10. Diary Seorang Remaja
Liburan Bersama Veti 1
Kalian tentu masih ingat dengan Veti, kekasih dari Reza temanku yang pernah kuperawani dikamar kekasihnya sendiri saat Reza sedang keluar. Sekitar 1 minggu setelah aku bercinta dengan Amanda di hotel untuk pertama kalinya, Veti dan aku pergi keluar kota bersama pada akhir pekan. Mulanya dia menolak tetapi setelah mendengar ancamanku kalau Reza akan tahu mengenai kondisi yang sebenarnya, akhirnya gadis ini menyerah juga. Kami sebenarnya pergi berombongan dengan teman-teman dari kampusku yang kebetulan mengadakan study tour ke wilayah danau Sarangan di lereng Gunung Lawu. Dengan 3 mini bus akhirnya rombongan diberangkatkan setelah menunda waktu hingga 1 jam karena supirnya sakit dan penggantinya belum datang.
Dalam rencana wisata bersama kali ini (aku sebut wisata karena tidak memnuhi kriteria untuk disebut study tour, karena memang tak ada yang bisa dipelajari) panitia memberikan dua jadwal khusus, pertama out bond di danau Sarangan dan jalan-jalan lintas alam dilereng gunung lawu walaupun tidak sampai mendakinya.
Sekitar jam 2 siang, rombongan tiba di sebuah villa yang letaknya tidak jauh dari danau. Villa tersebut dibagi menjadi 4 bangunan kecil dan satu bangunan besar yang dibagian depannya digunakan sebagai ruang pertemuan atau pertunjukan karena luas dan lapang. Sementara 4 bangunan kecil lainnya berupa rumah kecil dengan 3 kamar tidur, sedangkan kamar mandi berada diluar yang hanya terdapat 6 kamar mandi untuk pria dan wanita tanpa pemisah.
Ditempat itu juga terdapat jajaran warung yang kebanyakan tutup karena mungkin bukan musim liburan sehingga mereka malas untuk membuka warungnya. Dibagian samping dari area villa kami terdapat beberapa villa lain dan beberapa pula rumah penduduk. Namun yang membuatku heran bahwa ada beberapa rumah yang berbentuk seperti kost-kostan dengan banyak kamar kecil. Setelah aku bertanya kepada pengurus villa ternyata itu adalah penginapan yang biasa digunakan pasangan muda-mudi (biasanya anak SMU atau SMP yang bolos) untuk bercinta atau istilah kerennya quickie.
Karena sekali lagi kami ini semua mahasiswa maka soal pembagian kamar juga tidak sekaku saat study tour waktu SMU yang ditemani guru sebagai pengawas. Alhasil aku berhasil sekamar dengan Veti dan satu cewek lagi yang bernama Lena Asmiwarti seorang mahasiswi yang kurang dapat bergaul karena sifatnya yang tertutup. Mungkin akibat ulah kakaknya yang sering buat ulah di kampus sehingga sempat tertangkap polisi karena membawa sabu-sabu dan putau didalam lingkungan kampus, terang-terangan pula. Nama Lena sebisa mungkin dihindari oleh teman-teman sefakultasnya karena mereka sudah eneg duluan melihat tingkah laku kedua kakaknya. Kakaknya yang lain juga masuk penjara karena ketahuan menjadi bandar judi disebuah komplek pertokoan kalau malam dan dikeluarkan dari kampus yang sama dengan kampus dimana aku berada.
Sore itu, kami serombongan jalan-jalan di pinggir danau, walau ada beberapa yang menyewa perahu untuk mengelilingi danau, biasanya mereka pasangan kekasih atau yang sedang PDKT (Pendekatan red.).
Veti dan aku sendiri memilih duduk-duduk sambil makan sate kelinci dipinggir danau tepat didepan hotel bertingka, kalau tidak salah bernama Hotel Merah (nama yang aneh).
Sepertinya sikap Veti kepadaku sudah mulai melunak, terlihat dari caranya berbicara dan dia tidak menolak lagi ketika saat kami sendirian brdua, aku memintanya untuk bercinta denganku. Setidaknya sudah lebih dari 20 kali kami bercinta selama ini, sedangkan dengan Reza pacarnya dia malah belum pernah sama sekali. Betapa beruntungnya diriku ini.
“Malam nanti kamu tidur dibawah saja yah jangan diatas jadi ntar pas turun dari tempat tidur bisa pindah ke tempat tidurku.” Kataku pada Veti. Memang dikamar kami terdapat dua tempat tidur, satu bertingkat sedangkan satu tidak.
Dia hanya mencibirku lalu memakan satenya lagi, “Memang kamu mau ngapain lagi? Disana ada Lena. Jangan macam-macam!” sahutnya kepadaku.
Aku cengar-cengir dan mengatakan kalau si Lena itu tidak mungkin peduli dengan keadaan sekitarnya, toh semenjak sekamar dengan kami dia tidak pernah berucap sekatapun pada kami.
Malam akhirnya datang juga dan rencanaku mulai berjalan. Dengan mengendap-endap aku membangunkan Veti yang sedang tertidur lalu menyuruhnya pindah ketempat tidurku. Walaupun dengan malas akhirnya dia mau juga. Begitu dia sampai, tanpa diaba-aba lagi aku segera menciumi bibirnya dan melucuti baju tidurnya dalam kegelapan kamar malam itu. Akhirnya dalam beberapa detik saja Veti sudah bugil didepanku begitupun denganku.
Bibir kami berpagutan lagi setelah Veti benar-benar bangun dari tidurnya dan tak perlu lama-lama, vagina gadis ini segera basah karena cairan cintanya yang keluar tak terbendung lagi. Remasan dan lumatan yang aku lakukan pada kedua payudaranya membuat Veti menggelinjang tak karuan bahkan sempat aku ingatkan untuk tidak keras-keras mendesahnya agar tidak membangunkan teman-teman yang lain.
“Ehmmm…erghh…” Desah Veti tak karuan sembari berusaha menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara desahan lagi. Namun gagal juga apalagi saat batang kejantananku mulai merasuki liang senggama gadis ini. Veti menggelinjang kekiri dan kekanan tak karuan sembari terus mendesah,
“Arhhh..akhh…Adi…terus..” katanya disela desahannya.
Memang akhir-akhir ini Veti sudah mulai berani melakukan gerakan aktif ketika bercinta denganku, mungkin karena dia sudah tidak lagi peduli dengan kesucian cintanya kepada Reza ataupun komitmen yang mereka bangun.
Selang beberapa menit kemudian Veti mengerang agak keras dan memelukku erat-erat, dia mencapai orgasmenya setelah liang vaginanya dipompa oleh penisku tanpa henti beberapa menit terakhir ini. “Akhh….aku klimaks Di…Ekhhh…ahhh..” Erangannya ketika orgasme melanda tubuh gadis ini.
Dengan posisi masih menindih Veti, aku melanjutkan lagi pompaanku sehingga membuat kasur tempat kami bercinta menjadi basah karena lelehan lahar cinta yang luar dari vagina Veti mengalir keluar dan membasahi kasur juga sprei. Belum cukup dengan itu aku langsung mempercepat gerakan sodokan penisku dan beberapa saat kemudia aku mencabut batang kemaluanku itu dari vagina Veti hingga sempat bergesekan cepat dengan klitorisnya yang membuat Veti menggelinjang hebat. Lalu keluarlah cairan putih kental menyemprot dari ujung kemaluanku membasahi perut dan dada Veti.
“Kamu semakin hot saja Vet.” Kataku sambil membelai rambut Veti yag tiduran disampingku setelah aku mencapai orgasmeku. “Memangnya kamu bandingin dengan sapa aja?” sahutnya padaku dan hanya aku jawab asal. Ketika aku akan memalingkan wajahku, tiba-tiba sekilas aku melihat ada gerakan aneh pada bagian atas tempat tidur tingkat dimana Lena tidur. “Apakah dia tahu dengan kejadian ini?” Pikirku dalam hati.
Pagi datang menjelang dan hari kedua di Sarangan di gunakan sebagai acara out bond yang disponsori oleh sebuah produk rokok. Peserta out bod tersebut semuanya adalah mahasiswa dan ada 3 universitas yang ikut dalam acara ini sedangkan universitas tempatku belajar mengirimkan peserta paling banyak yaitu sebanyak 30 orang. Acara dimulai dengan jalan-jalan di sepanjang lereng Gunung Lawu hingga ke daerah pendakian lalu dilanjutkan dengan lomba perahu dayung sampai dengan penjelajahan didalam hutan di kawasan wisata itu. Banyak sekali kera yang bermunculan setelah kami datang. Umumnya kera tersebut menunggu turis memberikan mereka makanan seperti biasanya.
Tiba-tiba aku mendengar suara berteriak cukup keras, suara seorang gadis pikirku dalam hati. Itu adalah suara Lena yang tas kecilnya yang berisi tustel (kamera foto) terambil oleh kera kecil yang nakal dan langsung lari kearah pepohonan. Tak ada yang merespon teriakan itu, sepertinya mereka enggan menolong mengejar kera tersebut. Entah dorongan apa yang mendorongku untuk mengejarnya, mungkin karena aku sudah terbiasa bersikap reaktif jadi kadang pikiran tertinggal dibelakang sementara tubuh sudah beraksi duluan.
Setelah sekian lama aku mengejar akhirnya aku berhasil mendapatkan tas tersebut yang dijatuhkan oleh monyet sialan itu direrumputan becek. Kotor tapi tidak rusak, hanya saja tas mungil itu sedikit tergores. Satu hal yang selalu aku sesali adalah tidak pernah memperhatikan sekeliligku kalau sedang panik.
Akibatnya sekarang aku tersesat cukup jauh, apalagi tanpa kompas, peta maupun jejak yang tertinggal. Apalagi ini adalah dataran tinggi yang notabene berkabut yang membuat pandanganku menjadi lamur ditambah lagi kenyataan bahwa aku yang agak buta arah ini belum pernah menginjakkan kakiku sebelumnya diwilayah ini. Sempurna, pikirku dalam hati. Mungkin sebaiknya aku tidak mengejar monyet gila ini, umpatku dalam hati.
“Akhhh…” Terdengar suara seorang gadis tak jauh dari tempat aku berdiri. Sontak aku kaget dan mencari darimana suara itu berasal. Ternyata itu adalah Lena yang ternyata ikut mengejar monyet sial tersebut. “Di. Ketemu?” Tanyanya setelah melihatku dan tanpa jawaban aku hanya mengangkat tas kecilnya dan diapun tersenyum tak lupa berterima kasih padaku. Ironisnya, dia juga sudah lupa jalan saat dia lari mengejar tasnya tadi. Sehingga bisa ditebak kalau kami berdua akhirnya tersesat bersama.
Sekitar 1 jam kami berputar-putar akhirnya karena kecapekan akibat lari-lari plus kegiatan sebelumnya kami memutuskan untuk istirahat sebentar. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan saat itu suasana terasa makin dingin saja apalagi disertai gerimis kecil. “Aduh. Maaf yah, gara-gara aku kamu jadi nyasar bareng ma aku.” Lena memulai percakapan.
“Ah, ini dah insting gua, kalau ada yang lari yah aku kejar. Kebetulan saja monyetnya lari. Gak usah terlalu dipikirkan. Gua aja nggak mikir kok.” Kataku asal dan membuat Lena tertawa. Ternyata cewek satu ini nggak jelek-jelek amat. Wajahnya putih manis namun orang sering tak memperhatikan mukanya karena sebagian mukanya ditutup dengan rambut panjangnya sehingga membuat mukanya kurang jelas, dan belum lagi dia tidak pernah memakai make up apapun sehingga dalam berbagai keadaan mukanya terlihat kalah menonjol dibandingkan teman-temannya yang lain. Ternyata tidak ada yang mutlak didunia ini, buktinya Lena ternyata juga nggak seperti yang dibayangkan orang banyak selama ini.
Gadis ini sering menatapku dalam dan setiap kali pandangan kami beradu, dia langsung cepat-cepat menghindar dan menengok kearah lain. Lama-lama aku juga dibuat risih olehnya dan kuberanikan diri bertanya, “Ada apa sih? Kok dari tadi memandangiku gitu? Ada yang aneh dimukaku yah?” tanyaku padanya dan dia hanya menggeleng pelan. Aku tak puas dengan jawaban gelengan itu kembali bertanya, “Terus…?”
Lena kembali menatap mataku dan berkata, “Aku tau tadi malam kamu sama Veti bercinta khan?” katanya dan perkataan tersebut bagaikan petir menyambar kepalaku. Ternyata Lena sadar kalau aku dengan Veti bercinta saat dia sedang tidur. “Aku dah liat semua kok. Sebenernya waktu itu mau keluar ke kamar mandi tadi takut nanti kalian malu dan terganggu jadi aku pura-pura tidur aja.” Lanjutnya dan dapat dipastikan kalau Veti tahu mengenai hal ini maka dia bakalan ngamuk sekaligus panik. Aku meminta Lena untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada siapapun dan diluar dugaan dia juga berjanji untuk tidak mengatakannya karena baginya aku adalah pahlawannya hari ini.
Setelah istirahat beberapa menit, kami melanjutkan perjalanan dan dalam perjalanan tersebut sempat beberapa kali Lena nyaris jatuh karena tersandung akar pohon yang tertutup semak. Bahkan sempat pada suatu waktu saat dia akan jatuh dan aku menangkapnya, tak sengaja aku menyentuh buah dadanya yang tertutup jaket tipis. Aku jelas dapat melihat raut mukanya yang memerah karena malu. Hal ini tentu tak aku sia-siakan lagi.
Aku mendekatkan wajahku kewajahnya dan hal tersebut membuat Lena semakin salah tingkah. Saat dia akan mundur kedua lengannya aku dekap erat sehingga tak ada jalan lain baginya sekarang. “Di…” Lena tak sanggup melanjutkan kata-katanya karena pada detik berikutnya mulutnya tersumbat oleh mulutku. Kami berciuman dan matanya tertutup seolah ingin menutupi rasa malu dan risihnya padaku. Namun jebol juga pertahanan Lena, akhirnya dia membalas ciumanku walaupun seperti masih amatir. Dari gayanya membalas ciumanku dapat aku pastikan kalau Lena jarang berciuman, kurang berpengalaman atau bahkan tidak pernah berciuman sebelumnya.
Menit berikutnya jaket kami berdua lolos juga dan terjatuh di rerumputan basah. Kaus lengan panjangnya segera aku sibakkan keatas dan menyembullah payudara putihnya yang dibalut bra warna merah. Ternyata buah dadanya sangat besar, ukuran 36C kalau aku tidak salah. Luar biasa untuk ukuran gadis Indonesia yang masih remaja.
Aku sebenarnya heran mengapa seolah tak ada perlawanan dari Lena terhadap perlakuanku ini. Tapi aku tak ambil pusing dan segera aku lucuti bra nya. Detik berikutnya ciuman dan kuluman bibirku menghiasi kedua payudaranya yang segar menantang itu. “Akhhh…akhhh…” Desah Lena menikmati perlakuanku tersebut dan saat jilatan dan gigitan kecil silih berganti mendera payudaranya, Lena menjulurkan tangannya dan membuka resleting celana panjangku dan memelorotkannya sedikit kebawah bersama dengan celana dalamku.
“Wow! Ternyata Lena bisa horny juga.” Kataku dalam hati. Sembari mengocok penisku dia mendesah-desah tak karuan. Dengan posisi bersandar di bebatuan besar aku setengah menindihnya sementara kedua tanganku bergerilya melucuti pakaiannya yang lain sembari tetap mulutku menghajar kedua buah dadanya yang ranum itu. “Arghh..akhh…mmmm…akhhh” Lena seperti kesetanan saja, sekarang dia mengocok penisku maju mundur dengan cepat sembari tangannya yang satu dimasukkan kedalam mulutnya sendiri seolah sedang bercinta.
Dengan kondisi celana panjang, celana dalam dan bra yang sudah copot dan tinggal menggunakan kaus lengan panjang, Lena aku sandarkan lebih kebawah pada lempengan batu besar ditempat itu dan segera aku buka paha dalamnya sehingga terlihat selangkangan putih mulus milik dara ini. “Aku malu… jangan…” Rintihnya ketika penisku aku bimbing kebibir luar vagina miliknya.
Lena melenguh tak karuan ketika penisku aku gesek-gesekkan di bibir kemaluannya. Akhirnya dia mulai juga menggerakkan vaginanya menggesek-gesekkan penisku saat aku secara sengaja menghentikan gesekan. Ternyata sama saja dengan gadis-gadis lainnya yang ingin merasakan kenikmatan. Setelah beberapa menit fore play dengan gesekan penis di bibir vagina plus dengan remasan dan pilinan jemariku di puting payudara miliknya, vagina Lena akhirnya mulai basah kuyup dan bahkan sempat dia mengalami orgasmenya dengan diiringi dengan kontraksi ototnya mengejang dan kakinya langsung mengapit pahaku sementara kepalanya mendongak dengan mata terpejam. Persis dengan Ranti saat mengalami orgasmenya denganku.
Melihat cairan cinta sudah mulai mengalir keluar dari bibir vagina gadis ini, aku mengambil inisiatif untuk melesakkan batang kejantananku kedalam vagina miliknya. Lena kontan membuka matanya lagi dan mengerang ketika liang kemaluannya serasa diterobos oleh benda asing yang berukuran cukup besar. “Akhh…Di..” rintihnya ketika batang kemaluanku berhasil menerobos liang kemaluannya. Bulu-bulu kemaluannya yang lembut seolah menjadi saksi bagaimana proses penerobosan itu terjadi. Dan dalam satu hentakan keras akhirnya penisku terbenam seluruhnya. Gadis ini sudah tidak perawan lagi, pikirku dalam hati, tapi aku sudah tak peduli lagi. Lagipula aku bukan pacarnya maupun suaminya.
Lena mengambil nafas pelan-pelan ketika menyadari didalam vaginana telah bercokol penis berukuran cukup besar. Belum sempat dia berkata apapun, aku sudah memberikan sodokan-sodokan ringan liang senggama gadis ini diselingi dengan sesekali sodokan cepat dan keras yang membuat ujung penisku dapat menyentuh dinding rahim miliknya. “Akhhh…akhhh….ohhh…Di…jangan keras…keras…kontolmu khan gede…” Ucapnya ketika aku percepat pompaanku.
Aku hanya tersenyum saja mendengar racauan yang keluar dari bibir mungil Lena namun tak aku hiraukan dan segera aku percepat lagi goyanganku dengan berbagai variasi. Lena meracau tak karuan dan desahannya semakin keras saja. Seolah tak peduli lagi jika ada yang mendengar. Sayup-sayup suara burung hutan dan serangga hutam mulai terdengar mengiringi desahan kenikmatan yang dialami oleh Lena. Dia tak peduli lagi dengan sekitarnya, yang dia pedulikan adalah bagaimana memperoleh kepuasan dari tiap pompaanku yang mengobrak-abrik pertahanan vagina miliknya.
Aku dapat melihat jelas klitorisnya yang menonjol seolah ikut keluar masuk ketika batang kejantananku menggenjot vaginanya tanpa ampun. Bibir vaginanya terbelah diiringi dengan suara kecipak cairan bening yang keluar dari rongga kewanitaan gadis ini.
“Memek kamu seret juga Len. Nikmat.” Ucapku ketika Lena sudah mulai kehilangan tenaganya. Kedua tangannya tak lagi kaku mencengkeram bahuku dan kedua kakinya pun sudah lunglai. “Gua keluarin didalam yah?” pintaku namun dia diam saja. Tanpa peduli resiko apapun lagi aku mempercepat goyangan torpedoku itu sehingga dalam beberapa sodokan terakhir, aku dapat merasakan adanya cairan hangat memancar keluar dari ujung kemaluanku. Begitu penisku tercabut, terlihat lelehan cairan mani berwarna putih mengalir menetes dari dalam rongga kemaluan Lena.
“Makasih yah Len. Kamu benar-benar hebat dalam bercinta.” Kataku padanya lalu aku cium keningnya yang bermandikan keringat. Lena tak menjawab dan terpejam, sepertinya dia tadi sempat mengalami orgasme lagi karena tubuhnya seperti sudah letih sekali dibanding saat pertama orgasme.
Beruntung juga kami karena hanya beberapa menit berjalan sudah dapat menemukan jalan setapak. Walaupun harus berputar agak jauh namun kami berhasil kembali ke Villa.