapa besarnya kontolmu ini," bisik Tante Lisa dan bisa kusaksikan wajahnya kini diselimuti api birahi. Dengan diiringi sebuah desahan, dia buka mulutnya dan mulai menghisap kepala kontolku the glans. Dengan memakai kedua tangannya dia langsung kocok batangku. Hanya kurang dari satu menit saja langsung bisa kurasakan spemaku mulai bergolak dalm kantung zakarku dan detik berikutnya akupun ejakulasi dengan sangat kuat. Tante Lisa mencoba telan semuanya, tapi tetap saja dia harus menyerah lagi. Lalu dia taruh telapak tangan kanannya di depan ujung kontolku untuk menangkis semburan maniku, sedangkan tangan kirinya terus mengutut batangku.

Setelah aku selesai ejakulasi, dengan cepat dia raih kain lap dan membersihkan ceceran maniku. Lalu dia berdiri dan bergegas pergi keluar dari dapur.

***

Dalam beberapa hari kemudian Tante Lisa dan aku coba mengatur jadwal kami, agar tetap bisa bercinta. Tapi frekuensinya jauh lebih sedikit dibandingkan sebelum kepulangan papa. Sering hanya sekali dalam satu hari di pagi hari, saat papa sudah berangkat ke kantor. Tapi itu jadi teramat sangat hot dan intens karena selalu kami awali dengan saling lihat dan goda satu sama lain dari kejauhan. Jadi setelah kami dapatkan waktu untuk memuaskan birahi kami bersama, kami jadi lepas kendali.

Pada suatu saat, papa ketinggalan beberap kertas laporannya di rumah hingga dia harus pulang, dan di saat itu Tante Lisa dan aku sedang saling memuaskan nafsu di ruang gym. Tante Lisa dalam posisi membungkuk dan aku tengah menyodoknya dari belakang dengan tusukan yang dalam dan panjang. Kami dengar papaku teriak memanggil Tante Lisa dan tante Lisapun tercekat kaget dan berusaha untuk berdiri. Kutahan punggungnya agar tak bergeming dan berkata, "Jawab panggilannya."

Tante Lisa menatapku dengan rasa takut tergambar jelas di dalam matanya, tapi dia tetap lakukakn apa yang kusuruh, "Tio, aku di dalam gym."

Langsung kusodok Tante Lisa dengan kecepatan serta kekuatan penuh hingga kudengar suara pintu di lorong depan terbuka. Dengan cepat kusambar pakaianku dan langsung berlari ke ruang sauna. Tante Lisa begegas memakai tank top warna kuningnya dan celana hitam selututnya. Celana dalamnya kubawa serta denganku tadi. Mengintip dari dalam sauna, dapat kulihat papa memasuki ruang gym.

"Aku kelupaan beberapa kertas laporanku. Kamu sedang latihan? Jangan terlalu berlebihan ya. Badanmu sudah penuh keringat dan kamu juga sudah kesulitan bernafas," kata papa.

"Oh sayang. Aku tadi pakai stair stepper sudah setengah jam lebih. Memang sih, aku juga merasa sudah kecapekan. Bisa kubantu cari kertas laporanmu?" Jawab Tante Lisa.

"Tak usah, aku cuma ingin kasih tahu kamu saja, kalau aku pulang. Akan kuambil laporanku sekarang dan langsung balik ke kantor lagi ."

"Baiklah sayang. Aku akan stretching dulu sebentar. Samapai ketemu lagi nanti malam."

Setelah mencium kening Tante Lisa, papaku keluar dari gym. Dengan cepat aku berjalan telanjang di belakang Tante Lisa dan langsung kutangkup buah dadanya. Putingnya masih keras dan mencuat keluar dari balik tank top ketatnya.

"Hentikan Janu, papamu masih ada di rumah."

"Aku tak peduli, aku harus setubuhi kamu sekarang juga," langsung kubetot turun celananya hingga selutut dan kumasukkan batang kontolko kembali ke dalam memek basahnya. Aku menyetubuhinya dari belakang kembali. Menyadari bahwa papa masih berada di rumah malah semakin membuat batang kontolku mengeras. Kurangsak buah dadanya, kulumati leher dan telinganya dan kupercepat sodokan kontolku. Muut Tante Lisa terus keluarkan racauan kenikmatan saat kusetubuhi dia dengan cepat. Tak lama kemudian tubuhnya menggelinjang liar, dia raih puncaknya. Akupun tak mampu membendung lebih lama lagi dan kuberikan sodokan terakhir. Dengan diiringi gerungan keras akupun berjakulasi di dalam memeknya...


*****


Bagian 12: Kabar Gembira

Beberapa hari kemudian, akhirnya hari liburku usai dan sekarang aku kendarai BMW X6 baruku menuju sekolah. Selama empat minggu terakhir aku hanya bergaul dengan Tante Lisa, Raka dan papaku saja. Sekarang aku kembali pada kehidupan sosialku sebagai remaja normal lainnya.

Hari pertama di sekolah baru berjalan dengan lancar, teman baru, guru baru dan tentu saja gadis-gadis cantik yang baru. Hingga tak terasa begitu cepatnya kurasakan waktu berjalan hari ini.

Saat aku tiba di rumah, kulihat papa sudah pulang. Dia sedang bermain dengan Raka di kolam renang. Kulihat ini sebuah kesempatan untuk berintim ria dengan Tante Lisa. Bergegas aku menuju lantai satu untuk mencarinya.

Kutemukan dia sedang berada di ruang keluarga, dimana bisa kau dapatkan pemandangan ke arah kolam renang dari jendela kaca besar yang membentang di sana. Dia memakai sebuah gaun berwarna hijau, dengan kancing di bagian depannya. Gaun itu begitu memperlihatkan keindahan kehalusan paha jenjangnya serta buah dadanya yang membulat kencang dengan belahan dada yang mengintip menggoda.

"Hai Janu," sapa Tante Lisa sambil berjalan ke arahku dengan senyuman lebar terlukis di wajahnya. "Aku punya kabar gembira. Aku habis dari dokter hari ini dan dokterku bilang kalau aku hamil!"

Langsung kupeluk dia dan menatap matanya, "Selamat ya Tuan Putri, akhirnya do’amu terkabul."

Kuberi ciuman mesra padanya dan untuk beberapa lama kami tenggelam dalam lumatan bibir yang lekat. Dapat kurasakan denyutan nikmat mulai tercipta di batang kontolku dan kutekankan batang kontolku yang masih setengah ereksi pada perutnya, "Kamu sangat cantik. Aku sangat menginginkanmu sekarang."

Tante Lisa berusaha lepaskan diri dan melangkah menuju jendela, "Kita tak bisa bercinta Janu, papamu sudah pulang."

"Aku tahu," jawabku sambil berjalan mendekatinya dan kami berdiri berdampingan memandangi Raka dan papa di kolam renang sana.

Aku tetap butuh pelepasan sekarang juga, aku bergerak ke belakang Tante Lisa dan dengan memegangi pinggangya kutarik dia menjauh dari jendela kaca. Kusibak rambutnya yang menutupi leher dan mulai mencium lehernya dengan lembut. Di sini kami berada, bercumbu, saat papaku dan Raka ada di kolam luar sana, yang bisa kami pandang dengan bebas dari ruang keluarga ini. Bercumbu dengan istri papaku yang sekarang tengah mengandung calon bayiku dalam rahimnya, membuat batang kontolku semakin mengeras.

Perlahan tanganku mengembara ke lengan atasnya, semakin naik ke bahunya, lalu bergerak ke depan dan mulai mencumbu buah dadanya. Nafas Tante Lisa semakin memburu saat aku mulai lepaskan tiga kancing gaunnya dari atas.

Aku sedikit longokkan kepala ke depan dan kulihat buah dadanya bergerak naik turun seirama nafasnya yang semakin berat. Mulai kuremasi buah dadanya dan dapat kurasakan kedua putingnya jadi mengeras dalam genggaman tanganku. Batang kontolku semakin tegang, tergencet punggung Tante Lisa. Tangan kiriku sekarang bergerak turun menuju bagian depan gaunnya. Aku menyusup ke baliknya dan terus bergerak ke balik celana dalamnya. Dengan lembut mulai kumainkan kelentitnya dan diapun mulai melenguh panjang.

"Jangan Janu, kita tak bisa melakukan ini." Protes Tante Lisa, tapi tak berusaha melepaskan diri dariku.

Aku beringsut ke depan tubuhnya, membungkuk dan mulai memberi ciuman pada perutnya, turun ke bawah menuju memeknya yang telah basah. Saat kusingkapkan kain celana dalamnya ke samping, kusaksikan dengan sangat jelas kalau sekarang dia sudah sangat terangsang. Bibir luar memeknya telah penuh dan merekah terbuka dan kelentitnya telah mencuat keluar bagaikan sebuah tombol kecil. Kuhisap kelentitnya, memainkannya di antara bibirku, lalu kusapu dengan lidah dan diapun mengerang dengan nafas yang tersengal.

Tante Lisa pegangi kepalaku dengan kedua tangannya dan menekannya semakin rapat ke selangkangannya sembari terus mendesah dan mengerang bergantian. Kumasukkan dua jari ke dalam lubang beceknya dan mulai menggerakkannya keluar masuk. Pantat Tante Lisa mulai bergoyang liar dan sekarang kurasakan kelentitnya mulai bergetar lalu sekujur tubuhnya gemetaran hebat menandai ledakan orgasme pertamanya.

Dinding memeknya mulai mencengkeram jariku dan kuhentikan kocokanku. Tetap kubiarkan jariku dalam memeknya dan sekarang ganti kutekuk kedua jariku ke atas.

Tante Lisa berteriak keras saat kusentuh titik g-spot di bagian dalam langit-langit depan memeknya. Aku terus rangsang g-spotnya, sembari terus menghisap keletitnya.

"Oooohhhh... Janu... apa yang kamu lakukan??? Kamu bisa membunuhku...!!! Tolong stop, jangan... jangan stop... ahhh... hentikan!!! Ahhhh... terus puaskan aku Janu... " Tante Lisa terus meracau tak karuan dengan suara melengking saat dia alami gelombang orgasme yang tak terhitung.

Jariku mulai bergerak pelan pada titik g-sponya tapi tetap terus kuhisap kelentitnya.

Tubuh Tante Lisa terus mengejat liar dan mengerang, "Janu... oooohhhh, Janu, oooohhhh Janu... Janu, oooohhhh..."

Terus kulahap dan menstimulasi memeknya dengan jariku dan rasanya aku tenggelam dalam duniaku sendiri sekarang. Baru kali ini kubuat seorang wanita begitu lepas kontrol.

Kudengar suara Tante Lisa jadi parau sekarang dan tubuhnya melemas hampir rubuh. Kulepaskan diri dari selangkangannya. Kutahan tubuhnya dan menoleh ke atas, kulihat kedua matanya terpejam dan sangat jelas terlihat kalau dia kesulitan bernafas.

Setelah beberapa saat, dengan tubuh lemas dia buka matanya. Bisa kulihat matanya berkaca-kaca.

Batang kontolku mulai terasa sakit, menuntut pelepasan segera. Aku langsung berdiri , kulepaskan celanaku dan membiarkannya jatuh ke atas lantai. Birahiku sudah sangat memuncak. Kupegangi wajah Tante Lisa dan melumat bibirnya dengan kasar. Kami tenggelam dalam ciuman yang penuh birahi sambil terus kurangsak buah dada dan memeknya bersamaan. Dengan cepat kutelanjangi dia seutuhnya dan Tante Lisapun tak melawan lagi. Kukocok sendiri batang kontolku dengan kedua tanganku.

"Oooohhhh Janu," erang Tante Lisa dan dia tepiskan tanganku. Dia melompat dalam gendonganku, kedua kakinya membelit pinggangku. Gerakannya ini membuat ujung kontolku menekan tepat di bibir memeknya yang basah. Kutekan punggung Tante Lisa ke dinding di samping jendela dan kutusukkan batang kontolku ke dalam memeknya dengan keras. Kutahan beban tubuhnya dengan cengkeraman pada bokongnya yang kencang dan mulai kupompa lubang kenikmatannya. Saat kusetubuhi dia, kulihat dari balik bahu Tante Lisa, papaku sedang berenang di luar sana. Birahiku semakin berkobar dan kusetubuhi Tante Lisa semakin keras saja.

"Apa kamu masih mau jadi pelacurku yang binal saat buah dadamu mulai terisi dengan air susu Lisa?" desisku tepat di telinganya sambil terus menyodoknya.

"Oooohhhh ya, tentu... aku akan selalu jadi pelacurmu yang nakal," jeritnya saat sebelah tanganku mulai menjepit putingnya.

Untuk memastikan kalau dia benar-benar sadar dengan ucapannya tadi, kuturunkan tubuhnya dan menyuruhnya untuk berlutut di atas kursi yang terletak tepat di depan jendela. Begitu dia jongkok di atas kursi, kulihat dia mulai sadar posisinya sekarang yang menghadap ke jendela. Meskipun perbedaan gelap terangnya cahaya membuat yang berada di luar sana tak mungkin dapat melihat apa yang terjadi di dalam ruang keluarga ini, tapi dari dalam sini bisa melihat ke luar dengan sangat jelas.

Saat Tante Lisa tengah memandang ke luar jendela kaca, dengan cepat aku bergerak ke belakang tubuhnya dengan batang kontolku yang telah sangat siap beraksi. Dengan sebuah tusukan keras yang mendadak, batang kontolku langsung melesat ke dalam memek Tante Lisa hingga mentok. Langsung kukocok dengan gerakan keras dan tanganku berusaha meraih ke bawah tubuhnya untuk meremas buah dadanya yang terayun seiring tiap hentakan kasarku.

Tak menunggu lama, Tante Lisa tercekat nafasnya lalu mendengking panjang saat dinding memeknya mulai meremas batang kontolku dengan kuat, menandakan orgasmenya lagi. Kutambahkan tenaga pada tusukanku dan teriakan Tante Lisapun keluar semakin keras. Tanganku kini pindah ke kelentitnya dan mulai merangsangnya. Bisa kurasakan dia kembali dapat meraih orgasme yang terus datang tanpa henti.

"Oooohhhh Janu... apa yang... apa yang kamu lakukan padaku???!!! " Rengek Tante Lisa, memeknya terus keluarkan lendir yang kini mulai meleleh turun hingga pahanya.

Kusaksikan papaku di kolam renang sana dan kuputuskan untuk menggunakan momen ini untuk dominasi mesumku terhadap istri papaku ini. Sambil terus mengocok memeknya dengan batang kontolku, kubisikkan di telinga Tante Lisa, "Lisa, ingatlah hari ini sebagai hari saat kamu menerimaku sebagai Tuanmu, tepat didepan keluarga kita."

Kujambak rambutnya dan menarik kepalanya agar dia bisa melihat suami dan anaknya tepat dihadapannya, diluar sana saat aku membuatnya orgasme lagi dan lagi.

"Aku mau kamu mengingat hari ini sebagai hari kita memandang suamimu, papaku, sedang bersenang-senang di kolam sana, saat kusetubuhi kamu untuk jadi pelacur binalku."

"Aaaahhhh... ya!!! Setubuhi pelacurmu dengan keras Tuanku," jerit Tante Lisa saat kutusukkan kontolku dengan keras. Kujambak rambutnya dengan kasar dan terus mengocok memeknya semakin keras. Aku merasa tinggal dalam hitungan detik lagi aku akan orgasme, keringatkupun semakin menetes ke punggung Tante Lisa dan kurasakan kantung buah zakarku semakin mengencang.

"Oooohhhh Lisa... terima maniku!!!" Aku menggeram hebat, tubuhku gemetar keras dan kontolku berdenyut kuat, meledak dalam cengkeraman kuat memeknya. Kutembakkan semua sperma yang kupunya dalam rahim istri papaku ini dan akhirnya aku rubuh menindih tubuhnya.

Bersamaan dengan itu kulihat papaku mulai bergerak keluar dari dalam kolam renang. Langsung kucabut kontolku dari memek Tante Lisa, aku bangkit dan memberi ciuman singkat padanya. Campuran lendir mesum kami mulai meleleh keluar dari dalam lubang memeknya yang menganga lebar. Aku menyeringai dan bilang padanya, "Terima kasih banyak Lisa. Ini sebuah perayaan yang hebat untuk kehamilanmu."

"Kamu layak mendapatkannya Janu, kamu kan memang papa calon bayi dalam rahimku ini," jawab Tante Lisa dengan senyuman lebar dan nafas yang masih memburu.

"Kamu harus lakukan sesuatu untukku," ucapku sambil menyeringai mesum.

"Apa yang kamu ingin aku lakukan?" Tanya Tante Lisa.

"Kamu harus pakai pakaianmu dan pergi saat campuran lendir kita masih ada dalam memekmu, bilang pada papaku tentang berita gembira ini. Itu caramu untuk menghargai aku, sebagai papa dari sang calon bayi, meskipun aku tetap ingin biar papaku saja yang mainkan peran itu untukku nanti."

"Aku benar-benar tak yakin, Janu. Terlalu kejam kedengarannya untuk papamu," jawab Tante Lisa, terlihat terkejut dan tak setuju.

"Kita tak punya waktu untuk mendiskusikannya," ucapku, "papaku akan masuk ke rumah sebentar lagi. Jadi, pakai pakaianmu dan pergilah padanya untuk kabarkan berita gembira ini."

Akhirnya Tante Lisa kerjakan apa yang kuperintahkan. Aku tak bisa berhenti memberi salamat pada diriku sendiri atas keberhasilanku merubah istri yang cerdas dan sederhana ini jadi pelacur pribadiku yang binal, yang bersedia melakukan apapun yang kumau. Dengan tersenyum lebar aku melangkah pergi untuk mandi.

***

Setengah jam kemudian Tante Lisa dan aku berada di dapur untuk membuat makan malam. Ini merupakan sebuah perasaan yang menggairahkan, memasak dengan seorang wanita cantik yang penampilan luarnya terlihat sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga normal belaka, tapi kami berdua tahu kalau dibalik penampilannya tersebut atau lebih tepatnya di dalam memeknya, masih ada campuran lendir birahi affair kami beberapa waktu yang lalu.

Aku merasa terkejut sendiri dengan pesatnya keahlianku memasak. Sebagian memang karena aku jadi bisa menyentuh tubuh Tante Lisa dengan mudah, tapi aku juga memang sadar dengan besarnya manfaat mempelajari keahlian ini.

Saat makan malam, senyuman tak pernah lepas dari bibir papa. Setelah kami selesai makan dan Raka sudah kembali ke kamarnya, papa menghadap ke arahku dan berkata, "Janu, Lisa dan aku punya kabar gembira untuk kamu dengar."

"Aku selalu senang dengan kabar gembira Pa, tolong ceritakan padaku."

Dengan tersenyum, papa berkata, "Lisa baru saja bilang padaku, kalau dia sekarang hamil."

"Wow... Tante Lisa, kabar yang sangat menggembirakan," ucapku pada Tante Lisa, "Selamat ya pada kalian berdua."

"Terima kasih, Janu," Tante Lisa nyaris berbisik.

"Ya, terima kasih Janu," kata papa, "kami sudah mencoba untuk membuat Lisa hamil selama dua tahun lebih, tapi kami belum juga berhasil dan akhirnya sekarang keberuntungan berpihak pada kami. Aku bahkan punya penjelasan dengan kejadian beruntung ini."

Kalimat terakhir tadi membuat Tante Lisa tersedak, saat dia sedang minum. Dia coba menutupinya dengan batuk dan aku bertanya, "Trus, apa penjelasannya Pa?"

"Kamu pemuda yang sangat dewasa Janu, jadi aku yakin ini tak akan membuatmu terkejut. Menurut perhitunganku, Lisa mulai hamil tepat setelah aku pulang dari China. Jadi, kurasa pengendalian dirilah yang jadi kunci utama, hingga akhirnya kami berhasil membuat Lisa hamil."

Aku melirik ke arah Tante Lisa dan mata kami bertemu, kami sama-sama tersenyum dan merasa sangat lega dan sangat setuju dengan teori papa tadi. "Berhasil dengan sempurna," pikirku.

Papa menatapku dengan serius, "Janu, aku sudah lihat sendiri kamu begitu baik pada Raka. Dan aku akan lakukan yang terbaik untuk memastikan, kalau kamu adalah anggota keluarga ini. Itulah kenapa aku sudah mengambil sebuah keputusan, aku akan berikan sebuah dana perwalian untukmu. Itu akan memberikanmu sebuah kebebasan dan juga keamanan. Tapi ingat, kamu akan selalu jadi bagian dari keluarga ini."

"Aku tidak butuh dana perwalian, Pa. Aku tak mau jadi seperti anak kaya yang kerjanya hanya pesta tiap hari," jawabku, tapi dalam hati aku bersorak gembira dengan ide tersebut.

"Reaksimu ini, semakin membuatku merasa kalau ide ini memang sangat tepat untukmu, Janu. Aku sudah membuat rekening atas namamu, jadi mulai besok kamu sudah punya akses untuk dana sekitar 500 juta. Aku sama sekali tidak membuat batasan, jadi sekarang kamu adalah seorang jutawan. Gunakan uang tersebut dengan bijak dan aku yakin kamu mampu," kata papa dengan tersenyum lebar.

Aku tak percaya dengan keberuntungan yang kudapat. Aku telah berhasil menundukkan istri papaku dan sekarang dia bahkan ‘membayarku’ dengan sejumlah uang yang begitu fantastis, Betapa indahnya hidup ini, "Terima kasih, Pa. Aku harap Papa akan mengajariku untuk menginvestasikan uang tersebut dengan baik."

"Tentu Nak. Aku akan sangat senang mengajarimu."

Setelah itu kami mengobrol tentang banyak hal yang lain hingga akhirnya aku pamit untuk pergi tidur.

Oh... betapa sempurnanya hidupku...

TAMAT .



« Back

Download film langsung dari hape !
+ KISAH PANAS +
[01] | [02] | [03] | [04] | [05] | [06] | [07] | [08] | [09] | [10] | [11] | [12] | [13] | [14] | [15] | [16] | [17] | [18] | [19] | [20]
Home Home
Guestbook Guestbook

U-ON
8829
INDOHIT.SEXTGEM.COM