Buku Harian Anita
Cerita ini dimulai saat aku dan pacarku yang bernama Frans berpisah tempat selama 3 bulan. Karena kami terbiasa dengan kemesraan maka sering sekali tebersit rasa kerinduan yang mendalam diantara kami. Sehingga saat kami lagi butuh belaian satu sama lain akhirnya menjadi sebuah candu yang tak tersalurkan. Akhirnya kami sepakat mencari selingkuhan alias ttm (teman tapi mesra/mesum?). Hingga 2 bulan setelah kami mendapat ttm, akhirnya kami bisa bertemu juga karena Frans akhirnya pulang ke kotanya dan mampir ke kotaku yang agak dekat dari rumahnya yaitu di Semarang
Namaku Anita, sedangkan selingkuhan yang kuceritakan ini bernama Kurnia. Dia adalah seorang mantan sales yang pernah satu tim denganku saat bertugas keluar kota. Sebenarnya dia menaruh hati padaku tapi aku semula cuek saja, walau akhirnya aku juga merasa kesepian setelah Frans pergi jauh. Akhirnya dia kumanfaatkan untuk kujadikan pelampiasanku sekaligus bisa dimanfaatkan (bisa disuruh antar sana sini, hehehehe)
Aku bertemu juga akhirnya dengan pacarku, Frans. Setelah ngobrol sana sini, karena dia sewa kamar hotel makanya kami bisa berduaan saja dan tidak berada di rumahku. Mulai dari ngobrol akhirnya merembet ke acara ciuman dan berakhir dengan bercinta. Memang kami sering bercinta saat dia masih kost di tetanggaku. Bahkan dia juga yang merengut keperawananku, sudah begitu bukannya cukup eh masih punya angan-angan untuk ******* dengan adikku yang memang lebih cantik dariku. Setelah puas menyalurkan nafsu yang sudah lama terpendam, akhirnya kami mulai bercerita tentang pengalaman kami bersama selingkuhan kami masing-masing.
Selingkuhan Frans bernama Arma. Cewek yang agak tinggi dan berbody proporsional. Wajahnya juga sangat manis dan menarik, jujur saja lebih menarik dibanding aku walaupun aku lebih putih. Dia menceritakan bahwa selama berselingkuh dengan Arma, dia pernah bercinta berulang kali dengannya. Juga bahwa dialah yang telah memerawani gadis itu sekaligus membuatnya sebagai gadis yang gila seks. Lebih parah dibanding dengan diriku. Aku sendiri mengaku bahwa aku sudah dua kali berhubungan intim dengan Kurnia. Pertama saat aku sedang ingin-inginnya dipeluk oleh Frans, namun dia jauh. Lalu pas waktu itu Kurnia sedang mengajakku jalan-jalan. Tak sengaja aku menganggap dia sebagai pacarku dan mendekapnya erat saat berboncengan sehingga payudarakupun menempel erat dipunggungnya. Nampaknya dia sudah tak tahan lagi. Setelah kami makan malam diluar lalu dia menawarkan untuk memperlihatkan kostnya yang baru. Aku setuju saja.
Baru saat kami masuk kamar kostnya yang baru, di menutup pintu dan menguncinya lalu mendekapku dari belakang sambil menciumi leherku. Kedua tangannyapun tak lupa meremas-remas payudaraku. Akhirnya aku tak kuat juga dan membalas ciumannya. Bibir kami berpagutan cukup lama sampai saat dia membuka kemeja lengan pendekku sampai seluruh kancingnya terlepas dan terpampanglah payudaraku yang mulus dibalut bra tipis warna pink. Dia lalu mencopoti kemeja dan bra ku. Akhirnya aku dalam kondisi topless saat kami masih berpagutan mulut. Tangannya kini leluasa meremas toketku dan memilin-milin puting susuku hingga mencuat dan mengeras. Desahan mulai keluar dari mulutku sembari aku membalas remasan tangannya dengan meremas batang kejantanannya yang masih dibalik celana jeans miliknya. Akhirnya basah juga memekku akibat rangsangan dari Kurnia. Nampaknya diapun juga terangsang berat saat kurasakan dari celana jeansnya tersembul benda keras yang pasti itu adalah senjata rudal miliknya. Kemudian sambil menciumi leherku, dia mendorongku perlahan kearah tempat tidur lalu memelorotkan celana jeansku sekaligus celana dalam (cd) ku hingga aku telanjang bulat. Melihat kondisiku yang sudah bugil total ini membuat Kurnia semakin beringas. Dia lalu menciumi toketku sambil menyedotnya sesekali dan meremas. Seluruh bagian tubuhku digerayangi kedua tangan nakalnya sampai sekitar 10 menitan. Lalu dicopotnya baju dan celana jeansnya. Terakhir cd nya pun dipelorotkan kebawah dan terlihat penis yang menyembul dari gundukan rambut kemaluannya yang lebat. “Nit, sekarang giliranmu pegangin kontolku dong.” Katanya padaku,
Kupegang sembari kocokkan perlahan ****** Kurnia yang hitam kecoklatan itu. Dia nampak kaget dan bertanya darimana aku dapat mengetahui cara memperlakukan penis dengan benar. Namun dengan jawaban senyuman dariku dia sudah dapat menyimpulkan sendiri. Akhirnya sambil kami berciuman, kedua tangan Kurnia meremas payudaraku sambil sesekali mempermainkan klitorisku yang membuat vaginaku semakin basah saja dan pahaku dibuat semakin mengangkang secara tak sadar. Sedang tanganku mempermainkan penis miliknya sehingga basah kuyup. Baru lima menitan, nampaknya dia sudah tak sabar ingin yang lebih. Akhirnya posisiku ditelentangkan dan kedua pahaku diangkat dan dilebarkan selebar mungkin hingga bibir vaginaku terlihat terbelah. Lalu mulailah dia menggesek-gesekkan penisnya kebibir memekku yang sudah basah kuyup itu. Cairan kewanitaanku bercampur dengan cairan kejantanan miliknya. Desahankupun bercampur dengan desahan terangsangnya pria selingkuhanku ini. Akhinya tanpa menunggu lagi dia mulai memasukkan penisnya kedalam liang senggamaku.
Hanya butuh beberapa detik hingga seluruh kontolnya masuk kedalam memekku. Lalu dia mulai melakukan pompaan naik turun sambil menindih tubuhku dan menciumi mulut dan leherku juga tangannya yang tak henti-hentinya meremas dan mempermainkan kedua toketku hingga memerah. Bunyi racauan dari mulut Kurnia dan desahanku berlomba dengan bunyi basah benturan dari kedua alat kelamin kami. Semakin lama semakin menggila saja sodokan-sodokan yang dia lakukan kepadaku. Akhirnya sampai juga dia di titik klimaks. “Nit, aku keluar.” Lalu tak selang beberapa lama kemudian dia berejakulasi didalam memekku sambil tubuhnya menegang dan menciumku dalam-dalam. Tusukan terakhirnya terasa begitu dalam dan bertenaga sambil kurasakan adanya sekitar 5 kali semprotan kuat cairan hangat dari penis yang berada dalam liang memekku ini. Kurnia ambruk tak bergerak selama satu menit kemudian dia bangkit dan menarik keluar kontolnya yang masih menancap di vaginaku. Saat itu pula cairan putih kental mengalir dari liang senggamaku dan jumlahnya sangat banyak.
Hari-hari setelah bertemu dengan Frans menjadi hari-hariku yang lebih liar lagi karena aku menjadi lebih dekat dengan Kurnia. Entah sudah berapa kali dia datang kerumahku dengan pura-pura menjemputku kerja sambilan tetapi malah mengajakku berkencan. Salah satu peristiwa yang menarik adalah saat kami berdua bersama dengan dua pasang teman lain yang juga satu tim dalam kerja sambilan ini memutuskan untuk berlibur di Surabaya karena kontrak kerja kami sudah selesai bersamaan dengan selesainya event promosi perusahaan tempat kami bekerja lepas ini. Karena kebetulan lokasi promosi terakhir berada di Surabaya maka kami memutuskan untuk bersama-sama menghabiskan malam kami di kota ini yang kebetulan waktu itu sedang ada pameran/ Expo besar-besaran di salah satu tempat di pusat kota.
Kami berenam memutuskan untuk menyewa rumah untuk semalam dan berhasil memperolehnya di sebuah guest house di Surabaya. Malamnya tentu saja tidak disia-siakan karena bisa menjadi ajang kumpul bareng.
Acara malam itu sekitar jam 9 malam dan Fani, salah satu pria diantara kami mengeluarkan beberapa botol minuman keras (aku tak tahu apa namanya). Kami semua ditantang secara halus untuk meminumnya dan supaya lebih mudah bagi para perempuan maka minuman keras tersebut dioplos terlebih dahulu dengan Fanta.
“Baiklah. Permainan malam ini adalah kita bermain kartu. Siapa yang kalah dia harus minum satu gelas. Setuju?” seru Fani yang kemudian tanpa menunggu persetujuan kami langsung membagi kartu begitu saja. Dasar memang tidak jago, maka pihak perempuan paling sering kalah dan diantaranya adalah aku. Tak terasa 4 botol minuman sudah tertenggak habis dan keringat mulai membasahi tubuh kami yang mulai panas namun tetap sebagian dingin ini.
“Ugh. Sudah habis minumannya.” Kata Fani. “Tapi ini juga baru jam 10 lewat sedikit. Nanggung ah. Lagipula besok-besok kita belum tentu dapat bertemu lagi. Ayo lagi! Tapi taruhan kita ganti. Siapa yang kalah harus buka bajunya satu lembar.” Sreu Fani lagi.
“Hah! Gak mau ah. Malu lah masa tubuh kita dilihatin banyak orang.” Protes Retno salah satu dari kubu cewek. Tetapi dengan bantuan pacar Retno si Chandra akhirnya Fani berhasil mempengaruhi kami semua. Mungkin juga karena kami sudah setengah mabuk, apalagi yang perempuan sudah setengah teler semua.
Bisa ditebak akhir dari semua ini. Dari pihak pria hanya Kurnia dan Fani yang pernah kalah dan itupun hanya sampai membuka kaus mereka saja sementara celana panjang dan lainnya belum tersentuh sementara para perempuan, aku, Retno dan Ida kekasih Fani harus merelakan kaus kami dan celana panjang kami sehingga tinggal mengenakan pakaian dalam saja.
Dalam kondisi normal jelas kami sangat malu namun karena dalam kondisi mabuk seperti ini membuat rasa malu itu sedikit hilang dari diri kami. Ronde berikutnya Retno-pun harus menanggalkan bra miliknya sehingga payudaranya yang bewarna kuning langsat itupun harus terlihat oleh kami berlima dengan sangat jelas. Yang membuatku heran adalah reaksi Chandra yang seolah-olah tidak peduli atas kekasihnya. Entah karena hawa dingin atau karena sesuatu yang lain, puting susu Retno mengeras seperti bentuk puting milikku ketika terangsang.
Sekitar lima belas menit akhirnya kami benar-benar habis-habisan karena tak ada lagi benang yang melekat pada diri kami sekarang. Tubuhku sudah telanjang bulat didepan mereka semua begitu juga dengan Retno dan Ida. Sementara itu Fani dan Kurnia masih mengenakan celana dalam. Bahkan Chandra bajunya masih utuh semua.
Kebetulan di rumah sewaan itu terdapat televisi yang lumayan modern sehingga Chandra dapat memasangkan mini vcd player di tv itu yang kebetulan barusan dia beli waktu akan menyewa rumah ini. Lalu diputarkannya sebuah film yang mengejutkan yaitu film porno yang total tanpa sensor sedikitpun. Saat aku akan meraih pakaianku tiba-tiba Chandra merengut tumpukkan pakaian kami dan menguncinya didalam kamar. “Sesuai dengan hukuman, maka yang terhukum tak boleh mengenakan pakaiannya sampai film ini selesai. Hehehe….sekalian buat lihat sampai seperti apa ketahanan kalian.” Kata Chandra yang kemudian mendekap Retno yang sedang duduk di karpet dari belakang dan kemudian menciumi tubuh gadis manis ini. Walaupun Retno mencoba mengelak tetapi Chandra bukan tipe orang yang mudah menyerah begitu saja. Dalam sekejap mereka berdua sudah berciuman dahsyat dan Retno seolah tak peduli dirinya sedang bugil dan membiarkan payudaranya menjadi permainan tangan Chandra dan disaksikan oleh orang banyak.
Tak selang lama kemudian adegan porno di vcd itu berubah menjadi lebih liar. Disana digambarkan adegan empat orang gadis sedang digilir beramai-ramai oleh puluhan pria berbadan besar.
“Akhhh….” Desahku ketika aku merasakan buah dadaku mulai disentuh oleh Kurnia. Lelaki ini meremas-remas payudaraku dengan perlahan dan mulutnya menjulur kedadaku untuk menjilati dan menhisap puting susuku. “Kurnia…akhh..” aku kini hanya bisa mendesah-desah pasrah ketika pria ini mempermainkan seluruh tubuhku dengan remasan, pilinan, ciuman dan jilatannya yang membuatku seolah terbang kelangit ketujuh.
“Ohh…” sekali lagi desahan tetapi bukan dari bibirku melainkan dari mulut Ida yang saat ini sedang disetubuhi oleh Fani. Ida yang bertubuh sedikit tinggi dariku namun kulitnya putih ini sedang telentang dan ditindih tubuh Fani yang sudah telanjang. Penis Fani dengan liarnya menjajah seluruh relung vagina Ida.
“Kita join ya? Hehehe…” kata Kurnia sambil mengajakku mendekati kedua orang yang sedang bercinta itu. Lalu Kurnia merebahkanku disamping Ida yang tubuhnya terguncang-guncang akibat pompaan Fani yang sudah mulai cepat itu. “Anita. Sekarang kita entotan lagi deh…heheheh.” Seloroh Kurnia yang kemudian memasukkan kontolnya yang cukup besar itu kedalam memekku yang sudah mulai basah.
“Wah toketnya Nita (panggilanku) putih juga yah seperti orangnya.” Goda Fani yang kemudian merapatkan tubuhnya ketubuh terlentang Ida itu. Kurnia sendiri tak butuh waktu lama untuk memasukkan kontolnya kedalam memekku yang memang sudah tidak perawan lagi, bahkan semua gadis diruangan itu tak ada yang masih perawan.
“Crok…crok…crok…” suara memekku yang sedang digenjot Kurnia ini bercampur dengan suara dari pasangan lainnya. Fani yang sesekali seolah tak sengaja menyentuhkan siku tangannya ke payudaraku. Kurnia melihatnya dan terlihat tak peduli dan masih asyik memompakan kontolnya kedalam memekku yang sudah mulai basah kuyup ini.
Dua menit kemudian, kembali Fani menyentuhkan siku tangannya ke payudaraku tetapi kali ini didiamkan lama disana dan seperti disengaja menumpangkan sikunya di atas salah satu toketku itu, seperti mendapatkan lampu hijau, tepat ketika Kurnia maupun Fani mempercepat goyangannya kepada aku dan Ida, tangan Fani berani meremas toketku dan mempermainkan putingnya tanpa ragu lagi. Jujur saja hal ini membuatku menjadi sedikit risih tetapi sensasinya membuatku sangat terangsang dengan hebatnya.
Kurnia yang melihat Fani lancing menjarah toketku itu lalu membalas dengan mencium bibir Ida dan meremas payudaranya yang besar itu. Herannya, Ida spontan membalas ciuman Kurnia tanpa malu-malu lagi. Yang membuatku heran lagi enah kenapa aku dan Ida seolah menurut saja dan ikut menggoyangkan pinggul kami saat ******-****** para pria ini menjarahi vagina kami berdua tanpa malu-malu.
“Akhh…memeknya Nita sempit banget.” Seru Kurnia yang kemudian langsung ditimpali oleh Fani, “Memangnya sempitan mana dengan punya Ida? Aku cobain yah?” kata Fani yang kemudian mencabut kontolnya dari vagina Ida.
Aku terkejut karena kemudian Kurnia mencabut kontolnya dari memekku dan mengarahkan kontolnya itu kemulutku untuk aku oral. Sementara itu dia diam saja ketika Fani mengarahkan batang kontolnya kearah bibir kemaluanku dan memompanya dengan penuh nafsu. Ida sendiri entah sejak kapan, sekarang sudah dalam tindihan Chandra yang menggila dengan sodokan-sodokan kerasnya dan Fani juga tidak protes padahal dia dan Ida sudah pacaran 2 tahun lamanya.
“Wah benar-benar nikmat memeknya Nita. Sempitnya sama dengan punya Ida. Akhh…yess…..akhhh….Nita kamu cantik banget kalau pas dientotin gini. Akhh…Anita…” desah Fani sambil menikmati kontolnya yang memblender seluruh isi memekku yang kembali membuatku orgasme entah untuk yang keberapa kalinya malam itu.
Chandra-pun ikut-ikutan dengan meremas-remas toketku tanpa ampun. Tubuhku-pun dibuat dalam posisi merangkak kemudian lagi-lagi penis Fani menyodok vaginaku tanpa ampun. “Akhh..sakit….pelan…” entah kenapa yang dalam pikiranku hanyalah rasa sakit karena sodokan keras itu dan bukan rasa malu atau terhina. Bibirku-pun tak bisa banyak mendesah karena tersumpal penis Kurnia yang terus minta diservis tanpa henti. Tangan Chandra juga tak segan-segan lagi meremasi kedua bukit kembarku yang menggantung bebas saat dalam posisi doggy style ini padahal dia sedang ngentotin Ida waktu itu.
“Akhh…aku keluar….akhhh…Nitaaa…” pekik Fani yang kemudian melesakkan penisnya dalam-dalam dan berejakulasi didalam memekku. Sperma Fani kurasakan menyemprot dinding-dinding dalam vaginaku sehingga terasa hangat. Tak lama setelah Fani mencabut kontolnya, Chandra langsung ambil posisi dan mengentotku dari belakang dengan posisi doggy style yang sama.
“Wow! Sama sempitnya dengan punya pacarmu Fan. Seandainya toketmu sebesar punya Ida pasti aku bakalan tergila-gila sama kamu Nit.” Godanya kepadaku. Ingin aku protes dan berontak tapi nafsuku juga sudah tak terbendung dan kepalang basah. Kurnia-pun juga lebih suka memikirkan pemuasan nafsunya denan mulutku dibandingkan dengan memikirkan martabatku.
“Akhh….akhhh…Chandra…akhh…pelan…” kataku tergagap setelah merasakan pompaan kontolnya semakin kencang dan brutal saja.
“Memekmu terlalu menggoda buat kontolku Nit. Sorry kalau terlalu cepat. Akh….nih….aku kasih….akhhh…!” seru Chandra yang lalu menyodokkan kontolnya sekencang-kencangnya ke memekku dengan brutal. Satu sodokan yang keras sampai membuat bibir luar vaginaku ikut melesak masuk terkena gesekan kontolnya. Sekali lagi aku orgasme.
“Nitaaa…..aku keluar….akhhhh….” seru Chandra yang kemudian mengejang. Sekali lagi aku merasakan penis seorang pria menyemprotkan spermanya didalam liang kemaluanku. Sekarang sudah sperma dari dua orang yang aku yakin kemudian bakalan menjadi tiga orang.
Yang kuyakini itu benar juga karena giliran berikutnya adalah Kurnia. Tak butuh waktu lama baginya untuk berejakulasi didalam kemaluanku. “Bagaimana Nit? Kontolnya siapa yang lebih enak buat ngentotin kamu?” goda Kurnia yang kemudian menyemprotkan spermanya berulang-ulang di dalam memekku.
Malam itu ketiga pria ini menggilir aku dan Ida karena ternyata Retno sedang keputihan sehingga bebas dari gangguan, itu juga penyebab Chandra beralih untuk menyetubuhi Ida dan aku.
Paginya aku melihat Ida masih tidur di kasur yang diletakkan diatas lantai berkarpet. Berselimutkan sprei yang acak-acakkan dan dari memeknya terlihat cairan sperma yang sudah mongering. Aku ingat bahwa Ida semalam dikerjai habis-habisan juga hingga nyaris pingsan. Mungkin 6 kali para pria itu berejakulasi didalam vaginanya.
Aku melihat tubuhku. Payudaraku yang putih mulus ini sekarang sudah tertutup cairan putih kental hasil oral seks-ku kepada Chandra. Sementara itu dari bibir vaginaku masih mengalir sedikit sperma yang sudah tidak lagi kental. Fani menyetubuhiku lagi pagi ini saat aku belum bangun. Hal itu juga yang membangunkanku setelah merasakan memekku seperti disodok oleh benda keras panjang yang ternyata adalah kontolnya Fani. Aku ingat kalau semalam aku digilir berulang-ulang sampai sekitar 7 kali. Bukan hanya pantat dan buah dadaku yang jadi sasaran tembakan sperma mereka tetapi juga punggung dan wajah. Masih kurasakan rasa asin sperma Fani yang nyaris tertelan olehku.
Setelah kejadian di guest house itu, anehnya Ida malah bertambah rekat dengan Fani sementara Chandra dan Retno malah putus. Aku?…..Kurnia tidak terdenar kabar beritanya selama 2 bulan penuh. Ternyata dia sudah menghindariku karena malu tubuhku sudah dicicipi oleh dua teman baiknya. Pria munafik, tetapi tak apalah karena Frans menerimaku dengan apa adanya. Lagipula pacarku itu juga sering tidur dengan wanita lain tetapi tetap saja dia tak mau menambatkan hatinya pada para perempuan itu dan tetap menjadikan aku kekasihnya….oww…how sweet he is?
Cerita ini adalah lanjutan dari kisah pertama dengan judul yang sama. Sekitar dua tahun kemudian setelah aku dan pacarku Frans lulus kuliah dan bekerja. Aku sekarang bekerja di sebuah kota besar di Jawa Tengah. Aku bekerja di sebuah sebuah biro jasa traveling untuk kawasan Indonesia saja. Kantorku berada dekat dengan bandara sehingga menjadi tempat yang strategis bagi perusahaan tempatku bekerja.
Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya aku sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan tempat itu. 4 bulan sudah aku bekerja dan aku sudah mempunyai banyak teman. Diantara teman-temanku itu ada seseorang yang cukup perhatian padaku. Dia adalah temanku waktu kerja tetapi bekerja di perusahaan lain di area bandara namun kami sering bertemu apalagi jika dia menawarkan klien untuk kantorku karena kebetulan dia bekerja di bagian imigrasi sehingga dapat membawakan turis asing ke kantorku yag menawarkan paket perjalanan wisata ini. Singkatnya,dia bukan cuma teman tetapi juga seorang penolong. Belum lagi jasanya mengantarku tiap kali aku pulang karena kebetulan arah rumahnya dengan tempat kostku searah.
Namanya Agus. Dia seorang pemuda berusia dua tahun diatasku, setidaknya 28 tahun dan berbadan tegap walaupun tidak terlalu tinggi. Baik hati dan suka humor dan dia juga sebenarnya sudah mempunyai kekasih di kota lain yang jauh. Jadi hubungan kamipun hanya sebatas teman.
Sebatas teman hingga suatu hari ketika mas Agus mengantarku pulang dan mengajakku mampir untuk makan terlebih dahulu. Pemuda ini menceritakan mengenai kekasihnya yang di jodohkan oleh orang tuanya dan sekarang menikah. Aku dapat melihat raut kesedihan dari nukanya itu, pastilah dia sangat sayang pada pacarnya itu. Sejak saat itu akupun juga sering curhat padanya dan kamipun menjadi semakin dekat seiring dengan waktu.
Sekitar dua bulan kemudian saat aku sedang berada di kost, mas Agus datang dan mengajakku untuk menonton film berdua di salah satu bioskop di kota tersebut. Berhubung filmnya bertema percintaan maka banyak adegan mesra yang diumbar didalamnya termasuk ciuman. Tak sadar kami berdua terhanyut dalam perasaan kami masing-masing saat kami melihat adegan tersebut. Tak sadar aku menatap mata mas Agus yang sedari tadi memang memandangku terus. Semakin dekat dan semakin dekat dan akhirnya kamipun berciuman. Ciuman pertamaku di ruang umum. Untungnya suasana gelap jadi penonton yang lain juga tidak melihat. “Mas…” kataku pelan setelah ciuman 4 detik itu selesai. Mas Agus hanya tersenyum tanpa jawaban.
Sejak saat itu tanpa kusadari aku telah memberikan ruang ekstra dihatiku untuk pemuda ini walaupun aku masih mencintai Frans, kekasihku. Aku dan mas Agus menjadi lebih sering bertemu dan sering jalan berdua entah itu nonton ataupun sekedar makan malam.
Semua terlihat begitu tenang hingga hari itu tiba. Suatu hari ketika aku pulang dari kantor dan menuju tempat kostku, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku lalu berteduh dibawah pinggiran atap sebuah toko. Tak kusangka ternyata mas Agus kala itu sedang berbelanja di toko tersebut dan kamipun mengobrol sambil menunggu hujan berhenti. Akhirnya 15 menit kemudian hujan berhenti dan aku bersama mas Agus berboncengan untuk menuju ke kostku. Saat jarak kostku tinggal 100-an meter, tiba-tiba hujan turun lagi kali ini lebih deras dari yang tadi. Akhirnya aku sampai juga di kost dengan pakaian basah kuyup begitupun dengan mas Agus.
“Wah sorry yah mas bikin mas Agus basah gini.” Kataku saat mempersilahkannya masuk kamar kostku. Saat itu penjaga kost memang sedang pergi keluar kota dengan keluarganya sehingga dapat dengan mudah pria masuk kedalam kost putri. Kostku ini terbagi mejadi dua bagian. Lantai pertama untuk pria dan lantai dua untuk wanita sementara itu penjaga kost berada dikamar yang letaknya di sebelah anak tangga sehingga mudah mengawasi kami.
“Nggak apa-apa nih Nit aku masuk kamarmu?” tanya mas Agus yang sepertinya agak sungkan juga. Aku mengangguk dan mengatakan kalau penjaga kostnya sedang keluar kota dan mungkin baru pulang besok atau lusa. Lalu kuberikan handuk bersih untuknya mengeringkan rambutnya yang basah itu.
Aku sibuk mengeringkan rambutku dan mengamankan dokumen kantorku agar tidak basah. Sampai suatu ketika mataku menatap mas Agus yang sepertinya sedari tadi sudah menatapku. Setelah aku teliti ternyata bajuku yang basah ini telah menjadi kain transparan yang mempertontonkan lekuk tubuhku yang indah walaupun masih mengenakan bra.
“Ih, liat apaan sih?” rajukku dengan nada sedikit manja. Mas Agus tersenyum melihat tingkahku ini. Dia lalu mendekat dan menyentuh bahuku dan menyuruh agar aku menggsnti pakaianku yang basah agar tidak masuk angin nantinya. Saat dia akan keluar tiba-tiba teman-teman kostku datang dari arah bawah. Mereka sepertinya barusan datang dari bepergian bersama. Karena sungkan akhirnya mas Agus kembali masuk kamar karena bisa dibayangkan skandal yang akan terdengar nantinya kalau mereka tahu aku dan mas Agus berdua dikamarku karena mas Agus sendiri mempunyai beberapa teman di tempat kost ini.
Kembali kami duduk dan mengobrol pelan agar tidak ketahuan. Berhubung kamarku paling ujung jadi jarang ada yang lewat didepan kamarku kecuali kalau memang ingin menuju ke kamarku. Sekitar jam 11 malam suara anak-anak kost sudah mulai menghilang tetapi suara penghuni pria di lantai bawah masih terdengar jelas, sepertinya mereka sedang asyik menonton sepak bola di tv.
Lalu dia bersedia untuk menutup matanya saat aku mengganti pakaianku dengan yang kering. Saat aku mencopot bajuku dia masih menutup matanya dan membuatku sedikit tenang dibuatnya. Lalu aku mencopot bagian lain hingga tinggal mengenakan celana dalam saja. Aku yang membelakangi tubuh mas Agus tentu masih mengira kalau pria tersebut masih menutup matanya.
Tiba-tiba aku merasakan adanya dua tangan yang kokoh merangkulku dari belakang dan bersilang didadaku. Bulu kudukku merinding merasakan hembusan nafas seorang pria yang memburu di tengkukku. Belum sempat aku bereaksi, kedua tangan mas Agus sudah meremas-remas payudaraku yang menggantung bebas itu dengan penuh nafsu.
“Mas…” aku melenguh lirih disertai dengan bunyi hujan yang baru saja turun kembali. Mas Agus mencium mesra pipi kananku dan kedua tangannya membalikkan badanku sehingga sekarang kami saling berhadapan.
Aku terkejut melihat bahwa ternyata dia sudah bertelanjang dada dan tinggal mengenakan cclana saja. Lalu dia mencium bibirku dan entah setan apa yang mendorongku untuk membalasnya yang jelas semenit kemudian kami sudah saling berpagutan dan saling melumat bibir satu sama lain. Aku semakin terbang ke awan ketika kedua buah dadaku di sentuhnya lagi dan kembali diremasnya penuh nafsu. Mungkin karena sudah lama aku merindukan belaian pria maka akupun membiarkannya terjadi begitu saja. Bahkan setelah sekian lama bercumbu, aku sudah berani untuk melucuti celana jeansnya sambil berciuman. Aku dapat merasakan di tanganku ketika celana panjang itu kulepas, batang kemaluannya sudah menegang di balik celana dalam tipis yang dia pakai saat itu.
“Nit…aku menyukaimu…” mas Agus lalu menciumku kembali dan kali ini ciumannya mengarah turun ke payudaraku termasuk mengulum puting susuku yang memang sudah mengeras sedari tadi.
“Mas…jangan disitu…akhhh…” desahku ketika jilatan lidahnya dan kuluman mulut nakal mas Agus mengerjai bukit kembarku yang ranum putih mulus itu. Sesaat aku membayangkan Frans kekasihku didalam pikiranku lalu entah kenapa beserta dengan semakin ganasnya permainan lidah mas Agus aku menjadi lupa diri dan tidak memikirkan pacarku beserta komitmen bersama kami lagi, yang ada didalam pikiranku hanyalah nafsu dan gairah yang tak terbendung.
Mas Agus membimbingku ketempat tidur dan membaringkanku disana. Lalu sambil terus memaguti bibir dan leherku, kembali salah satu tangannya merangsang toketku yang semakin lama semakin memerah karena sudah horny. Puting susukupun sudah penuh dengan cairan ludahnya yang sudah sedari tadi melumatnya habis-habisan hingga aku menggelinjang dan nyaris ambruk lemas tak tahan memperoleh sensasi semacam itu.
Beberapa menit kemudian dengan tubuhnya yang agak berotot itu, mas Agus menindihku dan aku sendiri kaget karena ternyata aku sudah telanjang bulat. Aku tidak tahu dan tidak sadar kapan mas Agus melucuti celana dalamku yang memang sudah basah kuyup gara-gara terangsang tadi. Karena terbuai dengan nafsu aku menjadi tidak sadar kalau tadi saat mas Agus menarik celana dalamku aku malah membantunya dengan dorongan kakiku, hari itu aku benar-benar seperti haus akan belaian pria.
Mas Agus dengan sigap mencopot celana dalamnya dan seperti yang kutebak sebelumnya, batang kemaluan mas Agus sudah menegang sedari tadi. Bahkan diujungnya sudah mengeluarkan cairan pelumas yang cukup banyak dan telah membasahi seluruh bagian kepala penisnya itu. “Nit, pegangin kontolku yah!” pintanya lalu mengarahkan tanganku untuk menyentuh batang kebanggaan pria ini lalu dia mengarahkan tanganku untuk mengocoknya perlahan dan aku dengan cepat mengikutinya. Batang kemaluan mas Agus diluar dugaan benar-benar besar. Walaupun orangnya tidak tinggi besar tetapi batang penisnya setidaknya sepanjang 16cm lebih. “Kamu sudah pernah ngocok kontolnya pacarmu yah Nit? Kok pinter banget hehe…” candanya lalu mencium bibirku sebelum aku sempat menjawab.
Kami kembali berciuman dengan mesranya, tapi kali ini diiringi dengan remasan tangannya di payudaraku sementara tanganku tak henti-hentinya mengocok batang kontolnya. “Kontolnya mas Agus gede banget yah. Pasti sakit ntar kalau masuk…”tak sadar aku keceplosan bicara.
Mas Agus tersenyum dan memandangku, “Jadi pengin dimasukin sekarang?” godanya dan aku baru sadar kalau ucapanku barusan seolah memberikan lampu hijau baginya untuk mencicipi tubuhku, untuk menunggangiku sebagai kuda nafsunya dan untuk menjajah kemaluanku yang seharusnya tak kuserahkan kepada pria lain selain Frans kekasihku karena aku sudah berjanji kepadanya bahwa aku tidak akan selingkuh setelah peristiwa pahit dua tahun lalu.
“Mas…jangan! Aku nggak…” belum sempat ucapanku selesai, tiba-tiba aku merasakan bibir kemaluanku seolah terbelah dua. Penis mas Agus yang tadi sempat digesek-gesekkan di vaginaku sekarang dilesakkan melewati bibir kemaluanku. Vaginaku terasa sakit ketika tonggak hitam berurat milik mas Agus melesak dan menusuk dalam ke liang kemaluanku. “Mas…sakit! Jangan! Memekku sakit.” Rintihku tapi tidak berhasil mengurangi tusukan penis mas Agus yang memang telah setengah jalan itu.
“Kegedean yah kontolku Nit? Emangnya kontolnya Frans nggak segede ini?” tanya mas Agus setelah berhasil melakukan dorongan terakhir dan sekarang penisnya yang besar berurat itu sudah bercokol sepenuhnya di liang vaginaku. Aku merasakan sakit di vaginaku tapi juga rasa nikmat yang teramat sangat. Walaupun begitu aku juga sadar kalau aku telah mengkhianati Frans seiring dengan pompaan penis mas Agus di lubang vaginaku ini.
“I..iya, kontolmu emang lebih gede mas.” Jawabku malu-malu. Namun yang keluar berikutnya dari mulutku adalah desahan nikmat seiring dengan laju pompaan batang kejantanan mas Agus yang semakin cepat saja melesak dan mengobrak-abrik benteng kesetiaanku pada Frans.
Sepuluh menit kemudian, mas Agus mengangkat kedua tungkai kakiku dan disandarkannya di kedua bahunya lalu dia menindihku sehingga penetrasi penisnya semakin dalam dari sebelumnya. Kembali aku merasakan sensasi luar biasa di lubang kenikmatanku. Ada bagian baru di liang senggamaku yang selama ini belum pernah tersentuh oleh penis pria manapun, termasuk penis Frans.
“Anita…dibandingkan dengan Frans, enakan mana sayang? Kontolnya siapa yang paling memuaskan?” godanya sambil terus menjajah vaginaku dengan penuh nafsu.
Aku dibuat kewalahan dengan pompaan batang perkasa milik mas Agus karena jujur saja saat aku bercinta dengan Frans saja aku tidak pernah memperoleh sensasi seperti ini, belum lagi ukuran penisnya. Sebelum ini kupikir batang penis Frans itu sudah termasuk besar sekali tapi ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ukuran penis mas Agus yang memang ekstra besar ini. “Enak punya mas Agus, lebih gede…akhh…akhhh…pelannn mm..mmasss! Aku serasa terbang…pas..d..di…di entotin …sama…m…masss Agus….achh…” aku terbata-bata menjawab godaan mas Agus. Lalu selang beberapa menit kemudian aku mengejang menggelinjang dan aku merasakan seluruh tubuhku panas lalu sepuluh detik kemudian aku lemas lunglai. Orgasme terhebat yang pernah kurasakan selama ini. Walaupun dengan satu pria ternyata lebih memuaskan dibandingkan dengan tragedi saat aku bersama dengan Kurnia cs dua tahun lalu.
Mas Agus sadar kalau aku barusan memperoleh orgasmeku yang pertama dan panjang. Dia tersenyum sambil menghentikan pompaan penisnya dan memberikan aku waktu untuk menikmati orgasmeku sambil mengumpulkan tenaga lagi. “Sekarang kamu diatas yah sayang…” kata mas Agus sambil membalik posisi kami. Sekarang dia terlentang dibawah sementara aku setengan duduk telungkup diatas pahanya dengan batang penis masih menancap di dalam vaginaku. “Sekarang nggak usah malu-malu lagi yah Nit. Aku pengin saat ini menjadi saat paling berharga bagi kita.berdua.” kata mas Agus sambil mengangkat pahaku dengan sodokan penisnya di memekku.
Aku tersenyum dan mengecup bibirnya, dalam hatiku sudah muncul ruang baru untuk pria ini. Lalu aku mulai menggerakkan pinggulku naik turun dan berbagai variasi gerakan. Vaginaku seolah sedang memblender, menggilas dan memompa batang kejantanan mas Agus yang besar nan kokoh tersebut. Tak jarang mas Agus mendesah tak karuan menerima gilasan dan blenderan vaginaku.
“Memekmu sempit banget Nit. Kamu pinter juga bikin kontolku jadi nggak berdaya begini.” Mas Agus menggodaku lalu diapun ikut mengimbangi permainan pinggulku. Sekarang dia ikut menggerakkan pinggulnya menyodok keatas dan terkadang dengan cepat sehingga tak jarang aku gelagapan menerima sodokan tonggak hitam berurat itu sehingga nyaris aku mendapatkan orgasme lagi. Tapi entah kenapa aku urungkan mencapai klimaks, mungkin dalam hatiku aku ingin memuaskan mas Agus dengan permainan seks-ku.
“Mas…kalau mau keluar bilang yah. Soalnya aku juga sudah mau keluar lagi….akhh…lebih cepat yach…akhhh…!” setelah aku selesai berucap, mas Agus mempercepat sodokannya dan terkesan sedikit brutal namun aku tak peduli, aku hanya ingin memuaskan dirinya saja.
“Nit, aku sudah mau keluar nih. Dikeluarin dimana sayang?” pria ini bertanya sambil memeluk punggungku.
Aku mempercepat goyanganku dan sambil melepaskan diri dari pelukan mas Agus aku mendongak sambil bersandar di kedua tanganku lalu menghunjamkan vaginaku sekencang-kencangnya menelan batang penis mas Agus, “Dikeluarin didalam saja masss…akhhh…siram memekku mas dengan sperma mas Agus…akhhhh….masss…!!!” lalu aku ambruk telungkup di dada mas Agus sementara itu mas Agus sendiri mengejang dan batang kemaluannya berdenyut kencang lalu aku merasakan semburan cairan hangat membanjiri liang senggamaku.
Dengan ukuran batang penis mas Agus itu mungkin saja sperma itu ada yang membanjiri rahimku. Kami berciuman mesra sebelum akhrinya aku beranjak dari atas tubuh mas Agus dan berbaring disampingnya. Aku kagum penisnya walaupun sudah berejakulasi namun masih tegak berdiri dengan kokohnya. “Ih, kontolnya kok masih ngaceng (ereksi) gitu sih? Biasanya kan kalau udah nyemprot langsung lemes mas.” Tanyaku padanya namun mas Agus hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban.
“Mungkin masih kurang kali nyemprotnya.” Jawabnya kemudian lalu kami berdua tergelak tertawa bersama diiringi bunyi hujan. Sesaat aku memikirkan Frans, aku telah mengkhianatinya, telah menodai komitmen pacaran kami. Aku sendiri bingung sebenarnya ada apa dengan diriku. Aku mencintai Frans, sangat mencintainya dan itu bisa kubuktikan. Tetapi aku juga tidak dapat membohongi diriku kalau aku menikmati saat-saat bersama mas Agus bercinta dan saling menggapai kepuasan dan nafsu birahi. Aku tidak dapat menyembunyikan kepuasanku ketika tonggak penis mas Agus yang besar seperti torpedo itu melesak dan memompa lubang vaginaku dan menjarahnya tanpa ampun juga saat batang kejantanan yang kokoh itu menyemburkan cairan cintanya membasahi relung liang kewanitaanku. Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku ini? Apakah aku mencintai Frans? Apakah aku juga mencintai mas Agus? Ataukah aku seperti cewek murahan yang dengan mudahnya berserah diri pada pria yang mendekatiku dan menyerahkan liang kewanitaanku demi mencapai kepuasan sesaat. Sempat terbersit didalam benakku, ‘Apakah aku pelacur?’
Sayangnya apapun jawabannya, pertanyaan-pertanyaan lain akan memburuku lagi karena cerita cintaku tidak berhenti sampai disini saja….belum.
Tak terasa sudah satu tahun aku menjalin hubungan gelapku dengan pria bernama Agus ini. Dimataku dia semakin beharga saja dibanding sebelumnya. Cintaku pada Frans perlahan mulai berkurang dikarenakan jarangnya kami bertemu. Sebulan sekali kadang malah dua bulan sekali kami baru bisa bertemu karena sekarang dia sudah berada di luar pulau Jawa tepatnya bekerja di Riau di sebuah perusahaan pengolahan kayu.
Malam itu Agus datang dengan sepeda motornya menjemputku untuk melewatkan malam berdua. Kami biasa makan malam bersama kemudian dilanjutkan dengan mencari tempat untuk nongkrong berduaan. Kadang nonton film, ataupun sekedar hang out di luar, melihat pertunjukan musik di kafe di kota tempat kami bekerja itu, pergi ke mall dan tentu saja tak jarang kami melewatkan malam berdua di sebuah kamar, kamar kost milik mas Agus. Aktivitas didalam sudah dapat ditebak, mulai dari sekedar ciuman hingga petting dan berlanjut ke bermain cinta.
“Malam ini kita kemana mas?” tanyaku pada mas Agus. Dia hanya senyum-senyum saja lalu mengajakku pergi tanpa memberi tahu tempat tujuan kami. Kami terus menyusuri lorong kota hingga akhirnya sampai di sebuah rumah yang agak besar di daerah elit di kawasan dalam kota. “Lho kok kesini? Memangnya ada apaan di sini?” tanyaku penuh selidik.
Mas Agus lalu menggandengku memasuki rumah tersebut dan ternyata di rumah tersebut sudah ada beberapa pasang muda-mudi yang sedang asyik mengobrol. “Udah lama nungguin?” sapa mas Agus kepada mereka.
“Yah lumayan lah. Eh ini cewekmu Gus?” tanya seseorang pria berwajah lumayan ganteng dan berambut sedikit gondrong. Namanya Ridwan yang ternyata teman dari mas Agus. Didekatnya terdapat beberapa orang lagi dan yang membuatku terkejut adalah diantaranya terdapat beberapa orang yang kukenal. Metty salah seorang rekanku di perusahaan tempatku bekerja dan Mulyadi yang biasa disebut Mul yang merupakan bawahanku di kantor.
“Wah akhirnya Nita jadian juga sama mas Agus yah….hahaha…” canda mereka berdua. Aku hanya tersipu malu karena mereka tahu kalau aku sebenarnya sudah mempunyai kekasih sah, yaitu Frans.
Kamipun mengobrol panjang lebar didalam dan sekitar satu jam kemudian muncul seseorang membawa kue ulang tahun yang dihiasi lilinnya. Ini adalah perayaan ulang tahun Metty teman sekantorku yang ke 29 dan special buatnya karena kue tersebut dibuat oleh suaminya langsung. Suaminya seorang chef di sebuah rumah makan skala internasional di Jakarta. Bagi beberapa orang mungkin perayaan ulang tahun dengan kue ultah sepertinya kekanak-kanakan atau terkesan old fashioned tapi tidak berlaku bagi pasangan yang sedang dimabuk cinta ini. Memang mereka baru menikah dua tahun lamanya dan belum dikaruniai seorang anakpun.
Perayaan berlangsung cukup meriah walaupun Cuma ada beberapa pasangan disana. Sekitar jam 10 malam banyak yang pamit pulang kecuali dua pasang orang yaitu aku dengan mas Agus dan Mulyadi dengan pacarnya Erni. Mereka berdua tinggal dikota lain dan terlalu malam untuk pulang jadi disuruh menginap oleh Metty dan suaminya, sementara itu motor mas Agus kebetulan sedang sial (mogok) jadi terpaksa kami harus menginap karena tidak mungkin ada bengkel yang buka di jam 10 malam seperti ini.
“Berhubung kamar kosong hanya ada dua maka kalian atur sendiri lah ya. Toh udah pada gede-gede, gak perlu malu-malu lagi hehehe…” canda Metty sambil melirik kearahku.
Saat aku akan mengajak Erni untuk sekamar denganku ternyata Mulyadi sudah mendahuluiku dan mengajak Erni sekamar dengannya. Sekarang tinggal aku dengan mas Agus seorang. Metty tambah tertawa ngakak dengan melihatku yang salah tingkah. Aku tahu kalau sebenarnya bukan masalah besar jika aku tidur sekamar dengan mas Agus karena memang pada dasarnya aku sudah pernah berhubungan intim dengannya dan bahkan sering kali tetapi berhubung ini adalah rumah Metty yang notabene adalah teman sekantorku maka aku jadi sungkan juga dibuatnya.
Saat aku menoleh kearah mas Agus untuk minta pendapat ternyata dia sudah masuk kekamar, mau tak mau aku juga masuk kekamarnya juga. “Aduh si Metty itu benar-benar pengin ngerjain kita yah mas….brppp…!!!” belum selesai aku bicara, mulutku sudah disumpal dengan ciuman dahsyat dari bibir mas Agus. Ciuman yang bertubi-tubi itu seolah tak memberikan kesempatan bagiku untuk menarik nafas dan berhenti.
Tubuhku dibekapnya dipeluknya dengan erat sehingga buah dadaku seolah terhimpit oleh dadanya yang hangat. Waktu itu memang aku mengenakan baju terusan warna ungu tanpa kerah dan dengan panjang pakaian sampai 5cm dibawah lutut dengan bagian pinggang yang diikat dengan sabuk yang merupakan satu stel dengan pakaian yang kukenakan itu. Sepintas terlihat seperti daster tetapi lebih modis sehingga sangat layak untuk dikenakan diluar rumah.
Ditariknya sabukku hingga lepas dan tanpa menunggu lama lagi kedua tangannya sudah menyusup kebagian bawah pakaianku yang kemudian merembet keatas kearah pantatku. Aku yang waktu itu mengenakan celana dalam tipis warna hitam dapat merasakan remasan kedua tangan mas Agus pada kedua bongkahan pantatku. Sesekali jari tengahnya diarahkan untuk menggesek dan menusuk-nusuk vaginaku yang masih berbalutkan celana dalam.
Mas Agus tidak hanya berhenti disitu saja, dengan penuh nafsu kedua tangannya menyibak gaun terusanku hingga sekarang kedua tangan nakalnya sudah berhasil mencengkeram payudaraku ini. “Mas, ntar kalau Metty kesini…” aku berusaha mencegah keganasan nafsu mas Agus namun sepertinya dia sudah tidak peduli lagi dan lagi dia tahu kalau aku sebenarnya sudah terangsang. Celana dalamku sudah basah akibat remasan tangannya pada pantat dan dadaku. Aku tak tahan lagi dan menutup pintu kamar yang tadinya baru separuh tertutup.
Mas Agus tersenyum melihatku akhirnya menutup pintu kamar, “Takut kalau Metty lihat kita? Atau takut kalau dia ntar pengen ikutan?” candanya sambil menciumi leherku.
“Nggak lucu ah mas. Nanti kalau dia lihat bisa ramai sekantor. Dia khan bisa ngomong ke anak-anak lain nanti, aku bisa malu mas.” Tegurku namun mas Agus hanya ngakak kecil, sepertinya dia tidak khawatir sama sekali. Memang hubunganku dengan mas Agus sudah menjadi bahan gossip di kantorku akhir-akhir ini karena keakraban kami tentu saja.
“Nita…Nita. Gitu aja kok takut. Toh semua orang juga sudah tahu kalau kita berhubungan. Santai aja lah Nit.” Dia berusaha menenangkanku dari pikiranku yang tidak-tidak.
Berikutnya giliran kedua tangannya yang berbicara dengan memilin-milin puting susuku. Aku mendesah menggelinjang seiring dengan putaran jemari nakal mas Agus.
Untuk yang kesekian kalinya aku tidak dapat berpikir rasional lagi dan nafsuku terlepas bebas tak terkendali. Aku menikmati tiap jengkal kenikmatan yang diberikan oleh mas Agus kepadaku. Tanganku juga mulai turun mengarah ke celana panjangnya. Dengan cekatan aku melepaskan sabuk dan resleuting celana jeansnya itu sehingga celana itu terjun bebas. Yang tersisa tinggal celana dalam putih yang membungkus batang kejantanan pria ini.
Aku mengelus celana dalam tersebut dan dalam hitungan detik batang kemaluan mas Agus sudah membesar dalam keadaan siap tempur. Lalu kubuka celana dalamnya dan kujatuhkan kebawah kakinya. Walaupun bukan pertama kalinya aku melihat kejantanan pria ini tetapi tetap saja aku tertegun dibuatnya. “Nit…” mas Agus memandangku dan aku tahu apa yang dia minta.
Aku berjongkok didepannya dan dengan perlahan aku genggam penis besarnya itu untuk kukocok perlahan dengan tanganku sementara tanganku yang lain mempermainkan buah pelirnya dari arah belakang. Mas Agus menggelinjang tidak karuan mendapat perlakuan special dariku ini.
Perlahan-lahan ujung kemaluannya sudah mulai basah dan kejantanannya pun mulai memerah tanda sudah ereksi maksimal plus dengan terangsang berat. Kedua tangan mas Agus mendorong kepalaku untuk maju, aku tahu apa yang dia mau. Biasanya hal ini hanya aku berikan kepada kekasihku saja (Frans) namun untuk kali ini mas Agus memintanya.
Bibirku terbuka sedikit demi sedikit dan dengan perlahan batang kemaluan mas Agus mulai masuk kedalam rongga mulutku. Perlahan-lahan dia memaju-mundurkan penisnya seolah-olah sedang bercinta dengan mulutku.
Entah berapa lama aku melakukan oral seks kepada pria ini, selanjutnya dia membopongku ketempat tidur dan mulai melucuti seluruh pakaianku. Sekarang kami benar-benar telanjang bulat berdua di kamar ini.
Dia menciumi bibirku lagi dan turun keleher selanjutnya ke buah dadaku yang tak lama kemudian penuh dengan tanda cupang merah. “Nit, aku masukin sekarang yah?” katanya padaku.
Aku hanya mengangguk pelan, lalu dia melebarkan kedua pahaku dan dengan dua jarinya dia membuka bibir vaginaku yang sudah basah itu. Dengan lembut dia mengarahkan batang kejantanannya kearah bibir vaginaku yang sudah membuka itu. Perlahan aku merasakan tusukan benda hangat yang keras di liang kemaluanku. Mas Agus terlihat berusaha memasukkan tonggak kebesarannya itu semakin dalam menembus rongga liang kewanitaanku.
“Mas…akhhh…” desahku tak karuan ketika seluruh penis mas Agus berhasil masuk kedalam liang vaginaku dengan sempurna. ”Mas sodok aku mas! Aku pengen penisnya mas Agus nusuk-nusuk didalam punyaku…” pintaku sambil mendesah tiap kali ciuman pria ini mendarat di leher atau payudaraku yang tak lepas dari jamahan tangannya. Dulu aku tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat nanti aku bakal meminta pria lain untuk meniduriku bahkan memintanya untuk menjarah vaginaku dengan penis miliknya.
Mas Agus lalu mulai memompa batang kejantanannya didalam kemaluanku. Perlahan-lahan hingga liang vaginaku yang masih sempit itu dapat menerima ukuran penis mas Agus yang besar. “Aku cepetin sekarang yah?” ucapnya sambil mempercepat sodokan penisnya. Sekarang cairan kemaluan kami berdua yang sudah bercampur menjadi satu di liang senggamaku itu mengalir keluar dan meninggalkan sedikit busa putih akibat sodokan-sodokan penis mas Agus yang cepat ditambah lagi dengan variasi gerakan penisnya yang kadang memutari rongga vaginaku membuatku semakin kalang kabut saja menahan hawa nikmat.
Dalam posisi konvensional ini mas Agus membawaku ke jurang orgasmeku yang paling dalam. Entah mengapa aku dapat merasakan orgasme yang lebih berkualitas dibanding saat aku bersama dengan pacarku, Frans. Kedua tungkai kakiku diangkat oleh mas Agus dan sekarang dia memompa penisnya secara vertikal sehingga membuat tusukannya semakin dalam. Kedua lututku sampai menyentuh payudaraku seiring dengan semakin buasnya sodokan tonggak kejantanan mas Agus di kemaluanku. Desahan demi desahan menghiasi percintaan kami ini seolah meniadakan kesan malu berselingkuh di rumah teman sendiri. Bercinta dia tempat tidur mereka dan bahkan sudah tidak peduli lagi jika ada yang melihat perselingkuhan kami ini.
“Nita, kamu benar-benar menggairahkan…aku saying kamu Nit.” Ucapnya sambil terus mempercepat genjotannya atas tubuhku. Aku tidak tahu apakah yang diucapkannya itu betul atau tidak tetapi yang jelas ucapan mas Agus itu telah meningkatkan birahiku lagi ke titik puncak. Sekali lagi aku mencapai orgasme dan hanya selang sedetik kemudian, mas Agus medekapku erat dan menusukkan penisnya sedalam-dalamnya lalu menegangkan ototnya. Dia mencapai orgasmenya di dalam kemaluanku.
“Nit…akhhh…” racaunya ketika sperma miliknya memancar dari ujung penis yang dia bangga-banggakan itu membasahi rongga vaginaku dan meluber di dalam vaginaku. Walaupun ini bukan masa suburku tetapi selalu saja ada rasa khawatir jikalau nanti aku hamil, pastilah Frans tidak akan mau bertanggung jawab karena setiap kali kami berhubungan intim selalu menggunakan kondom.
Mas Agus lalu mencabut kemaluannya dari vaginaku dan rebah disampingku sambil mencium keningku dengan lembut. “Makasih Nit.” Ucapnya pelan. Terima kasih untuk apa? Apakah karena pelayanan ‘kamar’ yang kuberikan atau karena rasa sayangku kepadanya? Sampai hari itu aku masih belum mengerti.