American Beauty
Suatu pagi jam setengah tujuh di kampus Universitas ******* ketika segala kehidupan di kampus baru mulai menggeliat, Imron sedang berjalan di koridor lantai bawah sebuah gedung kuliah, tangannya memegang gagang pel yang masih dan sebuah ember yang didalamnya berisi botol karbol, ia hendak menuju ke toilet terdekat untuk mengisi ember itu dengan air dan memulai tugasnya hari itu seperti biasa. Ketika itu terdengar suara benda jatuh tidak jauh dari posisinya. Imron celingukan melihat sekeliling mencari asal suara itu. Nampak di atas lapangan rumput itu tergeletak sebuah loose leaf biru, beberapa lembar kertas yang diselipkan di dalamnya berceceran kemana-mana di sekitarnya. Di sekitarnya tidak ada siapa-siapa lagi yang melihat benda itu jatuh karena memang jam sepagi ini memang belum banyak orang yang datang sehingga Imron memutuskan untuk memungut benda itu. Di dekatinya loose leaf itu, dia melihat ke atas tapi tidak terlihat siapa-siapa yang melongokkan kepala dari balkon atau mungkin pemiliknya sedang dalam perjalanan ke bawah. Imron membungkuk dan memunguti kertas-kertas yang berceceran. Sebentar kemudian, dilihatnya dari arah tangga muncul seorang gadis bule berlari-lari kecil ke arahnya.
“Oohh… great! Thank God. Terima kasih, Pak, itu milik saya.” Kata gadis bule itu sambil menghampiri Imron dengan nafas terengah engah. Bahasa Indonesia gadis ini terdengar sedikit kaku karena aksen dan gaya bicaranya yang khas logat asing.
Imron merapikan kembali kertas-kertas yang telah dipungutnya itu lalu memasukkannya kembali ke dalam loose leaf tersebut sebelum menyerahkan pada pemiliknya.
“Ma-maaf… sudah merepotkan. Terima kasih sekali, tadi saya sangat eemm… ceroboh sekali.” ucapnya dengan agak terpatah-patah karena masih mengatur nafasnya.
“Nggak apa-apa Non, hati-hati aja lain kali” jawab Imron seraya menyerahkan loose leaf itu.
Gadis bule itu tersenyum ramah padanya sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali sebelum akhirnya membalikkan badan hendak pergi.
“Eehhh…tunggu Non sebentar, apa ini juga punya Non ?” panggil Imron sambil membungkuk memungut sebatang ballpoint rapido yang tidak jauh dari kakinya.
Gadis itu kembali menengokkan kepala dan berbalik menghampirinya. Melihat rapido di tangan Imron, gadis itu dengan spontan melirik ke dalam loose leaf. Matanya berputar dengan jenaka ke atas sementara tangannya menepuk kening. “Ouch… yeah, that’s mine too! Itu juga milik saya! Terima kasih lagi, Pak.” katanya kali ini sambil menjulurkan tangan hendak menjabat tangan Imron. “You really save my day. Anda benar-benar seorang penyelamat.”
Imron terkesan bukan saja oleh keramahan gadis itu, tapi juga oleh pesona kecantikannya. Hatinya deg-degan sekali ketika menjabat tangannya yang halus, pandangan matanya sempat tertumbuk ke belahan dada gadis itu yang memakai kaos merah berlengan pendek dengan potongan leher yang rendah. Bahkan setelah gadis itu meninggalkannya pun ia melongo mengagumi sosoknya dari belakang, sepasang pahanya yang ramping itu nampak begitu indah dibungkus celana panjang jeans juga lekukan pinggulnya begitu mempesona.
Gadis itu bernama Megan Mc Arthur (20 th), mahasiswi asal Amerika Serikat yang sedang studi di kampus itu dengan beasiswa selama dua semester, tepatnya di fakultas seni dan desain. Megan, yang dalam tubuhnya mengalir darah Skotlandia dari ayahnya dan Irlandia-Jerman dari ibu, memiliki kecantikan ala barat yang memukau setiap pria yang memandang. Rambutnya sedada berwarna pirang alami dan sedikit bergelombang, kulitnya putih mulus, namun tidak sampai pucat dan berbintik-bintik, ia juga dikaruniai sepasang mata hijau yang indah dan bibir tipis yang merekah basah sehingga tanpa make up pun ia sudah cantik. Bila dibandingkan dengan para mahasiswi lokal di kampus itu, tubuh Megan termasuk tinggi (175 cm). Buah dadanya yang berukuran 34C juga menjadi salah satu daya tariknya, bentuknya padat dan membusung indah, ukurannya pas dengan tubuhnya, tidak kecil juga tidak kebesaran seperti milik Pamela Anderson atau bintang-bintang Vivid yang kadang membuat orang eneg dengan payudara menyerupai gelambir itu. Megan mengambil kuliah di Indonesia untuk menyiapkan bahan skripsinya tentang seni rupa Asia. Untuk tempat tinggalnya ia menyewa sebuah kamar di apartemen mewah yang lokasinya tidak jauh dari kampus. Kegiatan Megan diluar jam kuliah adalah mengajar part time di sebuah tempat kursus Bahasa Inggris, dia juga rajin fitness dan berenang sehingga tidak heran ia memiliki lekuk tubuh yang indah. Ketika pertama kali bertemu Imron itu dia baru melewati bulan pertamanya tinggal di Indonesia, waktu itu iblis dalam diri Imron masih tertidur sehingga ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap gadis itu.
Megan adalah seorang gadis periang yang sangat ramah dan gemar bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu, dia tidak pernah sombong walaupun memiliki kecantikan bak seorang model, bahkan terhadap penjaga kampus seperti Imron sekalipun. Seperti layaknya seorang gadis muda yang berasal dari Amerika Serikat, Megan sangat easy going dan tidak memandang rendah siapapun juga, dia tidak peduli orang itu tampan atau jelek, miskin atau kaya, Megan berteman dengan mereka semua. Walaupun begitu, meski dia adalah seorang warga negara asing namun Megan amat menyanjung tinggi adat istiadat Indonesia, nilai-nilai budaya timur yang amat kental di negeri ini begitu mempesonanya sehingga Megan ikut menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam cara berpakaian, ia berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi Indonesia dengan tidak berpakaian terlalu terbuka seperti di negaranya ketika musim panas.
Setiap kali berpapasan dengan Imron, Megan selalu menyapa atau setidaknya tersenyum. Kehangatan sikapnya membuat Imron merasa terhibur di tengah suasana kampus yang penghuninya biasanya cuek atau bahkan beberapa memandang rendah padanya, ternyata masih ada gadis secantik Megan yang mau menyapanya, biasanya yang bersikap ramah pada Imron paling cuma dosen-dosen kolot atau sebagian kecil mahasiswa/i saja. Ketika Imron sudah mulai memangsa gadis-gadis di kampus, ia pun mulai mencari-cari kesempatan untuk dapat menikmati tubuh dara Amerika itu. Sambil menjalankan pekerjaan sehari-harinya dan mengendalikan budak seksnya yang lain, ia diam-diam mengamati kebiasaan dan gerak-gerik Megan seperti yang biasa dilakukannya terhadap para calon korban lainnya. Ia mengetahui bahwa Megan setiap harinya bersepeda dari apartemen ke kampus atau tempat kerjanya. Sepeda itu juga dipakainya untuk bersepeda santai di sekitar kampus pada hari libur atau hari Minggu. Setelah mempelajari segalanya tinggal menunggu kesempatan yang tepat saja untuk memangsanya. Imron juga tahu bahwa Megan terkadang pulang agak sore melewati jalan kecil yang agak sepi. Ia lalu memutar otak untuk menjebak gadis itu dengan situasi dan kondisi yang ada.
###
Suatu sore setelah selesai kuliah terakhir, Megan menuju tempat parkir tempat ia menaruh sepedanya.
“Oh, crap! This is just perfect!” keluhnya dalam hati melihat ban belakang sepedanya kempes, dilihat dari kondisinya sepertinya terkena benda tajam. Megan geleng-geleng kepala dan menguncir rambutnya ke belakang dengan ikat kucir kuda. Sepertinya dia harus menuntun sepedanya kembali sampai ke apartemen karena jam segini tukang tambal ban yang dekat dari kampus sudah membereskan peralatannya dan pulang. Satu-satunya solusi adalah membawa sepeda itu pulang dan menambalkannya besok pagi.
“Crap. Look like this is one of those days…” Megan bersungut-sungut. Tapi walaupun sedang kesal dan sedikit emosi, Megan masih tetap bisa tersenyum, dia memang bukan gadis yang manja dan mudah putus asa. “Oh well, hitung-hitung olahraga…”
Jarak antara apartemen Megan dan kampus tidak begitu jauh, paling tidak sekitar sepuluh menit melalui jalan tikus di belakang kampus. Megan bersyukur sepedanya itu tidak bocor di tempat kerja karena jaraknya lebih jauh dari apartemen.
“Sepedanya kenapa Non, kok didorong ?” tanya seorang petugas yang berjaga di gerbang keluar.
“Err… I have a flat tire. Ban sepeda saya bocor. Saya tidak bisa menaikinya jadi harus didorong,” jawabnya dengan logat bule yang kental, “Errr… apa di dekat sini ada bengkel yang bisa memperbaiki atau menjual ban sepeda?”
“Waduh, kalo udah sore gini mah bengkel yang deket udah pada tutup atuh, Non! Ada juga tukang tambal ban yang buka sampai malem, tapi rada jauh.” Kata si penjaga.
Megan manggut-manggut, dia lalu tersenyum, “Ya sudah deh Pak, besok saja saya bawa ke bengkel. Terima kasih.” katanya.
“Iya deh Non, untung Non juga tinggalnya ga jauh, hati-hati di jalan yah !”
Gadis itupun keluar dari kampus dan menyusuri jalan yang biasa dilaluinya menuju apartemen. Bagi seorang gadis muda, sikap Megan yang tenang dan masih tetap ceria walaupun mengalami bocor ban membuat sang penjaga sangat bersimpati. Dia sungguh berbeda dengan gadis biasa.
###
Ketika melintasi bagian jalan yang sepi tiba-tiba ada seseorang memanggilnya dari belakang, secara refleks gadis asing itu pun menoleh ke arah suara.
“Diam manis, jangan teriak kalau mau selamat !” kata orang itu sambil menodongkan pisau lipat ke perutnya, gadis itu pucat pasi, dia dirampok.
“Mau apa kamu ?” Megan tersentak kaget hingga mukanya memutih melihat pisau diarahkan ke perutnya itu.
“Keluarin dompetnya, Neng. Gue pengen sekali-kali ngerasain dapet duit dollar. Tapi kalo adanya rupiah, gue juga gak bakal nolak.”
Megan menggeleng dan menolak tapi orang itu kembali menyudutkannya sehingga Megan ketakutan.
“Gue gak mau kasar, Neng. Tapi daripada usus lo nyebar-nyebar trus dipatok ayam, mendingan lo keluarin dompet lo sekarang! Ini bukan main-main!”
Dengan tangan gemetar gadis itu meraih tas jinjingnya yang ditaruh di keranjang sepeda.
“Udah itu aja semua kasih ke saya !” bentak orang itu merebut tas itu.
Megan hanya pasrah saja merelakan tasnya direbut paksa si perampok. Setelah mengambil tas itu orang itu pelan-pelan mundur sambil mengancam akan membunuhnya kalau teriak, tujuannya adalah gang yang terletak tidak jauh dari belakangnya, nampaknya dari situlah juga dia muncul. Namun baru saja membalikkan badan hendak lari dia dikejutkan oleh munculnya sesosok tubuh dari dalam gang, orang itu langsung melayangkan bogem tepat ke wajahnya membuatnya jatuh tersungkur. Belum sempat perampok itu bangun sosok dari dalam gang itu sudah menarik kerah bajunya dan meninjunya sekali lagi di wajahnya hingga terhuyung-huyung. Orang itu lalu buru-buru ambil langkah seribu meninggalkan barang hasil rampokan beserta topi pet dan pisau lipatnya yang terjatuh.
“Hoi…jangan lari lo maling !” seru sosok dari gang itu sambil mengejarnya, tapi perampok itu terlalu ketakutan sehingga menghilang dengan cepatnya di belokan.
Orang itu pun menghentikan pengejarannya lalu menghampiri Megan yang sedang memunguti tasnya dari tanah. Megan masih shock sehingga kakinya gemetar dan serasa kurang tenaga untuk bangkit berdiri. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia mengalami situasi yang menegangkan. Megan bersyukur dia masih diberi keselamatan.
“Non gak apa-apa kan ?” tanya sang penolong.
Megan menengadah merasa mengenali suara sang penolong. Ternyata orang tersebut adalah Imron. Diterimanya uluran tangan Imron yang membantunya berdiri. Dasar nakal, mata Imron masih sempat melirik dan memperhatikan belahan payudara Megan yang aduhai. Imron tidak melepaskan tangan dan melihat gadis bule yang cantik itu tersengal-sengal menarik nafas dan tubuhnya bergetar. Tiba-tiba saja Megan memeluk Imron dan menangis tersedu-sedu.
“Eehhh…eehh…udah Non, ntar diliat orang nggak enak” kata Imron sambil menepuk-nepuk punggung Megan.
Sebenarnya Imron merasa senang juga dipeluk begitu, dia bisa merasakan payudara montok gadis itu bersentuhan dengan dadanya, rasanya empuk sekali sehingga penisnya menggeliat, namun di tempat umum begini dia tentu harus menjaga sikap. Setelah dua menit barulah Megan mulai dapat menenangkan dirinya, dia pun melepaskan pelukannya dari Imron. Dia berterimakasih pada Imron yang telah menyelamatkannya sehingga dia tidak kehilangan sesuatu apapun.
“Lain kali kalau udah gelap gini jangan lewat sini lagi Non, disini kan sepi kalau cewek lewat sendirian ga terlalu aman” kata Imron memperingatkannya.
“Saya memang ceroboh sekali karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Saya biasa melalui jalan ini tapi tidak pernah ada apa-apa. Baru sekarang ini saya dirampok. Saya takut sekali. This is a really-really bad day for me.” Kata Megan lunglai.
“Ya sudah, bagaimana kalau saya anterin Non sampai depan tempat tinggal Non?” kata Imron mencoba menawarkan diri.
Megan tersenyum tulus dan mengangguk. Dia masih trauma sehingga tawaran dari Imron yang sudah menolongnya tidak ingin disia-siakan. Imron juga mengambil alih menuntun sepeda Megan.
“Sepedanya dititip ke saya aja Non, biar saya yang tambal besok, dijamin besok Non ke kampus sepedanya udah beres” tawarnya.
“Oh, tidak usah Pak, saya sudah cukup merepotkan. Biar saya sendiri saja besok”
Karena Imron terus mendesaknya dan dia juga mengatakan kenal seorang tukang tambal ban akhirnya Megan pun tidak bisa menolaknya lagi. Selama perjalanan Imron menjelaskan bahwa tadi dia sedang dalam perjalanan hendak membeli makan malam dan kebetulan ketika melewati gang itu bertemu dengan dirinya yang sedang dalam kesulitan sehingga dia terpanggil untuk turun tangan membantunya.
“Nama saya Megan, Bapak sudah banyak bantu saya selama di sini, saya jadi nggak enak” kata Megan sambil memperkenalkan dirinya.
“Hehehe, nggak apa-apa kok Non, itu udah tugas saya” Imron merendah “Bahasa Indonesia non udah lebih lancar yah, cepet juga belajarnya” katanya lagi membandingkan dengan delapan bulan yang lalu ketika pertama kali ia bertemu gadis itu.
“Nah tunggu sebentar yah Non saya mau beli makan dulu, nggak lama kok !” kata Imron di depan sebuah warung tegal.
“Wah-wah siapa nih Ron, kok udah bawa cewek bule segala nih !” sapa Bu Rus, si pemilik warung melihat Megan mengikuti Imron di belakangnya.
“Ini Bu Rus, mahasiswa dari kampus, kasian ban sepedanya bocor, jadi saya bantuin dorong”
“Sore Bu !” Megan menyapa wanita setengah baya itu sambil tersenyum manis yang dibalasnya dengan ramah.
Megan dan Bu Rus terlibat percakapan basa-basi sejenak, lalu Megan menunjuk beberapa lauk untuk dibungkus dan dibawa pulang, dia juga ingin mencoba masakan di Indonesia ala warteg katanya.
“Udah Pak, nggak usah biar saya saja kali ini !” kata Megan seraya mendahului menyerahkan selembar duapuluh ribuan pada Bu Rus, “semua jadi berapa Bu ?”
“Eehh…jangan Non, jangan gitu, Bapak jadi gak enak” sergah Imron.
“Nggak apa-apa Pak, saya sudah bikin repot Bapak hari ini, anggap aja terima kasih saya” katanya sambil memaksa Bu Rus menerima uangnya.
“Yo…wis Ron, beruntung toh sampeyan, berbuat baik emang ada pahalanya” kata Bu Rus yang akhirnya menerima uang dari Megan.
Imron berkali-kali mengucapkan terima kasih pada gadis itu karena dia begitu baik mau mentraktirnya. Setelah pamitan pada Bu Rus mereka pun meninggalkan warung itu.
“Pak sepedanya biar saya bawa saja, nanti Bapak susah harus dorong sepeda” kata Megan sesampainya di depan gerbang apartemennya.
Namun karena Imron terus bersikeras menawarkan jasanya membawa sepeda itu ke tukang ban, Megan pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.
###
Keesokan harinya, sekitar jam sepuluh Imron sengaja datang ke gedung fakultas seni dan desain untuk mencari gadis Amerika itu. Dia melihat di sebuah kelas gadis itu sedang mengikuti kuliah. Imron pun menunggu selama sepuluh menit di depan hingga kelas itu bubar. Setelah memberitahu Megan mengenai sepedanya yang telah diletakkan di tempat parkir dalam kondisi sudah diperbaiki Imron buru pamit karena masih harus meneruskan bekerja, bahkan gadis itu pun belum sempat mengucapkan terima kasih. Jam makan siang ketika berjalan hendak makan, seseorang pria bertubuh gempal mencegatnya.
“Woi, Ron… lo emang anjrit! Serius amat sih mukulnya kemarin? Liat nih bibir gua jadi nyonyor begini! Bini gua sampe kuatir tau?!” kata orang itu, di bibirnya masih nampak bekas luka dan pipinya masih sedikit memar. Orang itu ternyata adalah perampok yang kemarin mencegat Megan.
“Heh! nekad amat sih lu, gua bilang jangan nongkrong disini dulu beberapa hari ini, gimana kalau si bule itu liat lu ?” kata Imron sambil celingak-celinguk sekitarnya.
“Tenang aja Ron, gua hari ini nongkrong di kompleks sana kok, cuma abis narik sekalian lewat sini nyariin lu, gimana nih janjinya, yang cantik yah, gua udah makan bogem gini coba” katanya.
“Gini kita sambil jalan aja ngomongnya, sekalian makan dulu, laper nih gua” katanya sambil mengajak ke sebuah tempat makan murah.
“Naik becak gue aja, Ron?”
“Boleh deh.”
“Sori Man, kemaren kalau mukulnya gak keras bisa ketauan pura-puranya” kata Imron yang telah duduk dalam becak yang dikayuh pria itu, “pokoknya ntar kalau gua berhasil lu gua kasih bonus deh”
Tak lama kemudian becak itu pun tiba di sebuah rumah makan kecil. Imron dan tukang becak bernama Maman itu menikmati makan siangnya disana. Sekedar mengingatkan pembaca, Maman ini tak lain adalah salah satu dari gerombolan tukang becak yang
pernah ikut menggangbang Joane (Eps.7). Sesungguhnya,
Ia menipu Tuhan tanpa sepengetahuan manusia
Ia membuat perangkap di bumi tanpa sepengetahuan setan
###
Sore itu, jam setengah enam, ketika langit telah menguning, nampak seorang gadis melangkah keluar dari lift yang membuka di lantai 5 gedung fakultas ekonomi. Wajahnya yang manis nampak nervous, langkahnya agak tergesa-gesa sehingga rambutnya yang diikat ke belakang nampak melambai-lambai. Gadis itu berjalan menuju sebuah ruang di sudut yang diatas pintunya tertera nomor kode ruangan E-503. Sebelum membuka pintu, ia melihat sekelilingnya dulu untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Matahari senja memasuki ruangan itu melalui jendela berukuran besar yang berseberangan dengan white board. Ia lalu meletakkan map dan tas jinjing yang dibawanya diatas sebuah bangku kuliah. Sepertinya ia datang lebih awal setelah siangnya menerima SMS dari Imron yang menyuruhnya menemuinya di ruang ini. Ia melangkah ke jendela melihat pemandangan senja yang indah, matahari yang hampir tenggelam memancarkan sisa-sisa sinarnya hari itu di atas perumahan penduduk dan kost-kostan mahasiswa di belakang kampus itu, namun di tengah suasana yang tenang itu hati gadis itu tetap galau. Tiba-tiba terdengar bunyi HP dari tasnya yang membuatnya segera menenerima panggilan itu.
“Hai, Non Ellen, sudah dimana sekarang ?” tanya suara yang tak asing baginya.
“Saya sudah di kelas Pak, tolong cepat dong Pak, saya besok banyak kerjaan nih”
“O ya udah, tunggu bentar yah, saya kira-kira lima menitan lagi sampai sana” jawab Imron, “dan…satu lagi, sebaiknya non abis ini buka baju, saya harap begitu saya masuk Non udah telanjang nyambut saya”
“Eerrr…ta-tapi Pak…!” sebelum menyelesaikan protesnya telepon sudah ditutup.
Ellen diam terpaku selama beberapa detik, hidupnya telah berubah drastis sejak setengah tahun lalu saat pertama kali diperkosa penjaga kampus buruk rupa itu di basement (lihat Eps.1), sejak itu dia takluk pada nafsu binatang pria itu yang mengancamnya akan menyebarkan foto-foto memalukannya dan mencelakai pacarnya. Walaupun awalnya ia melakukannya dibawah paksaan, namun tanpa disadari ia juga semakin menikmati tugasnya sebagai budak seks, hasrat liar dalam dirinya semakin bertumbuh seiring dengan hubungan terlarangnya dengan pria itu. Juga ketika pria itu menyerahkannya pada seorang dosen cabul bernama Pak Dahlan, nampaknya ia pasrah saja dirinya diperlakukan seperti pelacur yang sedang dipromosikan. Tiga bulan terakhir ini memang Imron semakin jarang memanggilnya karena perhatiannya terbagi dengan korban-korban lainnya. Walaupun ada rasa lega, namun sesekali Ellen juga merindukan sentuhan erotis pria itu dan keperkasaannya yang mampu membuatnya orgasme berkali-kali, suatu hal yang membuatnya sering terombang-ambing antara hasrat liar dengan kesetiaanya pada Leo, kekasihnya. Ellen pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa Leo adalah tambatan hati terakhirnya setelah beberapa pengalaman cinta sebelumnya. Leo mau menerima dia adanya sekalipun sudah tidak perawan dan Ellen pun berjanji tidak akan pernah terlibat ML atau one night stand dengan siapapun lagi seperti sebelum jadian dengannya, tapi sepertinya sekarang dia sudah tidak bisa memenuhi komitmen itu lagi. Tangannya pun mulai bergerak melepaskan kancing blouse-nya satu demi satu, kemudian disusul celana panjangnya. Pakaian itu dilipatnya dan diletakkan diatas bangku kuliah. Setelah itu dia juga melepas bra dan celana dalamnya lalu diletakkan di tempat yang sama. Dia merasa angin mulai menerpa tubuh bugilnya sehingga dia menyilangkan tangan memeluk dirinya sendiri yang kedinginan.
Sudah lewat lima menit menunggu namun pria itu belum juga datang. Ellen kaget ketika sedang berjalan menuju pintu hendak melihat ke luar tiba-tiba pintu itu terbuka. Yang membuatnya lebih kaget adalah ternyata yang masuk bukan hanya Imron seorang sehingga refleks dia pun menjerit kecil sambil menutupi bagian sensitifnya dengan tangan. Maman yang baru masuk itu langsung terbengong, matanya yang besar seperti mau copot melihat gadis cantik tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Imron terkekeh melihat reaksi keduanya.
“Gimana Man, suka gak sama yang satu ini ?” tanyanya seraya menarik lengan Ellen yang menutupi payudaranya.
“Su…suka…suka banget Ron, hebat yah lu bisa dapet cewek kaya gini !” jawab Maman terbata-bata saking senang dan terangsang.
“Nah, Non hari ini temenin temen Bapak aja yah, ini kenalan dulu dong, namanya Maman, tukang becak dekat sini, ntar Non dikasih naik becak gratis sapa tau hehehe” sahut Imron sambil menarik lengan Ellen agar dia lebih mendekat. “Tuh Man, kenalan dulu dong, biar lebih akrab !”
Maman langsung menangkap tubuh Ellen yang didorong Imron ke arahnya. Pria tambun itu memutar tubuh Ellen lalu mendekapnya dari belakang, tangannya langsung menyusuri tubuh gadis itu.
“Hehehe…kenalin saya Maman, Non namanya siapa ?” tanya pria itu sambil meremasi payudara kiri Ellen dengan gemas.
“Mmhh…Ellen Bang !” jawabnya sambil mendesis.
Ellen mendesah lirih saat jari-jari besar pria itu mulai menyentuh kemaluannya yang tertutup bulu-bulu hitam lebat serta menyentuh bibir vaginanya. Ia memejamkan mata dan sedikit meronta, tentu saja secara jujur ia tidak rela tubuhnya dijamah tukang becak yang tampangnya tidak kalah buruk dari Imron itu, namun sebagian dirinya juga menikmati rabaan pria itu. Imron hanya berdiri melipat tangan sambil cengengesan saja melihat pergumulan mereka.
“Udah ya Man, gua tinggal dulu biar lu lebih asoy, ingat pokoknya jangan sampai dia terluka !” katanya memperingatkan sebelum berjalan menuju pintu.
“Siplah Ron, pokoknya gua mau seneng-seneng dulu sekarang, makasih banget loh !” katanya sambil terus menggerayangi tubuh Ellen.
“Nah baik-baik yah Non, puasin dia kalau Non mau cepet pulang” Imron mengelus pipi mulus Ellen lalu melumat bibirnya beberapa detik.
Imron keluar dari ruangan itu membiarkan mereka yang didalam meneruskan kegiatannya. Senyum jahat mengembang di wajah buruknya, rencana tahap pertama telah sukses, demikian pikirnya. Dia telah berhasil memenangkan simpati gadis Amerika itu sesuai yang dia pelajari dari Fanny, salah satu budaknya (Eps. 5) yang mengatakan bila ingin ML dengan orang bule pertama kali harus membuatnya terkesan. Menggunakan cara-cara paksa seperti yang dilakukan terhadap korban-korban lainnya justru berisiko fatal karena mereka kemungkinan mereka membeberkan pelecehan itu lebih besar.
###
Dua hari kemudian, dari lantai dua, Imron melihat ke tempat parkir Megan baru datang dan memarkirkan sepedanya. Setelah memasang kunci gadis itu berjalan hendak menuju ruang kuliah. Imron yang menduga gadis itu akan lewat di koridor lantai dasar gedung fakultas seni dan desain buru-buru turun ke bawah dan sengaja berjalan di koridor itu dengan harapan berpapasan dengannya.
“Ah! Pagi Pak Imron, oh iya…tentang sepeda saya itu, saya belum sempat terima kasih” sapa Megan ketika berpapasan sesuai yang diharapkannya.
“Oh iya, gapapa kok Non, saya juga senang bisa nolongin orang” jawabnya dengan sopan.
“Maaf Pak, saya lupa ganti uang bapak untuk memperbaiki sepeda saya” katanya sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya.
“Ohhh…nggak Non, nggak, saya gak bisa terima, saya cuma nolong orang bukan cari uang” Imron menolak dengan halus ketika Megan menyodorkan selembar 20.000 padanya. “waktu itu Non kan udah bayarin makan saya, jadi nggak usah lagi Non”
Lalu Imron buru-buru mohon diri agar tidak terus didesak gadis itu menerima uangnya. Megan menghembuskan nafas panjang sambil tersenyum melihat Imron pergi.
“What a nice guy, never judge a book from it’s cover” katanya dalam hati.
Gadis pirang itupun meneruskan langkahnya ke ruang kuliah, dalam hatinya mulai timbul rasa kagum pada penjaga kampus itu. Selama kurun waktu sembilan bulan tinggal di Indonesia, pria itu sudah dua kali menolongnya yaitu dulu waktu baru sebulan disini dan terakhir beberapa hari yang lalu, dan pria itu juga tidak pernah mengharapkan bahkan menolak imbalannya. Walau tampangnya seram tapi hatinya baik, demikian pikirnya.
Kau bisa melukis kulit harimau, namun tidak tulangnya
Kau bisa mengenal wajah orang, namun tidak hatinya
###
Imron kembali bertemu Megan tiga hari kemudian, tepatnya dalam bazaar tahunan. Suasana ruang aula utama dan lapangan belakang hiruk-pikuk oleh pengunjung bazaar yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan kaum muda. Di balkon lantai tiga fakultas kedokteran nampak Imron sedang menyandarkan kedua telapak tangannya pada sandaran balkon tersebut. Lapangan basket di bawahnya kini disulap menjadi panggung konser berukuran sedang, suasana disana sangat meriah, orang-orang berdesakan karena saat itu di panggung sedang tampil salah satu group band ibukota yang diundang memeriahkan bazaar tersebut. Berbeda dengan suasana di tempat Imron berdiri, disana sangat sepi hanya diterangi oleh beberapa lampu downlite di langit-langitnya. Hampir bisa dipastikan tidak ada orang yang kesana pada jam-jam segini, karena memang suasananya agak angker belum lagi ditambah kisah-kisah seram yang beredar di kampus. Untuk menonton atraksi di panggung dari tempat itupun tidak terlalu nyaman karena letaknya menyamping dengan panggung sehingga tidak terlalu jelas. Imron menonton pertunjukkan di bawah sana, tapi nampaknya ia tidak terlalu konsen, matanya kadang merem-melek, kadang ia mengeluarkan desahan. Kalau diperhatikan dengan lebih jelas ternyata di bawahnya yang tertutup tembok, seorang gadis sedang berlutut melakukan oral seks terhadapnya. Gadis yang memakai tank top dan rok mini itu begitu menikmati mengulum penis Imron, tangannya aktif memijati buah zakarnya. Fanny, nama gadis itu, seorang budak seks Imron yang juga salah seorang bispak di kampus itu, sepertinya dia sangat menikmati kegiatan seks di tempat umum seperti itu. Dia merasakan sensasi yang sama dengan Imron yaitu kenikmatan sex in the public.
Ketika sedang asyik-asyiknya menikmati kuluman Fanny, tiba-tiba pandangannya tertumbuk oleh sesuatu di kerumunan penonton. Megan, ya…hal itulah yang menarik perhatiannya, Imron melihat jelas kepala kuning gadis itu bergerak di kerumunan penonton, sepertinya dia berusaha keluar dari kerumunan yang padat itu, baru tahu dia bahwa gadis bule itu hadir dalam bazaar ini.
“Non…Non…udah dulu yah” sahutnya sambil menarik lepas penisnya dari mulut Fanny, “Bapak ada perlu, kita lanjutin lain kali aja yah !”
“Lho, kok cepet amat Pak, pemanasan aja belum beres !” kata Fanny agak heran.
“Iya Non, ada keperluan mendadak, sori yah” katanya buru-buru membetulkan celananya lalu berlari kecil meninggalkan gadis itu yang masih bengong dalam posisi berlutut.
“Huuhh…dasar buaya kampus” omel Fanny dalam hati.
Sadar dirinya tinggal sendiri di situ, dia pun bangkit dan buru-buru meninggalkan tempat itu. Di bawah, Imron juga susah payah menerobos kumpulan orang, saat itu Megan sudah keluar dari kerumunan dan membelok ke sebuah sudut. Imron terus mengikutinya dengan hati-hati, ditemukannya Megan masuk ke toilet wanita, tapi tak sampai dua menit ia sudah keluar lagi dan terus berjalan entah kemana, Imron terus membuntutinya dengan menjaga jarak. Ternyata ia menuju ke toilet di gedung teknik, letaknya cukup jauh dari pusat keramaian, hanya terlihat sedikit orang disana, sepertinya tadi ia tidak dapat tempat sehingga terpaksa kesini. Tak lama kemudian gadis itu keluar dari toilet, dia berhenti sejenak di luar merogoh sesuatu dari kantongnya. Imron tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia pun segera berjalan menuju ke sana, pura-pura mau ke toilet pria di sebelahnya dengan tujuan dapat berpapasan dengan gadis itu.
“Wah kebetulan sekali! Selamat malam Non Megan,” sapa Imron, “Ikutan bazaar juga nih?”
“Selamat malam, Pak Imron,” Megan tersenyum manis. “Wah, Bapak datang kesini juga. Mau menonton bazaar?” Gadis bule itu mengeluarkan sekotak rokok dari kantongnya dan ditawarkannya pada Imron. “Smoke?”
“Ohh…nggak Non, makasih” tolaknya halus.
Megan pun mengambilnya sebatang dan menyelipkan di bibirnya yang indah. Sebelum dia sempat menyalakan lighternya sendiri, Imron sudah lebih dulu menyodorkan lighter yang sudah menyala.
“Terima kasih” ucap Megan sambil menyibakkan sedikit untaian rambut yang jatuh di keningnya. Dia terlihat sangat cantik malam itu. Imron makin terpesona olehnya.
“Non kesini sendirian ?” tanya Imron berbasa-basi
“Iya, saya sendirian,” Megan melihat perubahan di wajah Imron. Pria yang sepertinya baik itu nampak khawatir dan takut. Megan menduga-duga dalam hati, pasti Imron mengira dia melalui jalan sepi kemarin, “tapi saya ambil jalan lain, kok Pak, meski memutar agak jauh. Tapi tidak apa-apa, saya masih agak takut melalui jalan yang kemarin. Saya masih trauma.” kata Megan tersenyum sambil mengepulkan asap rokok, “Mmm… Pak Imron tinggal di dekat sini?”
“Iya Non, saya gak terlalu jauh, jalan sebentar juga sampai kok.”
“Udah malam juga sekarang yah, gak kerasa, Non disini sampai jam berapa, udah ampir jam 10 loh” kata Imron melihat arloji murahannya.
“Sebentar lagi saya pulang Pak, saya udah dari jam delapan disini, I’m very tired, saya sudah capek !” katanya, “Well, mungkin saya harus pergi sekarang sebelum terlalu malam, sampai ketemu lagi Pak” pamitnya dengan senyum manis.
“Eehh, tunggu-tunggu, apa Non perlu saya temani lagi lewat jalan yang dulu itu supaya nggak terlalu jauh, sekalian saya juga pulangnya lewat situ kok, gimana ?” Imron menawarkan jasanya, dia juga tidak ingin kesempatan ini lewat begitu saja.
Ia menusuk dari belakang, namun wajahnya pura-pura khawatir;
Yang satu menyembunyikan kemesuman, yang lain tidak mencurigainya.
“Oohh…tidak usah…tidak usah, sungguh, terima kasih. Saya sudah terlalu sering merepotkan Bapak” Megan menolaknya karena merasa sering sekali menerima jasanya.
Akhirnya dengan segala bujuk rayunya akhirnya Megan mau juga ditemani pulang oleh penjaga kampus itu. Dia berpikir lewat jalan tempat dulu dia ditodong itu jauh lebih cepat daripada lewat jalan besar yang ditempuhnya beberapa hari terakhir ini, selain itu karena telah mengenal pria ini cukup baik, ia pun tidak keberatan. Selama di perjalanan hati Imron berdebar-debar, akhirnya kesampaian juga kesempatan untuk berduaan dengan Megan, kali ini gadis itu sudah lebih terbuka diajak bicara. Megan mengatakan bahwa dia sangat kerasan selama tinggal di Indonesia, teman-teman di kampus ramah-ramah dan baik, begitu juga dosen dan orang-orang kampus lainnya, dia berharap dapat mengunjungi Indonesia lagi setelah selesai masa kuliahnya disini. Imron juga bercerita sedikit tentang dirinya, bahwa dia tinggal seorang diri di sebuah kontrakan kecil, keluarga sudah tidak ada. Diceritakan juga bahwa ketika muda pernah mendekam di penjara, namun setelah itu dia insyaf dan keluar hingga mendapat pekerjaan di kampus itu.
“Yah, gitulah Non hidup saya, yang penting sekarang saya bahagia setelah tobat bisa kerja disini juga udah untung, saya senang bisa nolongin orang di kampus biar cuma dikit atau sering dicuekin” katanya sambil menghela nafas.
Imron tidaklah sepenuhnya menceritakan masa lalu nya yang gelap (apalagi masa sekarangnya), yang diceritakan hanyalah yang mengundang simpati pendengarnya sehingga Megan pun mau tidak mau tersentuh olehnya. Dia merasa Imron adalah orang bertobat yang patut dikasihani karena telah berusaha berbuat baik sebisa mungkin untuk memperbaiki diri.
Merekapun sampai di depan gerbang apartemen Megan setelah sekitar sepuluh menit berjalan. Imron menyerahkan sepeda yang dituntunnya pada pemiliknya dan mohon pamit.
“Pak Imron, tunggu” panggil Megan sehingga Imron yang telah membalikkan badan menengokkan kepala. “Apa Bapak gak mau masuk dulu, minum sebentar”
“Wah jangan Non, udah malam ini, nggak enak”
“Ga apa-apa, cuma minum sebentar, saya juga ada makanan kebanyakan mau kasih ke Bapak untuk terima kasih” pintanya lagi.
“Iya deh Non, sebentar aja yah, udah ngambil saya langsung pulang” Imron tertawa lebar dalam hatinya karena inilah yang ditunggu-tunggu.
Setelah mengunci sepedanya di tempat parkir, ia mengikuti Megan dari belakang. Di dalam lift Imron tambah deg-degan, matanya selalu mencuri-curi pandang ke tubuh Megan yang dibungkus blouse biru tanpa lengan dengan leher berbentuk V agak rendah, bawahannya memakai celana jeans sedengkul ketat yang mencetak paha jenjangnya yang indah. Sampailah mereka di kamar Megan yang lantainya didominasi marmer putih, hembusan AC langsung menyegarkan rasa gerah dari cuaca di luar.
“Wah kamarnya bagus sekali Non” kata Imron sambil memandang sekelilingnya.
Di seberang pintu masuk terdapat pintu kaca dan jendela lebar mengarah ke balkon dengan tirai ungu. Sebelumnya terletak dua buah sofa putih, yang panjang membelakangi jendela dan yang lebih pendek menyamping jendela dan menghadap TV di seberangnya. Di sebelah kiri pintu ada dapur kecil dimana terdapat kulkas dan tempat cuci piring. Sedangkan belokan ke kanan depan menuju ke kamar tidur dan kamar mandi. Interior ruangan yang elegan tersebut membuat Imron sempat terkagum-kagum.
Megan mempersilakan Imron duduk di sofa dan menawarkan minuman. Imron memilih teh hangat. Megan membawakan dua cangkir teh seduh dan meletakkan yang satu pada meja kaca di hadapan Imron, lalu dia sendiri duduk di sofa yang satunya sambil meniup tehnya. Mereka ngobrol-ngobrol ringan, dalam kesempatan ini Megan mengajari Imron sedikit Bahasa Inggris sederhana. Ia nampak sangat manis ketika tertawa apabila Imron salah melafalkan kata-kata yang diajarkannya. Imron bertanya mengapa dia baik sekali padanya padahal di kampus banyak yang tidak peduli padanya dan dari tampang dirinya sangat jauh dari tampan.
“Why not ? Saya kan menganggap Bapak sebagai teman, dalam berteman saya rasa nggak ada batasan penampilan, suku bangsa, atau status, selain itu Bapak banyak menolong saya juga” katanya.
Tak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas, Imron bangkit dan memohon diri untuk pulang karena sudah malam.
“Oh sebentar Pak, saya punya sesuatu buat Bapak” Megan berdiri lalu menuju ke dapur “ini dikasih teman, terlalu banyak, buat Bapak aja sebagian” sahutnya dari balik meja dapur sambil mengemasi beberapa toples kecil kue-kue kering dan snack.
Sekalian berjalan ke pintu Imron membelok ke arah dapur mini itu. Ketika itu Megan pun baru selesai memasukkan barang yang hendak diberikan ke dalam kantong dan hendak menghampiri Imron untuk menyerahkannya. Megan agak kaget saat mendapati pria itu sudah di sampingnya, keduanya berhadapan sangat dekat sekali dan saling memandang.
Imron memegang lengan Megan dengan lembut, tidak nampak penolakan dari gadis itu.
“Makasih ya Non, saya…saya…!” Imron tidak menyelesaikan ucapannya karena setelah itu mulutnya langsung memagut bibir Megan yang basah menggairahkan itu.
Megan pun segera melingkarkan kedua tangannya ke leher pria itu dan menempelkan tubuhnya erat sekali. Imron dapat merasakan payudara gadis itu menekan dadanya, lebih terasa dibanding waktu dia menangis di pelukannya dulu. Mulut Megan langsung membuka membiarkan lidah Imron masuk dan menyambut lidah pria itu dengan bernafsu. Ciuman mereka makin menggelora dan nafas mereka makin memburu. Megan menaikkan pantatnya ke meja dapur di belakangnya. Tangan Imron yang menggerayangi payudaranya mulai mempreteli kancing bajunya dengan tergesa-gesa. Setelah kancing terakhir terlepas, Megan menggerakkan sendiri tangannya membuat blouse tanpa lengan itu tergeletak di meja dapur, lalu ia menggerakkan tangan ke punggung melepas kait branya. Tanpa melepas ciuman Imron menarik lepas bra coklat itu dari tempatnya. Baru kali ini Imron melihat payudara bule yang sesungguhnya, payudara Megan bentuknya bulat padat, putingnya berwarna merah dengan areola berdiameter sedang. Kedua bukit itu naik turun dengan cepat seirama nafas Megan yang tak teratur. Sambil mengulum bibir Megan tangannya meraba-raba payudaranya. Megan tidak bersikap pasif saja meresponnya, lidah gadis itu juga turut bermain dengan liar, lidah Imron ditangkapnya dan disedot-sedot membuat birahi penjaga kampus itu semakin naik saja. Tangannya melepas seragam karyawan Imron lalu menarik kaosnya ke atas. Imron melepas ciumannya agar bisa meloloskan kaos oblongnya. Megan melemparkan kaos itu ke samping begitu pakaian itu lepas.
“Apa ini Pak ?” tanyanya melihat bekas luka pada dada Imron.
“Bagian dari masa lalu saya Non, bekas berkelahi dibacok orang” jawabnya.
Gadis itu meraba bekas luka memanjang itu, telapak tangannya yang halus itu membelai dada Imron yang bidang.
“Sakit ?” tanyanya lagi.
“Dulunya sih iya, tapi sekarang nggak kok, apalagi kalau dielus tangan Non yang indah ini” katanya sambil menggenggam tangan gadis itu.
“Bawa saya ke kamar” katanya pelan setengah berbisik.
Imron langsung mengangkat tubuh gadis itu sekali rengkuh dalam posisi berhadapan, Megan memeluk tubuh Imron sementara bagian bawah tubuhnya ditopang. Imron berjalan ke kamar sambil menciuminya. Dia menggunakan sikunya untuk membuka gagang pintu lalu memasuki kamar itu. Diturunkannya tubuh Megan ke ranjang lalu memencet saklar di sebelah pintu, lampu di plafon langsung menerangi kamar yang tadinya gelap itu.
“Jangan yang itu Pak, yang ini saja” kata Megan seraya menarik tali saklar menyalakan neon 10 Watt di ujung atas ranjangnya.
Imron membuka pakaiannya yang masih tersisa. Setelah membuka celana dalamnya, nampaklah penisnya yang sudah menegang. Megan terkesima melihat ukuran senjata pria itu dengan urat-uratnya yang menonjol di beberapa sisi dan ujung bersunat.
“Wow…what an Indonesian dick” gumamnya dalam hati tanpa mengalihkan pandangannya dari batang itu.
Sungguh gairah Megan menggebu-gebu malam itu tanpa pernah direncanakannya. Kejadian itu berlangsung secara spontan begitu saja dan memang inilah yang disukai gadis bule itu, spontanitas dalam seks terasa lebih membuatnya horny. Entah mengapa dia bersedia melakukannya dengan pria seperti Imron, gairah nakal itu memang mulai timbul sejak ngobrol-ngobrol di ruang tamu itu, suasana malam dan situasi hanya pria dan wanita saja dalam satu ruangan menimbulkan bayangan erotis di benak gadis itu, selain itu Imron pernah menolongnya beberapa kali sehingga ia tidak keberatan membiarkan tubuhnya dinikmati penjaga kampus itu, hitung-hitung sebagai balas jasa. Jangan lupa, Megan berasal dari negara yang menganut kebebasan seks dan hubungan seks tanpa status dan cinta bukanlah hal baru baginya. Megan telah merasakan hubungan seks sejak usia 16 tahun, dia telah melakukannya dengan tiga orang yaitu dua mantan pacar dan satu teman, semuanya ras kaukakus kecuali pacar terakhirnya yang berdarah Hispanik. Terakhir kali ia berhubungan intim kurang lebih setahun lalu, tak lama sebelum kepergiannya untuk kuliah di Indonesia. Malam itu gairahnya yang cukup lama terpendam karena kesibukan sehari-hari menggeliat, darah dalam tubuhnya bergolak merindukan sebuah permainan cinta. Dengan gerakan erotis, ia membuka celana sedengkul beserta celana dalamnya, lalu melemparkannya ke kursi rias di sebelah ranjang. Kini tampaklah tubuh gadis Amerika itu tanpa sehelai benangpun, benar-benar mulus tanpa cacat.
Hari itu benar-benar saat yang paling dinanti-nantikan oleh Imron, bagaimana tidak, ia telah memakan waktu berbulan-bulan dan minta saran sana-sini untuk memangsa gadis bule itu sebelum akhirnya membuahkan hasil seperti sekarang ini. Diterkamnya tubuh mulus yang telah terbaring di ranjang itu. Megan menjerit manja menyambutnya. Karena sudah dikuasai nafsu, keduanya langsung berpelukan dan berguling-guling, saling remas dan saling tindih, payudara indah Megan bergesekan dan menekan dada Imron, kali ini tanpa penghalang lagi, langsung skin to skin. Megan kini berada di atas Imron, dia begitu agresif dalam berciuman, setiap gerakan lidah Imron disambutnya dengan gemilang. Kemudian mulutnya mulai menuruni leher pria itu dengan kecupan dan jilatan. Gadis itu demikian liar melakukan pemanasan terhadap Imron, terkadang dengan sengaja ia gesekkan payudaranya pada tubuh Imron sehingga memberi sensasi tersendiri baginya. Sambil menjilat puting pria itu, tangannya meraih penis yang sudah tegang itu. Imron dibuat blingsatan karena nikmatnya, dipandangnya mata hijau Megan yang menatap liar padanya, mata itu kini memancarkan hasrat liar yang menggebu-gebu. Ternyata Megan yang bertampang innocent itu di atas ranjang dapat berubah menjadi binal bak artis bokep. Puas melakukan mandi kucing, Megan mulai turun semakin bawah, ditatapnya penis dalam genggamannya itu.
“Oh gosh…it’s so hard !” katanya
Tubuh Imron bergetar dan mulutnya mengeluarkan desahan begitu lidah Megan memberi sentuhan pertama pada kepala penisnya. Sebentar saja penis itu sudah masuk di mulutnya, tidak semuanya muat sih, itu pun mulut gadis itu sudah nampak sesak. Dengan permainan lidahnya yang lihai Megan menyentuh bagian-bagian sensitif benda itu seperti kepalanya dan lubang kencingnya sehingga membuat pria itu berkelejotan dan mendesah-desah keenakan. Imron bergidik merasakan nikmat yang luar biasa, sungguh oral seks yang disuguhkan gadis Amerika ini berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah dipakainya, Imron merasa penisnya seperti disedot-sedot oleh vacum cleaner. Bukan itu saja, Megan juga mengkombinasikannya dengan kocokan dan pijatan lembut pada buah zakarnya membuat Imron seperti melayang-layang., dia merasa sebentar lagi penisnya mau meledak, tapi Imron tidak ingin secepat itu, bisa-bisa dirinya yang malah kalah bercinta dengan gadis bule ini. Dengan nafsu meluap-luap dijenggutnya rambut pirang itu lalu ditariknya tubuhnya hingga rebah di kasur.
“Be gentle please !” katanya karena agak kaget dengan kekalapan Imron.
Dengan bernafsu Imron langsung menggerayangi tubuh mulus itu. Lidah dan tangannya menjelajahi setiap titik rangsang di tubuh gadis itu membuatnya tidak bisa apa-apa selain mendesah dan menggelinjang. Imron mengenyoti payudara gadis itu sementara tangannya memilin-milin puting payudara yang lain dan tangan yang satunya sibuk bermain di daerah kemaluannya.
“Oohhh…yess !” erang Megan sambil menggigit bibir bawah.
Imron mengisapi kedua puting Megan secara bergantian, hisapan dan jilatan itu membuat birahi gadis itu semakin membara, tangannya yang dibawah mengusap-usap bibir kemaluannya, sesekali mengelus paha dalamnya. Dengan diserangnya titik-titik sensitif di tubuhnya, Megan semakin tidak terkendali.
“Uuuhh…oohh…mmm !” itulah yang keluar dari mulut Megan sebagai ungkapan kenikmatannya.
Jilatan Imron kini turun ke perutnya yang rata, lidah Imron yang hangat dan basah membuat gadis itu tertawa kecil karena geli sekaligus nikmat. Imron terus turun lagi, wajahnya mendekati vagina Megan yang ditumbuhi bulu yang dicukur trim memanjang mengikuti belahan vaginanya.
“Hehehe…jembutnya rapi banget, gini toh punyanya orang bule !” kata Imron dalam hati sambil mengendusinya, “hhmm…wangi pula, pasti rajin dirawat nih”
Imron lalu mengangkat tubuh bagian bawah gadis itu dengan kedua pahanya masih mengapit kepalanya.
“Ow…what a…aahhh !” dia menjerit kecil merasa tubuhnya setengah terangkat namun wajahnya langsung meringis nikmat sambil mendesah ketika dirasakannya lidah Imron telah menari-nari di liang kenikmatannya.
Dalam posisi berlutut dan kedua lengan kokohnya menyangga paha Megan, Imron menjilati vaginanya, lidahnya bagaikan ular menyeruak masuk serta melakukan gerakan berputar atau juga menyentil-nyentil klitorisnya. Megan benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa, tangannya sampai meremasi sprei di bawahnya dan matanya merem-melek keenakan.
Tak lama kemudian Megan merasakan tubuhnya menggelinjang hebat, getaran nikmat itu berasal dari selangkangannya yang sedang dilahap Imron menjalar ke seluruh tubuh. Megan mengerang merasakan orgasme pertamanya akan segera tiba. Melihat reaksi itu, Imron semakin mempergencar jilatan dan hisapannya pada vagina gadis itu.
“Ooohh….yeah…yess…aahh…ahhh !” Megan mendesah tak karuan, permainan lidah Imron telah mengantarnya pada puncak.
Imron terus menjilat dan menghirup vagina Megan yang semakin basah oleh cairan kewanitaannya itu. Cairan itu dilahapnya dengan rakus sampai terdengar bunyi menyeruputnya. Imron menurunkan tubuh bawah gadis itu setelah puas menikmati cairan cintanya. Imron yang berlutut diantara kedua paha Megan mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu. Digosok-gosokkannya kepala penisnya yang mirip jamur itu pada bibir vagina Megan, membuatnya menggelinjang kegelian. Gairah Megan dengan cepat naik lagi, dia menggenggam penis Imron dan menuntunnya pada liang senggamanya. Imron yang nafsunya juga sudah tinggi segera melesakkan penis itu, dia merasakan himpitan dinding vagina gadis itu yang licin dan bergerinjal-gerinjal.
“Aahhh !!” Megan menjerit nikmat merasakan batang yang kokoh itu menerobos masuk memberi kenikmatan.
Dia merasakan penis itu begitu besar, keras, dan mengganjal, tidak kalah dari milik pria-pria rasnya. Imron mulai memompa penisnya dengan gerakan halus yang makin meningkat menjadi kasar dan brutal. Tangannya meremas-remas payudara yang bergoyang-goyang itu.
“Oohh…ooh…damn it…fuck me…hard !” desah Megan, ia melingkarkan kakinya pada pinggang Imron seakan tidak rela melepaskannya.
Hujaman-hujaman Imron bervariasi, kadang kasar, kadang lembut, kadang diputar-putar seperti mengaduk adonan, belum lagi sentuhan-sentuhan tangannya yang memberikan belaian-belaian nikmat pada bagian tubuh lainnya. Imron lalu menindih tubuh gadis bule itu sehingga dapat menyetubuhinya sambil menciumi bibir dan lehernya. Dalam waktu sekitar seperempat jam Megan sudah merasa akan klimaks lagi. Tubuhnya mengejang, tangannya memeluk erat tubuh Imron, mulutnya kembali mengeluarkan desahan panjang. Imron terus menusuk-nusukkan penisnya pada vagina Megan yang sudah semakin becek sehingga terdengar suara decak cairan setiap kemalauan mereka bertumbukkan. Imron juga ikut merasakan nikmatnya orgasme gadis ini, penisnya terasa dicengkram kuat dan disedot-sedot oleh vaginanya yang saat itu berkontraksi dengan cepat, untuk menambah kenikmatan dibenamkannya penisnya sampai mentok lalu ia menggerakkan pinggulnya dengan gerakan berputar. Megan mengerang-ngerang nikmat sambil sesekali menciumi pria itu merasakan kewanitaannya seperti diaduk-aduk oleh batang yang keras.
“Yess…sssh…I love it, mmhhhh !” demikian desisnya dengan nafas memburu.
Megan memejamkan mata menghayati orgasmenya hingga gelombang itu berangsur-angsur reda. Ia lalu membuka matanya dan melihat wajah Imron diatasnya. Pria itu tersenyum dan membelai rambut pirangnya lalu menciumnya lembut sekali.
“Pak Imron, you’re great” katanya dengan tersenyum lemas.
“Apa tuh artinya Non ?” tanya Imron “Non lagi muji atau ngeledek nih ?”
“Hebat, Bapak hebat, really !” katanya lagi.
Imron memang makin pandai memperlakukan wanita, dia tidak meneruskan dulu genjotannya untuk menunggu Megan memulihkan tenaga. Dia mengajak ngobrol gadis itu dengan penis masih tertancap di vaginanya.
“Non, enak sekali tadi yah, memek Non nikmat, bener-bener delisius” pujinya sambil mempraktekkan bahasa Inggris yang baru dipelajarinya sedikit.
“Ya anda juga hebat, mmm…kuat I mean” balasnya, “eemm…apa itu tadi…memek ? what’s that ?”
“Oohh…anu, itu vagina Non, biasa kita nyebutnya memek”
“Mmm…I see, so it is some kind of slang term”
“Heh, apa…apa ? Non omong apa tadi ? ga ngerti saya”
“No, never mind, ga apa-apa, kalau yang punya laki-laki disebutnya apa ?” tanyanya lagi.
“Kalo yang punya cowok disebutnya kontol Non hehehe”
“Memek…kontol” Megan mencoba melafalkan kata-kata baru itu.
“Iya bener Non, kalo bahasa Inggrisnya apa tuh ?”
“Well, kalau yang punya perempuan biasa kita sebut pussy, kalau yang penis disebut dick”
“Oo…gitu yah Non, ngerti-ngerti deh, Non suka sama dick saya ga ?” tanya Imron nakal.
“Hihihi…Bapak nakal tanyanya, but yes, I do like it, it is wonderful, so big and so hard” Megan sengaja memakai bahasa Inggris menjawabnya karena agak malu-malu untuk ngomong terang-terangan.
“Yeee…si Non, mentang-mentang saya ga bisa Inggris, omong apa sih tuh ?” tanya Imron menasaran sambil mencubit puting gadis bule itu.
Sebagai jawabannya Megan menarik wajah Imron mendekat lalu mencium bibirnya yang tebal. Ia berguling ke samping sehingga tubuhnya kini berada di atas pria itu. Keduanya terlibat percumbuan yang panas, tangan kasar Imron membelai punggung mulus gadis itu yang mulai berkeringat. Setelah dua-tiga menit berciuman, Megan mengangkat tubuhnya lalu mulai mengoyangkan tubuhnya yang masih menancap di penis Imron. Tubuhnya naik-turun dengan liar di atas tubuh Imron yang telentang itu. Gadis itu juga meraih tangan Imron untuk diletakkan di payudaranya dan diremaskannya tangan kasar itu pada susunya yang montok. Imron tidak mau kalah, dia juga menggerakkan pinggulnya menyentak ke atas hingga penisnya semakin tusukan penisnya semakin dalam dan memberi kenikmatan ekstra bagi keduanya.
“Ooohh…God…ooh…oohh…more…do it more !” mulut Megan menceracau tak karuan dalam bahasa ibunya.
Persetubuhan interasial itu berlangsung dengan liarnya, kedua pihak sama-sama agresif. Imron merasa sebentar lagi orgasmenya akan tiba, maka dia mempercepat hentakan pinggulnya. Penis itu masuk sedalam-dalamnya hingga mengenai g-spot Megan, membuatnya didera nikmat yang luar biasa.
“I’m coming…yes…aahh…aahhh !” jerit Megan dengan tubuh menegang.
Di saat yang sama, Imron pun merasakan hal serupa, spermanya muncrat dengan deras di vagina gadis itu, tubuhnya mengejang hebat sehingga remasannya pada kedua payudara Megan pun mengeras. Sekitar lima menitan keduanya menggelinjang menikmati orgasme bersama, erangan nikmat sahut-menyahut memenuhi kamar itu, kalau saja temboknya tidak cukup tebal pasti sudah terdengar oleh tetangga di sebelahnya.
Megan terkulai lemas di atas tubuh Imron sambil memeluknya, punggungnya nampak basah oleh keringat, rambut emasnya sudah acak-acakan. Dia dapat merasakan penis yang menancap di vaginanya mulai mengecil dan cairan hasil persetubuhan barusan mengalir keluar. Keduanya tidak berkata-kata selama beberapa saat, hanya deru nafas mereka saja yang terdengar. Imron merasa ngilu pada buah zakarnya karena hentakan-hentakan gadis ini begitu ganas dan penuh gairah, sementara Megan sendiri juga merasakan panas pada vaginanya dan payudaranya agak perih akibat remasan kasar Imron ketika orgasme tadi. Imron membelai rambut gadis itu dan mencium dahinya dengan lembut.
“I’d like to have some drink” kata Megan dengan suara lemah.
“Apa…apa Non ? drink…engg…minum yah ?” tanya Imron yang dijawab gadis itu dengan anggukan pelan “tunggu yah saya ambil dulu”
Imron melepaskan pelukan gadis itu dan membaringkan tubuhnya di samping. Cairan cinta menetes-netes begitu Imron mencabut penisnya dari vagina Megan. Dia turun dari ranjang dan keluar menuju dapur. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah gelas berisi air putih. Ketika itu Megan sedang membersihkan selangkangannya dengan tissue, tak lama kemudian daerah itu pun kembali bersih dan dilemparnya tissue itu ke tong kecil di sudut ruangan. Setelah menerima gelas dari Imron, dengan lahap Megan menghabiskan isi gelas itu, tenggorokannya terasa lebih segar dan tubuhnya lebih rileks.
Imron yang masih kelelahan merebahkan diri di sebelah gadis itu. Diraihnya tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dan rambut pirang itu dibelainya lembut.
“Bapak sudah mau pulang ?” tanyanya.
“Iya Non, istirahat sebentar, kalau udah kuat langsung balik”
“Malam ini disini saja Pak, sudah terlalu malam”
Dalam hati Imron merasa senang dengan tawaran itu, tapi dia menolak halus dulu untuk menjaga citra baru mengiyakannya.
“Yah…kalau Non ga keberatan, saya sih ok ok aja”
Selesai berkata demikian Imron menarik selimut menutupi tubuh mereka dan mematikan lampu 10 watt di atas ranjang sehingga kamar menjadi gelap.
“Non mainnya hebat, liar sekali !” puji Imron sambil membelai dadanya.
“Ya, anda juga good, bisa buat saya orgasm beberapa kali, saya suka kontol Bapak, it’s very strong hihi”
“Oh ya, jadi Non suka kontol saya ?” godanya sambil menggesekkan penisnya pada pantat gadis itu.
Obrolan nakal berlangsung selama beberapa menit sebelum akhirnya tidak terdengar lagi jawaban Megan ketika Imron menanyainya mengenai apa fantasi seks terliarnya yang belum terwujud. Gadis itu diam tidak menjawab, Imron menunggu sejenak namun yang terdengar hanya bunyi nafas, rupanya gadis itu tertidur kelelahan. Imron pun menutup matanya dan menyusul ke alam mimpi tak lama kemudian.
Keesokan paginya Imron terbangun, dilihatnya jam weker di sebelah ranjang menunjukkan pukul enam. Nyenyak sekali tidurnya semalam, baru kali ini dia merasakan tidur di tempat senyaman ini dengan ranjang yang empuk dan seorang gadis cantik di sebelahnya. Memang sih ketika dulu waktu masa jayanya di dunia hitam dia sudah sering tidur dengan pelacur, tapi tidak di tempat seelit ini, paling di motel murahan atau di atas ranjang butut. Ditatapnya wajah Megan yang masih tertidur dalam posisi telentang, senyum kemenangan muncul di wajahnya, akhirnya berhasil juga meniduri ‘kuda putih’ini tanpa menggunakan paksaan dalam seni berperang ini bisa dimasukkan dalam kemenangan gemilang yaitu menang tanpa berperang (dalam hal ini paksaan). Ia turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi di seberang kamar itu setelah meraih celananya yang diletakkan di kursi meja rias. Di kamar mandi Imron menyalakan shower dan mandi dengan cepat karena sebelum kuliah pertama jam tujuh ia harus sudah beres-beres, maka tujuh menit saja ia sudah menyelesaikan mandinya. Dengan handuk kecil di gantungan dia mengeringkan badan lalu memakai celananya. Setelah keluar dari kamar mandi dilihatnya ke dalam kamar Megan masih terlelap, agaknya ia masih lelah karena pertempuran semalam. Niat isengnya timbul, sambil menyeringai dirogohnya ponsel dari dalam kantong celananya. Dengan perlahan-lahan dibukanya selimut yang menutupi tubuh Megan, lalu ckrek…ckrek…ckrek…tiga kali diambilnya foto gadis itu dari berbagai sudut dalam keadaan tertidur tanpa busana. Foto itu untuk kenang-kenangan atau siapa tahu akan berguna suatu hari nanti seperti yang pernah dilakukannya pada Joane (baca Eps.7).
Kemudian Imron duduk di pinggir ranjang, ditatapinya kemolekan tubuh Megan yang tak tertutup apapun itu, tangannya bergerak memegang payudara kirinya serta meremasnya lembut.
“Mmmm !” terdengar gumaman gadis itu, matanya bergerak dan membuka perlahan-lahan, “Pak Imron, morning, sudah bangun ?” sapanya.
“Iya Non, saya harus pamit dulu, udah harus kerja lagi nih Non” katanya dengan tangan tetap meremasi payudara gadis itu. “Non sendiri nggak kuliah ?”
“Saya nanti jam sembilan” jawabnya.
“Kalau gitu saya duluan yah Non, lain kali kita main seperti kemarin lagi yah Non, mau kan ?” pertanyaan yang hanya dijawab gadis itu dengan senyuman.
Megan dengan masih terkantuk-kantuk menggerakkan tubuhnya untuk turun dari ranjang dan mengantarkan Imron ke pintu. Di dapur Imron memunguti pakaiannya yang tercecer di sana tadi malam dan memakainya, Megan juga menyerahkan kantong hitam berisi makanan yang hendak diberikan padanya.
“Teng kiu yah Non, Non baik banget, saya ga akan pernah melupakan Non” ucapnya sambil menerima bingkisan dari gadis itu.
“Sama-sama Pak, saya juga senang kenal Bapak, but lain kali jangan lupa…you should use some condom, memakai kondom, supaya aman !” katanya dengan senyum nakal.
Imron terkekeh dan menganggukkan kepala menjawabnya. Lalu ia berjalan di belakang gadis itu yang mengantarnya ke pintu.
Dipandanginya tubuh belakang gadis itu, indah sekali, pantatnya begitu bulat montok membuat tergoda untuk menepuk dan bahkan meremasnya. Sebelum Megan sempat membukakan kunci tiba-tiba pinggangnya sudah didekap dari belakang. Sebentar saja tubuhnya sudah menempel dengan tubuh si penjaga kampus itu yang langsung memciumi tenguknya.
“Hei !” Megan menjerit kecil.
Megan menggeliat dan meronta kecil ketika Imron menciumi leher dan telinganya, namun rontaan yang setengah hati itu justru membuat Imron makin bernafsu. Didesaknya tubuh gadis itu ke depan sehingga terhimpit diantara pintu dan tubuh kekarnya. Megan merasakan penis pria itu yang telah menegang menempel di pantatnya entah sejak kapan dia membuka celananya. Tangan kekar Imron menarik sedikit pinggulnya sehingga agak nungging.
“Oohh…no…not again ssshh !” desahnya ketika penis pria itu menerobos masuk ke liang vaginanya.
Sambil berpegangan pada kedua payudara gadis itu, Imron menyetubuhinya dengan kecepatan tinggi, mulutnya menciumi pundak dan lehernya membuat gadis itu serasa melayang. Pintu tempat Megan bertumpu ikut bergetar seperti ada gempa bumi, untunglah sedang tidak ada orang yang melintas di lorong dan melihatnya. Kurang dari sepuluh menit Imron sudah menyemprotkan spermanya di dalam vagina gadis Amerika itu. Segera setelahnya ia memasukkan kembali penisnya ke dalam celananya.
“You are so naughty…Bapak nakal !” sahut Megan menepuk pelan pipi Imron.
“Hehehe…hitung-hitung olah raga pagi Non” katanya cengengesan “Ok saya pergi dulu yah, gud bai !”
“Ok see you later…ini rahasia kita ya Pak, jangan bilang orang lain” senyumnya nakal.
Imron mengecupnya di bibir sebelum membuka pintu.
“Hei…wait, Bapak lupa ini ya ?” ucap Megan seraya mengambil kantong berisi makanan dari lantai.
“O iya, hehehe sampai lupa, makasih ya Non” Imron mengambil bingkisan itu lalu pamit meninggalkannya.
Megan menutup pintu dan kembali ke kamarnya, dihempaskannya tubuhnya ke atas kasur yang empuk.
“Oh God, what have I done ? how could I do it with a janitor ?” tanyanya pada diri sendiri dalam hati.
Ia masih belum habis pikir bagaimana dirinya bisa terlibat hubungan seks dengan pria itu. Di kampus banyak teman pria yang tampangnya jauh di atas pria itu, namun ia malah memilih seorang penjaga kampus sebagai partner seksnya. Sinyal-sinyal untuk melakukan hubungan seks memang pernah dia dapat dari beberapa teman kuliahnya, tapi tidak pernah diresponnya. Dia paling tidak suka dengan pria-pria sok jaim atau yang hanya menonjolkan sisi gentle dengan tujuan menidurinya, dia sudah belajar dari dua kali pengalamannya dalam berpacaran mengenai hal ini. Beda dengan Imron yang telah melakukan tindakan nyata padanya tanpa pamrih (di matanya) sehingga ia pun bersedia melakukan hal itu padanya, disamping itu keperkasaan Imron di ranjang telah membuatnya terbuai.
###
Hubungan gelap itu kembali terulang pada hari-hari selanjutnya setiap ada kesempatan di toilet kampus, kelas kosong, gudang, apartemen Megan, dll kecuali rumah kontrakan Imron, satu tempat yang tidak pernah dipakainya untuk menggauli korbannya demi menghindari kecurigaan dari warga sekitar. Karena itulah dimata para tetangga dan warga tempatnya tinggal Imron tidak bermasalah. Terkadang Megan tidak segan mengajak pria itu berhubungan seks dengan sinyal berupa jilatan lidah pada bibirnya atau meng-SMS-nya untuk datang ke apartemennya. Bagi Megan hubungan itu tidak lebih hanya sekedar pertemanan dan pemuasan biologis semata. Dalam benak gadis bule itu tidak pernah terbesit sedikitpun cinta ketika melakukan hubungan itu, demikian juga Imron yang memakai Megan hanya sebagai pemuas nafsu.
“Do you love me ?” pernah suatu kali Megan bertanya demikian pada Imron sehabis bercinta di toilet.
“Apa ? cinta ya ? cinta sama Non gitu ?” tanyanya lagi memastikan yang dijawab Megan dengan anggukan kepala. “Ehm…gimana yah, saya gak berpikir sampai kesana Non”
“So, Bapak gak suka saya ?” Megan bertanya lagi dengan ekspresi antusias.
“Ehh…bukan…bukan gitu Non, kan kata Non juga kita ini teman, lagian…lagian kita kan terlalu banyak perbedaan” Imron agak susah menjawabnya.
“Yes, itu yang saya harapkan, saya gak ingin ada ikatan, kita teman, friend, it’s only sex”
Keduanya hening saling tatap di ruangan sempit itu, berciuman sebentar lalu melepaskan diri dan membereskan pakaian masing-masing sebelum keluar dari sana.
###
Sabtu sore, dua minggu setelah malam liar pertama mereka, keduanya menghabiskan waktu dengan berhubungan seks dengan berbagai gaya. Mereka melakukannya di kamar mandi, dapur, ruang tamu, dan di atas sofa ruang tengah. Megan yang saat itu baru menyelesaikan koreksian yang menumpuk dari tempat mengajarnya menganggapnya sebuah refreshing setelah lepas dari kesibukan, eksperesi itu keluar dalam wujud keliarannya pada hari itu dalam bercinta sehingga membuat Imron pun agak kewalahan. Pukul sepuluh malamnya keduanya telah tergeletak lemas diatas ranjang dengan tubuh penuh keringat dan nafas ngos-ngosan. Dalam obrolan pasca orgasme kembali Imron menanyakan lagi pertanyaannya dulu yang belum terjawab, yaitu mengenai fantasi seksnya yang belum terwujud. Megan terdiam sejenak dan berpikir.
“Threesome, main bertiga maksud saya atau main beempat maybe, tapi saya belum pernah melakukannya” jawab Megan “kelihatannya exciting dilayani lebih dari satu laki-laki, yah tapi itu cuma fantasi, saya belum berani hehe”
“Oh, gitu toh Non, ternyata Non noti (naughty) juga mikirnya yah” kata Imron sambil mencubit putingnya.
“Kalau bapak sendiri apa fantasinya ?” Megan bertanya balik.
“Ya gak jauh-jauh deh Non, bisa main sama perempuan cantik aja udah cukup” jawabnya, “lagian kan fantasi saya udah kesampaian sekarang Non” Imron menatap wajah Megan sembil tersenyum, keduanya lalu tertawa-tawa dan berpelukan.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar dan saling belai, mereka pun akhirnya terlelap.
Keesokan paginya Megan bangun terlebih dulu dan menemukan dirinya dalam pelukan penjaga kampus itu. Pelan-pelan ia melepaskan diri dari tangannya agar tidak membangunkannya. Jam weker sudah menunjukkan pukul sembilan lewat duapuluh, lumayan kesiangan juga pikirnya, tapi kan ini hari Minggu makannya wekernya tidak dinyalakan. Setelah turun dari ranjang dia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Kemudian diambilnya kimono sutra berwarna hitam dengan motif bunga-bunga kecil dari gantungan baju dan dikenakan pada tubuhnya. Di dapur menyiapkan sarapan berupa roti panggang dan secangkir kopi lalu menikmatinya sambil duduk selonjoran di sofa panjang dan menonton TV. Baru saja menghabiskan roti pertamanya terdengarlah bunyi bel.
“Ya…siapa ?” tanya Megan setelah mengintip dari lubang pintu melihat seorang pria yang tidak dikenal.
“Tukang ledeng, katanya ledeng disini ada keluhan ya!” kata orang diluar itu.
“Iya benar, kenapa anda baru datang sekarang ?” Megan membukakan pintu.
Dia agak kesal karena keterlambatan ini, masalahnya sejak kemarin pagi kran air di dapur untuk mencuci piring tiba-tiba mengalirnya kecil sehingga ia melaporkan hal ini ke pihak apartemen saat itu juga. Ia juga sempat minta tolong pada Imron kemarin tapi pria itu juga tidak terlalu bisa menolong karena tidak punya peralatannya, Imron hanya memperkirakan bahwa ada penyumbatan pada pipa air sehingga alirannya terhambat.
“Maaf Non, anu…yang kerjanya kebetulan lagi kurang, ada yang lagi pulang kampung, saya kemarin juga lagi sibuk di tempat lain, jadi kepaksa dateng sekarang biar hari Minggu juga” orang itu meminta maaf atas keterlambatannya.
Megan mengajak orang itu ke dapur dan menjelaskan permasalahannya. Bahasanya kadang diselingi bahasa Inggris untuk istilah-istilah yang agak asing baginya. Sambil mendengarkan penjelasan Megan, si tukang ledeng itu, pria berusia 30 an, tidak bisa menahan kekagumannya terhadap kecantikan gadis bule itu, matanya sesekali mencuri-curi pandang ke belahan dadanya. Setelah jelas permasalahannya si tukang ledeng mulai membuka kotak peralatannya dan bekerja, sementara Megan kembali ke sofa menonton TV. Setelah menghabiskan roti dan kopinya, Megan bangkit dari sofa hendak ke kamar sebentar melihat Imron, sekalian memberitahunya agar jangan keluar kamar dulu sampai si tukang ledeng pulang.
“Hai, good morning Pak, enak tidurnya ?” sapa Megan melihat Imron yang sudah membuka mata tapi masih berbaring di ranjang, ia membuka tirai jendela hingga sinar matahari masuk ke kamar.
“Morning juga Non, eh ada siapa tuh diluar kok saya dengar Non lagi bicara sama orang ?” tanyanya.
“Itu…eeemm..yang perbaiki kran ledeng” jawab Megan “and anda sebaiknya jangan keluar dulu yah, tunggu orang itu pulang dulu, ok ?”
“O ya? Kenapa emangnya Non ?” Imron menyeringai mesum sambil menyingkap kimono Megan yang duduk di pinggir ranjang dan membelai pahanya.
“Ohh…please, jangan nakal dulu” Megan mengangkat tangan Imron untuk menyingkirkannya. “nanti dia liat, tidak enak !”
Tiba-tiba Imron menangkap pergelangan tangan gadis itu dan tangan satunya mengangkap pinggangnya lalu menariknya ke pelukannya.
“Ehh…what…aa…apa-apaan ini, let me out !” Megan tersentak, dia meronta dan mendorong Imron yang telah berguling menindih tubuhnya, tapi tentu saja tenaganya kalah dari pria itu, “stop it now! ada orang diluar sana !”
“Nggak apa-apa Non, saya hanya mau bantu fantasi Non jadi nyata” kata Imron sambil mengangkat kedua lengan Megan ke atas dan mengunci kedua pergelangannya dengan telapak tangannya yang lebar. “kan Non bilang mau tau rasanya dikeroyok hehehe !”
“Jangan…saya gak mau…mmmhh !” Imron membungkam protes Megan dengan ciumannya.
Tangan Imron yang satunya merayap ke bawah, menyingkap kimono itu dan menyentuh vaginanya. Birahi Megan pun terpicu di tengah rasa kuatir si tukang ledeng akan datang memergokinya. Jantungnya berdebar dengan kencang seiring nafasnya yang mulai memburu. Imron terus melumat bibir Megan sambil jari-jarinya mengorek-ngorek vaginanya yang makin becek itu. Imron pun melepaskan kunciannya setelah merasakan Megan tidak meronta lagi. Tangan yang tadi mengunci pergelangan itu berpindah ke dada menyusup masuk lewat lehernya dan menyentuh gumpalan kenyal yang tak ber-BH. Sekali tarik terlepaslah simpul tali pinggangnya dan Imron langsung menyingkap kimono itu.
“Eengghh…stop it Pak, orang itu bisa melihat kita !” sergahnya sambil mendorong-dorong kepala Imron yang sedang mengenyoti payudaranya.
Bukannya melepaskan Imron malah mempergencar serangannya, klitoris gadis itu digesek-gesekkannya pada jarinya sehingga desahan pun keluar dari mulutnya tanpa dapat tertahan. Ketika sedang dalam buaian nafsu itu, tiba-tiba Megan mendengar langkah mendekat di luar sana. Megan pun makin panik, dia mendorong Imron agar terlepas tapi pria itu sangat kuat dan bernafsu menggerayanginya, selain itu Megan juga tidak sepenuh hati melawan karena naluri seksnya menginginkan Imron terus merangsangnya. Seperti yang telah diduga, si tukang ledeng itu muncul di depan pintu, dia terbengong melihat adegan panas di atas ranjang itu. Mata Megan terbelakak dan wajahnya bersemu merah melihat kedatangan pria itu. Imron yang juga sadar akan kehadiran orang itu menengokkan wajah ke arah pintu namun dia segera kembali mengenyot payudara gadis itu seolah tidak ada yang mengganggunya. Si tukang ledeng tersenyum dan melangkah masuk perlahan-lahan.
“Wo-wo-wow asyik yah, saya boleh ikutan ga ?” tanyanya cengengesan.
Megan malu setengah mati melihat pria itu berdiri di sebelah ranjangnya, matanya menatap nanar dirinya yang sedang digauli Imron, seorang gadis bule yang masih muda dan cantik dinikmati seorang pria pribumi Indonesia seusia ayahnya yang tampangnya juga jauh dari ganteng. Ia teringat dulu pernah kepergok ayah mantan pacarnya ketika sedang frech kiss, rasanya malu sekali waktu itu sampai agak salah tingkah ketika hendak pamit pulang, apalagi dipergoki dalam keadaan lebih hot seperti sekarang ini. Namun disamping itu dia juga merasakan rasa nikmat membayangkan dua orang akan memuaskan tubuhnya.
Lahir dan besar di negara yang liberal, Megan tidak asing dengan perilaku seks yang tidak konvensional mulai dari yang soft seperti threesome dan swinger hingga yang ekstrim seperti BDSM, gangbang, dan sex party. Namun dia sendiri hanya sekedar tahu saja dan tidak berani mencoba ke arah sana apalagi keluarganya termasuk religius, sehingga selama ini kehidupan seksnya selama ini berlangsung secara konvensional saja. Dalam kondisi sedang high seperti sekarang ini, Megan tidak kuasa untuk menolak, penolakan yang keluar dari bibirnya pun tidak sepenuh hati sehingga malah membuat kedua pria itu makin bernafsu.
“Dari pertama dateng tadi gua udah kesengsem sama si Non ini, ga nyangka bisa dapet kesempatan kaya gini” kata si tukang ledeng sambil memegang payudara Megan dengan tangan bergetar tidak percaya apa yang didapatnya.
Payudara yang hangat, kenyal dan berkulit halus, sungguh ini bukan mimpi, seumur hidupnya dia tidak bermimpi bisa menikmati gadis bule apalagi yang selevel Megan. Tukang ledeng itu menunduk dan melumat payudara gadis Amerika itu dengan mulutnya. Mata Megan terpejam merasakan jilatan dan emutan pada kedua payudaranya dan tangan-tangan kasar yang menggerayangi tubuhnya. Baru kali ini Megan merasakan buaian pada banyak titik sensitif di tubuhnya dalam waktu bersamaan sehingga desahan nikmat pun keluar dari mulutnya dan tubuhnya menggeliat-geliat nikmat. Walau ada perasaan risih, dirinya tak kuasa untuk menolaknya. Tukang ledeng itu melepaskan diri sebentar untuk membuka pakaiannya dengan terburu-buru saking nafsunya. Megan terhenyak melihat penis si tukang ledeng yang telah mengacung tegak, panjangnya kira-kira sama seperti milik Imron, tapi diameternya agak lebih kecil dan urat-uratnya tidak terlalu menonjol seperti Imron.
Kini pria itu ikut naik ke ranjang, tangannya mulai menjamahi setiap lekuk tubuh Megan yang indah. Ia meraih tangan Megan dan meletakkannya pada penisnya, segera dia mendesah nikmat karena penisnya dikocok perlahan oleh jari-jari lentik itu. Tukang ledeng itu menopang punggung Megan dengan satu tangannya sehingga posisi gadis itu terduduk di ranjang dan tangan satunya terus menggerayangi tubuhnya sambil berciuman. Megan mendesah tertahan di sela percumbuannya karena jari-jari Imron makin liar keluar masuk di vaginanya. Pada payudara kanannya ia merasakan hisapan dan jilatan sedangkan yang kiri ia merasakan putingnya dipilin-pilin, kedua bagian sensitif itu pun makin menegang karenanya. Libido yang semakin tinggi menyebabkan gadis itu semakin bergairah bercumbu dengan si tukang ledeng. Lidah mereka saling menjilat dan membelit, ludah mereka belepotan pada daerah bibir masing-masing.
“Psst…hei !” si tukang ledeng melepaskan ciumannya dan menoleh sebentar pada Imron yang memanggilnya. “sini, mau ga jilatin sini ?” Imron menunjuk ke vagina Megan.
Si tukang ledeng mengiyakannya dengan kegirangan, dia membaringkan kembali tubuh Megan dan bertukar tempat dengan Imron.
“Gimana Non, seru kan ?” bisiknya sambil membelai rambut gadis itu.
“It’s crazy, gila, but…feel good…mmhhhh !” jawabnya sambil mendesah karena saat itu lidah si tukang ledeng telah menyapu bibir vaginanya.
Tukang ledeng itu dengan rakus melumat vagina Megan yang bulunya dicukur trim itu, disedot-sedotnya daerah itu, lidahnya masuk ke liang kemaluannya menyapu dinding dalamnya. Tubuh Megan seperti kesetrum ketika lidah itu menyentuh daging kecil merah yang sensitif. Tubuhnya semakin terbakar oleh api birahi.
Imron berlutut di samping kepalanya menginginkan penisnya dioral. Sebelum ia sempat menyodorkan senjatanya, Megan sudah meraih batang itu dan mendekatkan wajahnya serta langsung memasukkannya ke mulut.
“Uuhhh…enak, iyah Non terus gitu !” desah Imron merasakan penisnya diemut dan dihisap oleh gadis itu.
Megan yang semakin terangsang melebarkan kakinya agar si tukang ledeng dapat makin leluasa melumat vaginanya. Tiga menit kemudian, Megan merasakan desakan pada vaginanya. Dia menggerakkan bola matanya untuk melihat ke sana, ternyata si tukang ledeng sudah tidak menjilati vaginanya, dia tengah mendorong-dorongkan penisnya untuk memasuki vagina itu.
“Aahh…slowly, jangan kasar !” pinta Megan padanya karena tukang ledeng itu terlalu bernafsu melakukan penetrasinya.
Pria itu cukup pengertian, dia mengurangi kekasarannya, dengan tarik-dorong beberapa kali akhirnya dia berhasil menancapkan penisnya pada vagina bule itu.Setelah beradaptasi dan merasakan nikmatnya jepitannya mulailah ia memompa gadis itu.
“Aahh…oohh…mmmm…mmm !” Megan kembali memasukkan penis Imron ke dalam mulutnya dan meneruskan hisapan-hisapannya.
Tukang ledeng itu menggenjot Megan dengan kecepatan makin naik, kedua betis gadis itu disangkutkannya pada kedua bahunya. Megan juga ikut menggerakkan pinggulnya mengimbangi permainan pria itu.
Kuluman dan jilatan Megan yang sensasional membuat Imron tidak bisa menahan ejakulasinya.
“Oohhh !” Imron mendesah dan menjambak rambut pirang Megan dengan gemas.
Megan merasakan cairan kental hangat mengisi mulutnya yang langsung ditelannya, dia memperagakan teknik menghisapnya yang profesional sehingga memanjakan pemilik penis tersebut. Ketika penis itu dicabut dari mulutnya, benda itu sudah bersih, demikian juga mulut Megan, tidak ada sedikitpun sperma yang meleleh di pinggir bibirnya, mungkin juga karena sperma yang tercurah tidak begitu banyak karena kemarin sudah bermain habis-habisan. Setelah itu Imron terkapar di sebelah Megan yang masih bergumul dengan si tukang ledeng. Tukang ledeng itu semakin bernafsu menggenjoti Megan setelah melihat pemandangan yang sangat sensual barusan ketika gadis itu sedang menyedoti penis Imron yang sedang orgasme, belum lagi buah dadanya yang berguncang-guncang.
“Yes…yes…aaahhh…uuhh…oh that’s nice !” desah Megan menggelinjang nikmat, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Megan merasakan sudah di ambang orgasme, ia memutar-mutar pinggulnya menambah sensasi nikmat, hingga akhirnya ia tak sanggup lagi menahannya, tubuhnya mengejang dan menekuk ke atas dan mulutnya mengerang panjang. Si tukang ledeng menyusul semenit kemudian dengan menekan dalam-dalam penisnya dan menyemburkan spermanya di dalam sana, wajahnya mengekspresikan kenikmatan yang luar biasa dari orgasme pertamanya bersama sang dara Amerika itu.
Pria berkumis itu ambruk di atas tubuh Megan, sesekali bibirnya menciumi pipi dan bibir gadis itu. Dia ingin merasakan sebanyak mungkin kehangatan tubuh gadis bule ini yang belum tentu bisa dirasakannya kemudian hari. Ketika tubuh itu terkapar lemas setelah mereguk orgasme.
“This is madness, but it felt so great I can’t resist it !” Megan berkata dalam hati, ia tidak akan pernah melupakan seks terliar yang pernah dilakukannya hari itu.
“Asyik banget Non, Non sama bapak ini apa sih hubungannya ?” tanyanya dengan pandangan berpindah-pindah antara Imron dan Megan, tentu dia bingung bagaimana mungkin orang seusia dan tampangnya seperti Imron bisa menikmati gadis secantik yang ditindihnya itu.
“Kita cuma teman” jawab Megan tersenyum “that’s right Pak Imron ?” sambil menoleh ke arah penjaga kampus itu.
“Iyah, temen aja kok” jawab Imron “kenapa mas ? kaget yah ?”
Mereka ngobrol-ngobrol sebentar sambil memulihkan tenaga. Si tukang ledeng itu memperkenalkan diri, dia bernama Parjo, wajahnya panjang seperti kuda dengan kumis tipis di atas bibirnya. Tak henti-hentinya ia memuji Megan sebagai gadis paling cantik yang pernah disetubuhinya sampai membuatnya tersipu-sipu mendengarnya. Tak lama kemudian penis Parjo yang masih menancap di vagina Megan mulai mengeras lagi.
“Lagi yuk Non, udah sange lagi nih saya, abis Non caem banget sih, apa tuh bahasa Inggrisnya…biuti (beauty) hehehe!” katanya sambil mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
Kali ini Megan meminta dirinya di atas, mereka pun berguling ke sebelah sehingga Megan kini bisa menegakkan tubuhnya. Dia melepas kimono yang masih menempel di tubuhnya itu hingga telanjang bulat. Bagian punggung kimono sutra itu telah basah kuyup oleh keringat hasil pergumulan barusan.
Baru naik-turun sekitar tiga genjotan, Imron mendekati Megan dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“Saya…saya belum pernah” ucap Megan dengan nafas terengah, “sepertinya sakit”
“Nggak juga kok Non, awalnya aja sakit, nanti juga enak apalagi kalo dua kontol sekaligus gini” kata Imron meyakinkannya.
“But please…pelan-pelan” Megan yang birahinya mulai panas itu mengiyakan saja ajakan Imron untuk main belakang.
Imron segera mengambil posisi di belakangnya, pantat gadis itu diangkatnya sedikit, ia meludahi pantatnya, lalu mulailah ia memasuki lubang belakang itu perlahan-lahan.
“Tahan dikit yah Non” kata Imron.
Megan merintih-rintih merasakan perih pada daerah itu karena baru pertama kali melakukannya lewat situ, tangannya mencengkram erat lengan Parjo dan sprei di bawahnya. Si Parjo yang di bawah asyik saja menggerayangi payudara Megan yang menggelantung di dekat wajahnya sambil menunggu proses penetrasi, dia menciumi kedua daging kenyal itu dan mempermainkan putingnya.
“Aaakkhh…it’s hurt, sakit…oohh…pelan-pelan Pak !” Megan merintih sampai air matanya keluar, tubuhnya serasa dikoyak-koyak.
“Dikit lagi nih Non, sabar yah…ahh…ahhhh !” Imron juga mengerang sambil mendorong penis itu lebih dalam lagi, Imron sendiri merasakan penisnya seperti dikuliti karena sempitnya lubang itu.
Imron mendiamkan dulu penisnya di dalam dubur Megan sambil mengurut-urut pantatnya memberi rasa nyaman sekaligus membiarkannya beradaptasi.
Setelah beberapa saat Imron mulai menghujamkan penisnya perlahan, Megan merintih karena sakit yang juga bercampur nikmat.
“Udah siap nih Pak Imron ?” tanya Parjo dari bawah sana.
:Imron tak menjawab, ia terus menggoyangkan pinggulnya sehingga Parjo juga mulai menggoyangkan pinggulnya dari bawah. Genjotan tubuh mereka semakin lancar, Megan mulai merasakan nikmatnya disetubuhi dari belakang terlebih dengan penetrasi ganda seperti ini yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kenikmatan luar biasa melingkupi tubuh gadis itu, ia memasrahkan tubuhnya diperlakukan semaunya oleh kedua pria itu. Megan nampak seperti sandwitch dalam dekapan mereka, kontras sekali tubuhnya yang putih mulus dengan rambut keemasan itu diantara tubuh-tubuh hitam kasar. Imron tidak bisa bertahan lama dengan lubang belakang Megan yang baru saja diperawaninya itu. Pria itu menggeram nikmat sambil membenamkan penisnya dalam-dalam. Megan merasakan cairan hangat memenuhi lubang belakangnya. Ketika penis Imron tercabut, ia merasa sedikit lega dari kesesakan akibat dua lubangnya dijejali penis, masih terasa sperma pria itu meleleh di pantatnya. Dia atas tubuh Parjo, Megan memacu tubuhnya dengan liar seperti seorang cowgirl di arena rodeo, keduanya mendesah-desah kenikmatan. Tangan Parjo tidak bisa tidak menggerayangi payudara Megan yang bergoyang-goyang naik turun seirama badannya yang menggemaskan itu.
Tiga menit kemudian mereka berganti posisi. Parjo mengangkat tubuhnya sehingga terduduk di ranjang, kemudian barulah melanjutkan genjotannya sambil berpelukan dengan gadis bule itu. Dengan gaya duduk berpelukan begitu Parjo dapat membenamkan wajahnya di dada gadis itu merasakan empuknya payudara montok itu, dengan istrinya yang kerempeng dan berdada seperti kue serabi dia tidak bisa merasakan yang seperti ini. Mulut si tukang ledeng itu berpindah-pindah, kadang mengenyoti payudara gadis itu, kadang melumat bibirnya.
“Ooh…yeahh…aah…I’m coming…I…I…ahhh !!” jerit Megan tak lama kemudian.
Tubuhnya mengejang dengan mata membeliak-beliak, tangan dan kakinya makin erat memeluk tubuh pria itu. Gerak tubuhnya yang naik turun itu pun semakin liar, dada mereka saling bergesekan, nikmat sekali rasanya. Tubuh Megan pun melemas kembali setelah mencapai orgasmenya, namun Parjo masih terus menekan-nekan tubuhnya. Baru setelah dua menit ia mengerang sepertinya sudah mau orgasme juga, dibaringkanya tubuh gadis itu dan mencabut penisnya. Dia bermaksud ejakulasi di mulut gadis itu, namun belum juga sempat memasukkan ke mulutnya spermanya sudah berhamburan membasahi dada, leher, dan wajahnya. Buru-buru Megan meraih penis yang masih memancarkan isinya itu dan memasukkan ke mulutnya, penis itu menyusut dalam mulutnya dan semburan ‘lahar’nya semakin lemah hingga akhirnya berhenti. Parjo terkulai lemas di sebelahnya setelah penisnya dibersihkan. Megan yang meskipun masih lelah menggosok-gosokkan ceceran sperma di dadanya dengan jari, dia menoleh dan tersenyum kecil ke arah Imron yang duduk di atas kursi riasnya sambil merokok.
Mereka akhirnya mandi bersama agak berdesakan di dalam box shower di kamar mandi. Dalam kesempatan itu, Parjo yang nafsunya naik lagi menagih jatah sekali lagi. Megan berdiri bersandar pada tubuh Imron yang mendekapnya dari belakang sementara Parjo menggenjotnya dari depan sambil menopang paha kirinya. Imron yang sudah merasa cukup sejak kemarin hanya pegang-pegangan dan menyabuninya saja. Segar sekali rasanya mandi setelah bercinta setengah hari penuh sejak tengah hari kemarin. Imron dan Parjo pamit pulang setelah menjelaskan masalah kran di dapur yang ternyata ada pipa yang harus diganti. Dia berjanji besok akan datang lagi membawa pipa baru.
“Non mau ngapain nih abis ini ?” tanya Imron sebelum pulang.
“Yah, saya rasa saya mau istirahat panjang hari ini, soalnya capek sekali” jawabnya.
Sejak itu Megan makin hanyut dalam petulangan seks yang liar dengan Imron, bahkan dia pernah mengajak Julia, sepupunya yang sedang berwisata ke Indonesia dan mengunjunginya terlibat threesome. Hubungan itu berlangsung selama kurang lebih dua bulan ke depan menjelang habisnya masa studi Megan di Indonesia. Dia pun kini harus pamitan pada teman-temannya dan tidak lupa dengan Imron ketika hendak pulang ke negeri asalnya. Barang-barang yang tidak dibawa pulang dibagi-bagikannya pada teman-temannya dan kepada Imron, Megan memberikan sepeda yang telah menemaninya selama setahun itu yang juga pernah ditambal oleh Imron yang menjadi awal hubungan gelap mereka.
###
Sehari sebelum pergi Imron memberikan sebuah amplop pada Megan. Itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena Megan berangkat ke bandara besoknya jam sebelas ketika Imron masih bekerja.
“Jangan dibuka dulu yah Non sebelum sampai ke Amerika” pesannya yang dibalas gadis itu dengan anggukan dan senyum.
Di rumahnya di Amerika ketika membongkar barang-barang bawaannya, ia menemukan surat dari Imron yang langsung dibukanya untuk dibaca. Wajahnya masih senyum-senyum ketika membaca beberapa kalimat pertama, namun senyuman itu mulai hilang ketika membacanya lebih jauh surat itu yang berisi,
“Buat Non Megan:
Terima kasih banyak buat sepedanya yah, Non. Bikin saya lebih gampang kalau mau kemana-mana. Lumayan juga, sepeda mahal kayak gini gak bakal bisa kebeli kalau pakai gaji saya yang sekarang. Kalau lihat sepeda ini pasti jadi keinget sama Non Megan yang cantik, toh pertama kali bisa deket sama Non Megan juga gara-gara sepeda ini. Duh, ngapain juga dulu saya tusuk bannya ya? Kalau tahu ini sepeda bakal dikasih ke saya, pasti dulu gak saya tusuk, sayang banget, ha ha ha. Saya mau minta maaf, Non. Dulu sayalah yang nusuk ban sepeda Non Megan sampe bocor, habis, gimana lagi bisa bikin Non Megan lewat jalan sepi itu sendirian? Ntar temen saya gak bisa ngerampok Non Megan kan? Ha ha ha! Iya, Non. Perampok yang dulu menyerang Non Megan itu temen saya juga, namanya Maman, dia kirim salam, katanya sayang sekali dia belum sempat mencicipi memek Non yang harum itu. Kapan lagi sih Non ke Indo? Siapa tau dia bisa saya ajak threesome sama Non, dia belum pernah ngerasain ‘hamburger amrik’ lho, ha ha ha. Dia bilang sayang banget kalau Non Megan ditusuk pake pisau, mending juga ditusuk-tusuk pakai kontol, ha ha ha! Saya setuju banget tuh.
Gimana, Non? Pasti bingung kan? Ha ha ha, dasar bule goblok! Mau-mau aja dikibulin orang lokal. Sejak pertama ketemu Non Megan, yang saya mau cuma memeknya doang. Non pikir saya orang baik yang gemar menolong? Dasar bule bloon, cantik doang otaknya gak dipakai. Saya ini udah pengalaman nidurin mahasiswi kampus, Non, jangan dikira Non doang yang udah pengalaman! Semua jenis cewek udah saya cicipi, tapi baru kali ini saya bisa ngerasain lezatnya anak ayam import kayak Non Megan sama Non Julia, mungkin kayak gini yah yang namanya ayam goreng kentucky itu? Ha ha ha, lumayan juga, bisa nutup impian jadi bintang pilem porno bikinan Vivid, ha ha ha. Ya udah, cuci dulu itu memek sampe bersih ya, Non. Siapa tau besok kalau ada waktu pulang ke Indonesia bisa kencan sama saya lagi. Di balik surat ini ada foto-foto yang saya ambil waktu Non tidur, foto telanjang lah, mudah-mudahan gak keberatan, tapi foto-foto ini bakal saya sebar di kampus, pasti banyak dosen pembimbing Non Megan yang tertarik sama foto bugil ini, ha ha ha. Jangan heran kalau besok pulang ke sini banyak orang yang nawar Non untuk dikerjain semalam.
Gak tau kenapa, tapi kalau lagi naik sepeda, yang keinget malah waktu nunggangin Non Megan, ha ha ha! Dasar cewek bule bloon, gampang banget sih diajak ngeseks! Saran saya yah, Non gak usah nerusin kuliah lagi deh kan buang-buang duit mahal, lebih baik Non ngelamar jadi artis porno aja, saya yakin bakal sukses deh, hahaha. Oh iya, titip salam saya juga buat Non Julia yah, bilang saya kangen banget sama memeknya yang legit dan dadanya yang montok. Ok deh sampe segini dulu surat dari saya, bitch”
Megan tidak percaya menatap isi surat yang jelas-jelas menghinanya itu, tidak saja ia sudah diperdayai oleh penjaga kampus berwajah buruk yang dengan licik telah berhasil merebut perhatian dan menidurinya, tapi si busuk itu juga berniat membagi-bagikan foto telanjangnya ke kampus! Bagaimana nanti kalau sampai teman-temannya mendapatkan foto itu? Atau dosennya? Atau siapapun? Entah mau ditaruh di mana nanti wajah Megan, seluruh reputasinya bisa hancur. Dia sama sekali tidak pernah menduga orang baik yang telah dia percaya untuk menjadi partnernya di ranjang selama di Indonesia ternyata hanyalah seorang lelaki busuk telah menjebaknya dengan licik. Gadis cantik itu ambruk ke lantai dengan lemas, surat dan foto dari Imron disobek-sobeknya dengan gemas, airmatanya meleleh. Selamanya dia tidak akan pernah menginjakkan kaki ke Indonesia lagi.
Wahai, sekuntum bunga yang cantik
Yang dihancurkan oleh lebah perusak
Benar-benar sebuah kesalahan besar
Mengikuti tiupan angin timur.