Dua Anak Jalanan
Kali ini aku kembali menceritakan kisahku yang pastinya mendebarkan. Aku mulai mengenal seks lewat pacarku saat masih SMU dulu, walaupun ketika berpacaran dengannya aku tidak pernah melakukan hal-hal yang terlalu jauh, paling hanya sebatas berciuman bibir saja. Bahkan aku baru mengenal yang namanya oral seks melalui pacarku yang sekarang.
Meskipun cukup sering melakukan hal tersebut dengannya, kami berdua sudah saling berjanji untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Namun sungguh tragis, kenyataannya aku kehilangan keperawanan di tangan adik kandungku sendiri!
Kejadian tersebut membuat aku semakin suka dengan yang namanya seks. Walaupun begitu, sebelum mengalami peristiwa ini aku tidak pernah melakukan seks dengan orang lain kecuali adikku. Terkadang di saat aku tidak dapat menahan birahi, sedangkan adikku tidak ada di rumah, aku melakukan masturbasi dengan menggunakan tangan.
Bagi yang belum mengenal aku secara fisik, aku memiliki tinggi badan sekitar 157 cm dan ditunjang berat badan 47 kg. Kulitku berwarna kuning langsat. Rambut hitam lurus milikku dengan panjang sebahu menghiasi wajahku yang manis dan imut. Ukuran payudaraku memang tidak besar, bahkan termasuk kecil namun kencang.
Kejadian yang aku alami adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja, tetapi membawa kenikmatan yang luar biasa. Saat itu hari Jumat, aku pulang dari kantor sekitar pukul 5 sore dengan menaiki mobil omprengan menuju rumahku di daerah Cibubur.
Udara yang dingin dan awan yang mendung saat itu, membuat aku kuatir akan turun hujan deras. Karena jalur terakhir yang dilewati omprengan tersebut masih cukup jauh dari rumahku, aku turun di jalan dan mengambil jalan pintas untuk sampai ke jalan raya, kemudian naik angkot dari situ. Tapi sebelum sampai jalan raya, tiba-tiba hal aku kuatirkan terjadi, hujan mulai turun.
“Aduh pake hujan segala lagi! Mana aku lupa bawa payung…” keluhku.
Karena bukan merupakan daerah pertokoan, maka aku kesulitan untuk menemukan tempat yang dapat digunakan untuk berlindung dari guyuran hujan yang semakin deras. Pakaianku semakin basah karena aku hanya dapat menggunakan tas kerjaku untuk menutup bagian kepalaku. Di saat sedang kebingungan, akhirnya aku melihat sebuah rumah yang sudah cukup tua namun kelihatannya dapat kumanfaatkan untuk berteduh. Dengan tergesa-gesa aku pun berlari menuju ke sana.
“Untung aja ada tempat buat neduh…” kataku bersyukur.
Hari itu aku memakai pakaian kemeja putih dan rok yang pendeknya sedikit di atas lutut berwarna coklat muda. Kemeja putihku yang tidak sempat terlindung dari guyuran hujan menjadi basah, bahkan bra-ku terlihat sedikit tembus. Untung saja bra-ku juga berwarna putih, jadi tidak terlalu kontras dengan kemejaku. Namun tetap saja aku terlihat cukup menggoda dengan pakaianku ini. Aku baru memperhatikan kalau di daerah ini sudah tidak ada orang sama sekali. Padahal daerah perumahan ini biasanya cukup ramai oleh orang yang lalu-lalang.
“Pasti karena hujannya deras orang jadi males keluar deh…” aku mengambil kesimpulan sendiri.
Sambil menunggu hujan reda, aku mengisi waktu dengan browsing internet lewat HP-ku. Sedang enak-enaknya melihat status teman-temanku di Facebook, tiba-tiba dari dalam rumah yang aku gunakan untuk berteduh, muncul seorang anak laki-laki yang aku taksir umurnya masih sekitar 13-14 tahun. Penampilannya lusuh dan tidak terurus, seperti anak jalanan.
Anak itu kemudian tersenyum ramah melihatku lalu menyapa “Kehujanan ya Mbak?”
“Iya nih Dik… Mana makin deras aja hujannya…” jawabku sambil membalas senyumannya.
“Masuk aja ke dalam Mbak…” sambil membuka pintu gerbang anak itu mempersilahkanku masuk.
Mulanya aku sempat enggan untuk mengikuti ajakan dari anak tersebut, tapi setelah aku pikir-pikir lagi udara di luar terasa semakin menusuk dan hujannya juga bertambah deras. Lagipula karena saat itu aku tidak memiliki pikiran macam-macam tentang anak tersebut, aku pun memutuskan untuk mengikuti ajakannya.
Sesampainya di dalam, rumah itu ternyata kotor sekali dan tidak terawat, tidak jauh berbeda dari penampakan luarnya. Di dalamnya juga tidak ada perabotan sama sekali, sekilas yang aku lihat hanya ada tumpukan baju-baju kotor, botol-botol air mineral bekas serta gitar kecil yang bergeletakan di lantai.
Ternyata anak tadi tidak sendirian, aku melihat ada satu anak lagi sedang tidur-tiduran beralaskan lembaran-lembaran kardus bekas. Melihat kedatanganku anak tadi langsung terbangun. Anak itu juga aku taksir usianya tidak jauh berbeda dengan yang pertama tadi. Aku memperkenalkan diri ke mereka, kemudian aku tanya nama kedua anak tersebut. Anak yang mengajakku masuk mengaku bernama Udin dan yang sedang tidur-tiduran tadi bernama Dodo.
Kemudian Udin mempersilahkanku duduk lesehan beralaskan lembaran-lembaran kardus yang tadi digunakan Dodo untuk tidur-tiduran. Karena aku melihat kelakuan mereka berdua sopan dan ramah, aku mulai merasa nyaman untuk ikut bergabung dengan mereka. Aku membuka sepatu kerja dan menaruh tasku, lalu ikut duduk bersama kedua anak itu di atas kardus.
Aku mengajak mereka berdua mengobrol, dari obrolan itu akhirnya aku tau, kalau rumah ini sudah lama kosong ditinggal penghuninya. Dan seperti dugaanku sebelumnya, keduanya adalah anak-anak jalanan. Sebelumnya, mereka tinggal berpindah-pindah, mulai dari emperan toko sampai kolong jembatan. Sehingga ketika menemukan ada rumah kosong, mereka memanfaatkannya untuk tempat tinggal.
“Pantas aja mereka bisa seenaknya tinggal di rumah ini…” kataku dalam hati.
Sesuai dengan perkiraanku, mereka berdua masih berusia 14 tahun. Walaupun seharusnya mereka sudah duduk di bangku SMP, namun keduanya mengaku tidak pernah merasakan bangku sekolah sejak kecil. Karena menurut mereka, untuk membeli sesuap nasi saja sudah sangat sulit. Apalagi kedua anak tersebut juga harus menanggung biaya hidup keluarga mereka. Sehari-hari mereka mencari nafkah dengan cara mengamen di jalanan atau angkutan umum, walaupun tidak jarang juga mereka mengemis.
Mereka yang kelihatannya juga ingin mengetahui tentang diriku, dengan bergantian mengajukan pertanyaan mulai dari dimana rumahku, tempat aku bekerja hingga apakah aku sudah memiliki pacar atau belum.
“Iiiih… Kalian mau tauuu aja…” jawabku dengan nada bercanda ketika pertanyaan mereka sudah terlalu menjurus ke hal-hal yang sifatnya sangat pribadi.
Setelah aku perhatikan, Udin yang berambut keriting, memiliki muka bopengan khas anak jalanan, badannya yang kurus dipadu dengan kulitnya yang hitam legam karena terjemur sinar matahari, tinggi badannya lebih pendek dari aku, mungkin sekitar 150 cm. Sedangkan si Dodo, bertubuh lebih pendek dari temannya, sekitar 145 cm, kepalanya botak seperti tuyul, kulit hitam, wajahnya jauh lebih buruk dari Udin ditambah lagi giginya yang tonggos.
Tanpa terasa sudah hampir 1 jam lamanya kami mengobrol, namun aku dapat mendengar suara hujan masih cukup deras, jadi aku memutuskan untuk melanjutkan obrolan kami. Selagi mengobrol dengan mereka, aku sesekali menangkap mata Udin dan Dodo berusaha mencuri-curi melihat ke arah paha maupun dadaku. Mungkin karena kemejaku yang tembus dan rokku yang sedikit terangkat karena duduk lesehan. Tapi aku berpikir anak umur segitu memang sedang penasaran dengan lawan jenisnya, apalagi anak jaman sekarang memang lebih cepat dewasa.
Aku tiba-tiba menyeletuk “Hayooo!! Kalian lagi ngeliatin apaan sih? Sampe melotot begitu…!”
Mereka lalu tersipu dan tertunduk malu. Keduanya hanya diam saja dan tidak berani menjawab pertanyaanku.
“Kok kalian diam aja sih? Mbak nggak marah kok…” lanjutku.
“Mmmm… La-lagi ngeliatin baju Mbak yang nembus… A-abisnya bikin kontol Udin jadi ngaceng…!” jawab Udin dengan kata-katanya yang kasar namun tetap terdengar polos.
Aku juga bisa maklum karena dia anak jalanan, jadi pasti omongannya memang kasar seperti itu. Namun tetap saja anak ini masih di bawah umur tetapi sudah berani berbicara seperti itu ke wanita yang lebih dewasa. Tapi justru hal tersebut membuat aku mulai terangsang.
Aku terus berusaha memancing mereka “Mbak nggak percaya kalo itu-nya kalian udah bisa berdiri. Kan kalian berdua masih kecil?”
Mungkin karena merasa tertantang dan tidak terima dibilang seperti itu, tiba-tiba Udin berdiri di depanku lalu berkata “Kita taruhan aja Mbak! Kalo kontol kami belum bisa ngaceng, kami janji deh nggak akan liat-liat badan Mbak lagi. Tapi kalo kontol kami bisa ngaceng, Mbak mau ngasih apaan?”
Karena benar-benar bingung ingin menjawab apa, akhirnya aku hanya dapat berkata “Nggak tau ah! Mbak Tita bingung nih… Terserah kalian aja deh mau minta apa kalau kalian yang menang…”
Setelah mendengar jawabanku barusan, Udin dan Dodo beranjak pergi menjauh dari tempatku lalu mulai berdiskusi. Aku hanya dapat mendengar mereka berdua berbisik-bisik sehingga aku tidak dapat mengetahui pasti pembicaraan mereka berdua. Namun sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik, karena aku melihat Udin dan Dodo sesekali melihat ke arahku lalu tertawa.
Setelah selesai berdiskusi, akhirnya Udin berkata “Mbak Tita kan mau liat kontol kami bisa ngaceng apa nggak. Berarti Mbak harus liat kontol kami berdua kan? Nah, gimana kalo emang nanti kami berdua yang menang, kami gantian ngeliat memeknya Mbak?”
“Huuuh…!! Dasar anak jaman sekarang…!! Pikirannya udah kayak orang gede aja…!!” umpatku dalam hati.
Terus terang sebenarnya aku cukup kaget dengan permintaan mereka, karena aku tidak menyangka kalau mereka akan meminta hal seperti itu. Tapi karena sudah telanjur bilang terserah kepada mereka, maka aku dengan nada malas-malasan menyanggupi saja. Kemudian Udin yang masih berdiri didepanku mulai menurunkan celana pendek dan juga celana dalamnya. ‘
Dan hal yang tadinya aku ragukan ternyata benar-benar terjadi. Penis Udin ternyata sudah mengacung tegak! Berarti sekarang aku hanya dapat berharap kalau penis Dodo tidak akan berdiri. Melihat Udin sudah membuka celananya, Dodo pun pelan-pelan mulai membuka celana pendeknya yang dekil, beserta celana dalamnya. Jantungku berdetak kencang saat aku melihat penis Dodo justru lebih tegak dan lebih menantang dibanding milik Udin.
Walaupun panjang kedua penis tersebut hanya sekitar 12-13 cm, yang mungkin memang sesuai dengan anak seumur mereka, namun tetap saja aku kalah taruhan. Sekarang tubuh mereka berdua hanya ditutupi oleh baju yang sudah lusuh dan kotor.
“Asyiiik!! Berarti sekarang giliran kami berdua yang lihat memeknya Mbak Tita!! Hehehe…” kata Udin sambil tertawa nakal.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain bilang “Ya udah… Sekarang kalian boleh lihat punya Mbak deh. Tapi kalian buka rok Mbak sendiri yah…”
“Mbak Tita tiduran aja biar kami lebih enak ngeliat memek Mbak…” Dodo pun akhirnya ikut ambil suara.
Karena sedang dalam keadaan terangsang aku menuruti permintaan Dodo tadi. Aku berbaring di lembaran-lembaran kardus yang sudah lusuh itu. Udin mulai memegang ujung rokku dan pelan-pelan menyingkapnya ke atas sampai batas pinggang. Aku benar-benar merasa malu sekaligus terangsang karena kejadian ini. Aku memilih memejamkan kedua mataku saja, tidak lama kemudian aku merasakan ada tangan yang menarik celana dalamku ke bawah sampai batas mata kakiku.
Di tengah-tengah aku sedang memejamkan mata, aku mendengar salah satu dari mereka berbisik ke yang lain “Memek Mbak Tita bentuknya rapet dan botak!! Beda banget sama memek yang sering kita liat di majalah bokep ya!?”
“Dasar anak kurang ajar! Masa vaginaku dibandingkan dengan milik cewek di majalah porno sih..!” aku menggumam kesal.
Aku yang penasaran dengan yang mereka lakukan, memberanikan diri untuk membuka mata. Sungguh kejadian yang sangat membuatku deg-degan. Aku melihat kedua anak itu sedang melihat vaginaku dari jarak yang sangat dekat. Aku sangat malu, bagaimana tidak, vaginaku yang licin tanpa bulu sedang dilihat oleh dua orang anak di bawah umur. Namun mungkin hal itu yang membuatnya menjadi sensasi tersendiri. Aku kembali memejamkan mataku, tapi tidak berapa lama aku terpejam, aku merasakan ada tangan yang menyentuh bibir vaginaku, aku kaget dan terlonjak.
Aku membuka mataku dan berteriak “Eh! Apa-apaan kamu Do!! Kan Mbak bilang kalian berdua cuma boleh ngeliat aja! Nggak lebih…” kataku dengan nada tinggi.
“Ayo dong Mbak Tita… Kami kan pengen banget ngerasain megang-megang memek. Bentaran aja deh! Kali ini kami janji deh cuma megang aja… Boleh ya Mbak?” kata Dodo dengan nada memohon.
“Soalnya ngeliatin memek Mbak Tita bikin kami tambah penasaran…” timpal Udin beralasan.
Entah kenapa saat itu aku hanya bisa berkata “Beneran kan cuma megang doang? Ya udah… Tapi sebentar aja dan jangan minta macem-macem lagi sama Mbak yah…”
Mendengar jawabanku, wajah mereka langsung terlihat senang. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, mereka langsung berebut untuk menyentuh vaginaku. Jari-jari mereka yang kasar dan kotor mengelus-ngelus bibir vaginaku. Aku mulai merasa terangsang, kakiku yang awalnya hanya lurus saja, pelan-pelan semakin aku lebarkan. Sekarang kakiku sudah dalam posisi mengangkang, sehingga tangan-tangan mereka berdua dapat lebih leluasa. Sungguh pemandangan yang mengusik birahi, seorang wanita kantoran berparas manis dan berkulit bersih, sedang dikerjai oleh dua orang anak jalanan yang berpenampilan kumal.
“Tadi Mbak Tita sok nggak mau…! Sekarang kakinya malah ngangkang… Hehehe…” ejek Udin.
“Iya Din! Pasti sekarang Mbak Tita udah ngerasa keenakan tuh…!” Dodo ikut menambahkan sambil terus mengelus-elus vaginaku.
“Aduh! Sekarang aku benar-benar mulai terangsang dengan perlakuan mereka!” aku mengumpat diriku dalam hati yang mulai menerima rangsangan-rangsangan yang di berikan oleh kedua anak ini.
“Dodo pasti betah banget maenin memek Mbak seharian…” kata Dodo yang tidak aku tanggapi.
Entah jari siapa yang mulai menempel mengikuti jalur belahan vaginaku dan tak lagi hanya sekedar menyentuh-nyentuh ataupun menggesek-gesek bibir vaginaku. Jari-jari mereka itu sesekali didesak-desakan masuk, sekaligus berulang kali mencari klitorisku dan memainkan jarinya disana.
“Apa mereka pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya? Kok bisa-bisanya mereka mengelus-elus dan meraba bagian yang sensitif…” bathinku.
Cukup lama dirangsang oleh kedua anak jalanan itu, vaginaku mulai terasa basah. Secara tidak sadar, aku mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan nikmat. Aku benar-benar sudah tidak ingin menghentikan perbuatan mereka, dan mereka sepertinya tau kalau aku sudah terangsang berat sehingga mereka semakin berbuat berani.
“Enak kan Mbak memeknya Udin kobel-kobel kayak gini?” tanya Udin dengan bahasa kasarnya.
“Oouuuuhh… Aaaaaah… Aaaaaaahh…” aku hanya menjawab pertanyaan Udin dengan rintihan karena saat itu jari-jari mereka bermain semakin liar di dalam vaginaku.
Dodo yang sepertinya sudah tidak mau lagi berebut dengan Udin untuk menjamah vaginaku, dengan perlahan-lahan mulai memindahkan tangannya untuk menelusup masuk ke dalam kemejaku yang masih dalam keadaan tertutup. Aku memekik tertahan saat tangan Dodo menemukan gundukan mungil di dadaku. Rangsangan di tubuhku tentu saja semakin menjadi-jadi.
“Aaaahhh… Ka-kaliaaan bandeeel bangeett siihhh…” aku mendesah semakin kencang karena mulai tidak tahan dengan rangsangan yang datang.
Hanya dalam hitungan menit tangan Dodo mulai membuka satu-persatu kancing kemejaku hingga seluruhnya dalam keadaan terbuka. Setelah itu Dodo menarik kemejaku ke arah atas, yang tanpa aku sadari aku pun ikut membantunya dengan sedikit mengangkat punggung lalu meluruskan tanganku ke atas sampai kemejaku terlepas. Dodo pun melanjutkan dengan melucuti braku yang menjadi penghalang sebelum melemparnya jauh-jauh. Kini aku hanya tinggal memakai rok, yang sudah tersingkap di pinggangku.
“Wuiiih!! Teteknya Mbak Tita cakep banget…!” sahut Dodo sambil melongo dan matanya terbuka lebar.
Aku hanya bisa pasrah kedua buah payudaraku menjadi tontonan Dodo. Tanpa ragu-ragu lagi Dodo pun langsung memegang dan meremas-remas payudaraku dengan gemas. Sementara itu Udin masih terlihat sibuk memainkan jari-jarinya di bibir vaginaku. Tentu saja sekarang vaginaku pun semakin basah karena perlakuannya. Di saat yang bersamaan, Dodo mulai melumat bibirku dengan penuh nafsu birahi sambil jari-jari nakalnya mulai memilin-milin putingku. Diperlakukan seperti itu aku benar-benar terangsang berat.
“Mbak Tita, Dodo numpang netek ya…! Eeemmmh… Eenaaak…!! Mmmmmhhh…. Mmmmmmmhh…” tanpa menunggu jawabanku terlebih dahulu mulut Dodo langsung berpindah dari bibirku ke arah puting payudaraku.
Mataku terpejam pasrah saat Dodo mulai memainkan lidahnya dan menjilati puting sebelah kananku. Hanya rasa nikmat yang ada di dalam tubuhku saat ini. Rasa nikmat tersebut semakin hebat seiring dengan erangan tertahanku saat bersamaan Udin semakin cepat memainkan jemarinya di kemaluanku. Aku benar-benar sudah merasa basah di bawah sana.
“Ooouuuuhh…” aku melenguh saat Dodo mulai menghisap putingku dengan kencang.
“Sluurrp… Enak nggak Mbak teteknya Dodo isep kayak gini? Sluuurrp…” tanya Dodo sambil terus menghisap putingku.
“Aaaaaaah… I-iyaaaah… E-eeenaaakk bangeeeettt Dooo…” kataku tersengal-sengal.
Vagina dan payudaraku sekarang sedang dipermainkan secara bersamaan oleh dua orang anak kecil! Namun aku tidak berdaya karena nafsuku yang memuncak sehingga aku tidak mampu menolak perbuatan mereka. Dodo tetap fokus meremas-remas payudara dan juga memuntir-muntir putingku. Sedangkan Udin masih terus menggesek-gesek bagian tubuhku yang paling rahasia. Kini liang vaginaku sudah becek dan menimbulkan bunyi karena gerakan jari-jari Udin yang semakin terbiasa.
“Aaaaahh.. Ja-jaaangan dilepas…!!” jeritku saat tangan Udin mengangkat tangannya dari vaginaku yang sudah basah itu dan bergerak mengelus-elus paha dan meremas pantatku.
Lalu dengan jarinya, Udin menggerayangi lagi bibir vaginaku yang sudah terasa becek itu dan menggesek dengan semakin cepat. Aku melenguh penuh nikmat sambil meregangkan badanku, lalu tersentak hebat saat jari itu menemukan klitorisku. Sambil menggigit bibir dan memejamkan mata, aku berusaha menahan orgasmeku. Aku tidak pernah mengira bahwa diriku dapat dibuat hampir klimaks oleh seorang anak kecil. Jari Udin bergerak semakin cepat menggesek-gesek bibir luar vaginaku dan terkadang menekan-nekan klitorisku.
Kini Udin mulai memasukan jarinya untuk membelah vaginaku. Jarinya mulai menusuk masuk, aku reflek mendesah ketika jemarinya dia desak masuk. Aku menatap lirih pada Udin, aku hanya bisa pasrah saat Udin mendesakkan jemarinya lagi ke dalam vaginaku. Aku dapat merasakan bagaimana jari kecilnya itu seolah sebuah penis yang masuk dalam vaginaku, sedikit demi sedikit jari tengahnya itu masuk lebih dalam lagi, aku hanya bisa mengigit bibirku lebih keras lagi, sementara desahan-desahan pelan masih saja keluar dari mulutku.
“Emmmhh… Enaaaak Din…!! Uuuhhh…” kataku membisik.
Basahnya vaginaku oleh cairan cinta membuat Udin kian mudah mengerjaiku, jarinya tertambat di dalam sebelum mulai bergerak naik turun. Seolah ada penis yang sedang menyetubuhiku, kakiku menjadi begitu lemas, jarinya begitu cepat merangsangku. Sampai akhirnya akupun tidak kuat lagi untuk menahan rangsangan terus-menerus dan sepertinya aku sudah akan mencapai orgasme. Tubuhku mengejang kuat dan tanganku mencengkeram ujung kardus.
“Enak ya Mbak kalo diginiin??” tanya Udin sambil terus mempercepat gerakan jarinya.
“Aaaagghhhhhh Udiiinnn…!! Ssssshhhh… Enaaaakk bangeeeeettt… Ougghhh… Teruusss Din… Jangan berhentiii….!! Udiiinn…!! Aaaahhh…. Mbaaak keluaarrr Din…” aku terus meneriakkan namanya saat hampir mencapai orgasme.
Pantatku sampai terangkat ke atas ketika akhirnya aku meraih orgasmeku yang pertama. Aku merasa lemas, keringat bercucuran di tubuhku. Walaupun udara di luar saat itu cukup dingin, namun ruangan ini terasa semakin pengap dan panas bagi kami bertiga.
“Mbak Tita kok cepet banget keluarnya sih? Memeknya sampe becek kayak begini… Hehehe…” ejek Udin saat aku sudah mencapai orgasmeku.
“Aaaaaaah… Habisnya ka-kaaamu hebaaat bangeeeet Din… Aaaaaaaah… Mbak nggak bisa nahaan lamaaa…” jawabku sambil terengah-engah.
“Dod, gue udah ngebuat Mbak Tita ngecrot dong…!! Hahahahaha…” tawa Udin menggema di seluruh ruangan.
Mungkin karena lelah memainkan vaginaku, Udin menghentikan gesekan tangannya. Tapi Dodo yang tidak mau kalah dengan temannya bukannya berhenti, dia malah mulai mengganti tangannya dengan bibirnya, dia menunduk, mendekatkan mukanya ke payudaraku, dan sejurus kemudian puting sebelah kananku sudah dilumatnya. Sedangkan payudaraku yang kiri diremas-remas dengan oleh tangannya yang kecil dan hitam.
Pelan-pelan libidoku mulai bangkit lagi akibat rangsangan dari Dodo pada payudaraku. Putingku kini sudah mancung dan mengeras. Tangan Dodo terus meremas-remas payudaraku, tampaknya ia begitu menyukai bentuk payudaraku itu yang termasuk kecil ukurannya. Ia menghisap payudaraku bergantian, kanan dan kiri. Dodo menjilati seluruh permukaannya sambil masih terus meremas-remas puting payudaraku.
“Ouh… Do… Teruuus… Jilaaatin putiiing Mbak… Oooouhhhh…” desahku sambil mengigit bibirku menahan gejolak di dadaku.
Aku terkejut sesaat ketika kurasakan tangan Udin mulai mengelus-elus kedua pahaku. Dengan leluasa Udin menjelajahi setiap jengkal pahaku yang mulus itu tanpa penolakan, kulit pahaku yang lembut terasa hangat dalam usapan tangan kasar Udin. Karena belaian-belaian yang dilakukannya ini membuat aku semakin menggelinjang karena birahiku sudah mulai muncul lagi.
“Wah pahanya Mbak Tita mulus banget deh…” kata Udin memuji kehalusan pahaku.
Sementara Dodo masih sibuk mengulum dan meremas putingku, Udin secara tiba-tiba berkata padaku “Mbak Tita, sekarang Udin mau ngejilatin memeknya Mbak yah…”
Belum sempat aku menyanggupi permintaan Udin tadi, dia sudah mulai menjilati kemaluanku hingga terasa semakin basah.
“Aaaahh… Udiiiin…!!” tentu saja aku dibuat mendesah nikmat oleh perlakuan anak ini.
Aroma khas dari vaginaku membuat Udin semakin bernafsu menjilatinya. Vaginaku pasti begitu harum karena aku merawatnya dengan baik.
“Aaaaaaaahh…!! Mmmmmhhh…!!” desahku lebih kencang dan panjang ketika Udin mulai menyentil-nyentilkan lidahnya pada daging kecil sensitifku.
‘Sluuuurpph… Sluuurrphh… Sluuurrpp…’ terdengar suara hisapan Udin pada bagian dalam vaginaku.
“Eeeeeemph… Mmmphh… Aaaaaaah…!!” desahanku semakin tidak tertahankan.
Tubuhku yang penuh dengan keringat sama sekali tidak berbau, malah aroma tubuhku semakin mengeluarkan wangi menggoda. Nafsu mereka terlihat semakin tinggi sehingga Dodo dan Udin pun semakin bersemangat untuk mencumbu serta menjilati payudara dan vaginaku.
“Mbaaaak… Eenaaakk bangeeet rasaaa… Slurrrpp… Memeeeeknyaa…. Slurrpp… Slurrrpp…” puji Udin sambil terus menjilati vaginaku dengan penuh nafsu.
Sementara itu Dodo masih terlihat asyik menjilati dan mengisap puting susuku. Sambil meremas payudaraku dengan keras, sesekali Dodo juga menggigit dan menarik pelan puting susuku dengan giginya, sehingga aku merasa kesakitan sekaligus nikmat. Namun ketika Dodo mendengar Udin menikmati sekali menjilat vaginaku, Dodo pun tidak mau ketinggalan untuk merasakan cairan cinta yang terus menerus keluar dari vaginaku. Kemudian Dodo pun ikut ambil bagian untuk menjilati vaginaku.
Sekarang lidah mereka berdua menempel di pinggiran vaginaku seolah ingin berlomba untuk merangsangku. Sambil terus menjilati vaginaku, tangan mereka mengelus-elus kedua paha bagian dalamku. Mereka terus berusaha merangsangku lebih dan lebih lagi.
Aku semakin dibuat tidak berdaya dengan kenikmatan yang mereka berikan, rasanya seluruh klitorisku ditekan-tekan dengan rasa nikmat yang berbeda dari sentuhan jemari. Lidah mereka yang menyelusur mulai dari pahaku hingga kebibir kemaluan membuat tubuhku kian sensitif terbakar kenikmatan birahi yang tak tertahan, aku mendesah-desah nikmat.
“Sedaaap banget ya Din! Mana wangi lagi! Memek Mbak Tita emang nikmaaaaaat…!!” kata Dodo kepada Udin sambil melanjutkan mengecup dan menjilati bibir vaginaku.
“Hehehe… Bener kan apa kata gue Do? Gue suka banget sama rasa memeknya Mbak Tita… Sluuuurrpp… Udah wangi… Cairannya juga manis lagi!! Hhhhhhmhh…” Udin mengakhiri kata-katanya dengan menghirup lendir vaginaku.
Sesaat kemudian, aku melihat Udin melepas celana dalamku yang masih ada di ujung kakiku, kemudian menurunkan rokku hingga aku sekarang sudah bugil tanpa sehelai benangpun. Setelah selesai, Udin menyuruh agar Dodo menyingkir dari vaginaku.
“Minggir dulu sana Do! Sekarang gue pengen ngentotin Mbak Tita… Gue mau buktiin kalo kita bisa bikin dia puas!!” kata Udin dengan bersemangat.
Dodo pun menuruti saja apa yang dikatakan oleh Udin. Udin mengambil posisi duduk dengan kedua lututnya tepat ditengah-tengah kedua pahaku yang mengangkang. Dia memegang penisnya dan menempelkannya di bibir vaginaku. Dia mulai menggesekannya di bibir vaginaku, aku melenguh lagi dan aku seperti tersadar saat aku rasakan Udin mulai berusaha mendorong penisnya masuk ke dalam vaginaku.
“Mbak Tita mau kan nikmatin kontol Udin?” tanya Udin yang sekarang sudah dikuasai hawa nafsu.
“Ja-jangan dimasukin Din… Mbak nggak mau!” kataku bernada memohon.
“Udin udah nggak tahan pengen ngentot sama Mbak Tita…” kata Udin yang tetap memaksa memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.
Tapi walaupun mulutku berusaha mencegah, tapi tubuhku tidak berusaha menghindar saat Udin kembali berusaha mendorongnya. Akhirnya bagian kepala penis Udin berhasil menyeruak ke dalam vaginaku.
“Jangaaaaaaan… Auuuuughh… Aaaaaaaaahhh…” aku hanya bisa mendesah pasrah.
Udin kembali mendorongnya sampai penisnya mulai masuk setengahnya.
“Mbak udah nggak tahaan lagi! Masukiiinn semuaannyaa… Aaaaaaaaahh…” sekarang giliran aku yang meminta untuk disetubuhi.
Mendengar aku yang sudah terangsang berat, dia mendorong sekuat tenaga sampai akhirnya penisnya masuk semua ke dalam vaginaku. Badan Udin semakin menegang dan mengejang keras disertai teriakan ketika kemaluannya berhasil menembus ke dalam liang vaginaku yang masih sempit tersebut. Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di dalam lubang vaginaku, Udin mulai menggenjotnya mulai dengan irama perlahan-lahan hingga cepat.
“Uuhhh… Aaaanjing…!!!! Enaaak beneeer ngentotiiin Mbak Titaaaa… Aaaaaaaahhh…” teriak Udin.
Lendir pun mulai mengalir dari sela-sela kemaluanku yang sedang disusupi kemaluan anak itu. Rintihanku pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan Udin. Pelan-pelan Udin mulai mengeluarkan penisnya sampai ujung, kemudian mendorongnya lagi. Lama-lama aku semakin merasa nikmat. Dan sekarang aku merasakan nikmat yang teramat sangat, ketika penis Udin terus keluar masuk di vaginaku.
“Gimana rasanya dientot sama Udin Mbak? Enak kan? Jangan pura-pura nggak mau lah…!” tanya Udin yang semakin melecehkan aku.
Namun dilecehkan seperti itu bukan membuat aku marah, tapi malah membuat aku semakin terangsang.
“Aaaahhh… Aaaaaaahh… Teruuus Din…!! Nikmaaat bangeeet!! Ouughhh… Enaaaaaakk…” aku mendesah menikmati persetubuhan ini.
“Gimana rasanya ngentot sama Mbak Tita Din?” tanya Dodo yang dari tadi hanya melongo saja dengan nada penasaran.
“Nikmaaaat bangeeeet deh Do…!! Memeeeeknya enaaaaaakk!!” jawab Udin.
“Udiinnn…!! Aaaahhh… Aaaaaaahh!” desahku.
“Enak banget ngentot sama Mbak Tita!! Kapan lagi gue bisa ngentot sama cewek kantoran…!!” lanjut Udin sambil terus menyetubuhiku.
Saat itu aku sudah tidak perduli lagi dengan siapa aku disetubuhi. Aku benar-benar sudah pasrah dan sudah tidak merasa seperti wanita baik-baik. Kedua anak ini memang sudah merendahkan derajatku.
“Aaaaaah… Memek Mbak Tita emaaaang enak!!Aaaaaaahh Mbaaaakkk…” desahan Udin semakin mengencang.
Sementara aku melihat Dodo malah asyik menonton kami. Udin semakin cepat mengocok penisnya di vaginaku. Dia menekan penisnya semakin dalam dan semakin cepat. Tapi saat kukira Dodo hanya ingin menonton saja, ternyata ia tidak mau ketinggalan, penisnya menggantung tegak di hadapanku. Penis Dodo membuatku terbelalak, penis itu sudah begitu tegak dan lebih panjang dari ketika pertama kali aku melihatnya, meski tetap saja tidak terlalu panjang dan tebal.
“Mbak Tita kocokin kontol Dodo dong…” pinta Dodo dengan tidak sabaran sambil menarik tanganku ke arah penisnya.
Aku yang sudah terangsang mengikuti saja apa mau Dodo. Sementara aku sedang mengocok-ngocokan penisnya dalam dekapan tanganku yang halus, ternyata payudaraku masih menjadi mainan Dodo. Payudaraku diremasnya berulang-ulang sambil memainkan putingnya, menarik-narik semaunya membuatku merintih sakit bercampur nikmat diantara penis Dodo.
Tidak lama kemudian Dodo mengarahkan kepalaku ke arah kemaluannya dan berkata “Udahan pake tangannya Mbak…
Sekarang sepongin kontol Dodo yah…”
Ternyata tidak cukup puas dengan hanya dimainkan oleh tanganku, Dodo menyuruhku untuk menghisap penisnya. Kemudian aku membuka mulutku, lalu dengan bantuan tanganku aku menarik penis Dodo dan mulai menjilatinya dari bagian kepala hingga buah zakarnya. Aku terus melanjutkan dengan mengecup kembali kepala penisnya dan memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya.
Lidahku turun menjalari permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat penisnya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang belum ditumbuhi bulu-bulu sama sekali, buah zakarnya kujilati dan yang lainnya kupijat dalam genggaman tanganku.
“Cepet dong Mbak sepongin kontol Dodo… Jangan cuman dijilat-jilat doang…” perintah Dodo kepadaku.
Dodo kemudian memintaku untuk menghisap penisnya yang sudah basah dengan air liurku, aku mulai memasukkan penisnya itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati buah zakarnya. Sesekali pula ia menarik penisnya dari mulutku, dan memintaku menggunakan lidahku lagi untuk membelai seluruh batang kemaluannya. Sesekali aku menghisap buah zakarnya yang membuat Dodo melayang nikmat, sebelum kembali harus menikmati penis itu dalam mulutku. Akhirnya penis Dodo aku kulum semua karena ukurannya yang tidak terlalu panjang, sesuai dengan mulutku yang mungil. Aku terus menghisap penis itu dengan nikmat dan lidahku yang basah dan panas itu terus menjilati dengan cepat.
“Uuugghhh… Mbak jago bangeeeet nyepongnya…!” teriak Dodo menikmati setiap hisapan dan jilatanku pada penisnya.
Kulihat ekspresi Dodo meringis dan merem-melek waktu penisnya kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu semakin keras. Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokanku.
“Sluurrp… Sukaaa ya Do… Mbak isepin… Sluurrpp… Kayak gini? Sluurrrppp…” tanyaku sambil terus menghisap penis miliknya.
“Ouuuhhh!! I-iyah… E-enak bangeeet Mbak…” Dodo mengomentari apa yang kulakukan dengan penisnya.
Dodo tampak semakin menikmati, ia terus menyodok-nyodokan penisnya, aku berusaha menggunakan tanganku menahan pinggulnya namun aku tak berdaya, Dodo masih terus berusaha menyodok-nyodokan penisnya.
Di saat aku sedang sibuk mengulum penis Dodo, tiba-tiba Udin berteriak “Aaaaaaahh… Mbaaakkkk…!! Udiiin mauuu keluaaar…!!”
Aku yang kaget melepas kulumanku pada Dodo dan berteriak “Jangan keluarin di dalem Diinn…!! keluarinnya di luar ajaaa… Mbaak nggaaak mau haaa….” aku berusaha membujuk Udin di tengah kenikmatan yang melanda kami berdua.
Namun belum sempat aku menyelesaikan kata ‘hamil’, aku merasakan ada cairan yang menyemprot sangat banyak di dalam dinding vagina dan dirahimku.
“Aaaagggghhhhhhhhhh… Enaaak bangeeeet Mbaaak…!!” Udin melenguh panjang.
Berkali-kali Udin memuncratkan spermanya memenuhi cekungan liang senggamaku. Ia membiarkan batang penisnya tertancap dalam kemaluanku beberapa saat sambil meresapi sisa orgasme hingga tuntas. Sebelum akhirnya dia lemas dan penisnya tercabut dari vaginaku. Udin kini terbaring di sampingku karena kelelahan akibat pergumulan tadi.
Melihat Udin yang sudah terkapar, aku melanjutkan mengulum penis Dodo dengan posisi duduk. Sapuan lidah dan hisapanku membuat Dodo semakin terbang ke awang-awang dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajahku. Sesekali aku tersedak karena Dodo juga ikut menyetubuhi mulutku.
“Aaaaaaah… Sedooot teruuuus Mbak!” ceracaunya menikmati hisapan penisnya di mulutku.
Setelah beberapa lama kuhisap, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar. Aku semakin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Dodo semakin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur semakin cepat di mulutku.
“Aaaahh… Sssshhhh… Eeehhmmh… Dodooo keluaaarr Mbaakk…!!” desahnya dengan tubuh menggeliat.
Anak itu mendesah dan menumpahkan spermanya di rongga mulutku. Aku yang merasakan semburan dahsyat di mulutku tersentak dan kaget, cairan itu begitu banyak dan kental serta berbau tidak sedap. Aku sebenarnya ingin menarik mulutku dari penis Dodo dan memuntahkan spermanya. Namun pegangan tangan Dodo pada kepalaku keras sekali, sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian besar cairan putih kental itu. Kulirikan mataku ke atas melihat Dodo merintih sambil mendongak ke atas.
“Oooooohh… Teleeeen semuaaa pejuuu Dodo Mbaaaakk…!! Iyaaahh…!! Enaaaak…!!” Dodo melenguh keenakan sambil mengeluarkan isi penisnya sampai benda itu menyusut di mulutku.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi Udin, Dodo pun ambruk dalam posisi duduk. Wajahnya terlihat lelah tapi puas, badannya juga sudah bermandikan keringat. Sementara aku yang cukup lelah melayani dua anak ini, beristirahat sejenak dan mengambil posisi tidur di sebelah Udin. Karena belum merasakan orgasme lagi, aku menunggu inisiatif Dodo melanjutkan pekerjaan Udin untuk menyetubuhiku. Namun ternyata Dodo malah diam saja. Mungkin ia masih dalam kondisi lemas karena spermanya sudah keluar sangat banyak di mulutku.
Aku yang dilanda birahi tinggi jadi tidak sabar. Aku bangun dari tidurku, dan mencium bibir Dodo dengan penuh nafsu hingga bibirnya basah. Tanpa diperintah, lidah Dodo menari-nari di bibirku. Lidah itu kemudian menjulur ke dalam mulutku. Aku yang tidak perduli dengan bau mulut Dodo yang tidak sedap, malah membuka mulutku dengan lebar dan membalas mengisap lidah Dodo dengan penuh gairah. Dodo merangkul leherku dan mulutnya benar-benar beradu dengan mulut milikku. Air liur kami saling bertukar. Aku menelan liur Dodo sementara Dodo menelan liurku penuh selera. Kami saling berpagutan dalam posisi duduk selama kurang lebih 10 menit.
Merasa sudah cukup untuk membangkitkan gairah Dodo kembali, aku dorong dodo yang dalam posisi duduk sampai Dodo terjatuh dalam posisi terlentang. Aku duduk di atas paha Dodo, dan memegang penisnya yang masih dalam keadaan tegang kemudian mengarahkan ke vaginaku yang masih belepotan sperma Udin dan bercampur dengan cairan pelumas vaginaku. Jadi aku sekarang sedang berada dalam posisi ‘Woman On Top’. Aku mulai mendorong pantatku ke bawah setelah ujung penis Dodo tepat di mulut vaginaku.
“Aahhhhhh… Dodooo…!!” aku mulai mendesah.
Penisnya Dodo agak susah masuk, karena walaupun badannya lebih pendek dari Udin, tapi penisnya ternyata masih lebih besar dari punya Udin. Kemudian Dodo membantu dengan mendorong pantatnya sendiri ke atas, dan akhirnya penis Dodo masuk seluruhnya ke vaginaku. Aku mulai naik turun diatas tubuh Dodo, dan tangan Dodo pun secara naluriah mulai meremas lagi payudaraku yang bergoyang-goyang karena hentakan tubuhku.
“Aaahhh Dooo.. Mbaaak ngerasaaa enakk bangeeeettt… Aaaaaaahh….” aku tidak tahan untuk tidak mendesah.
Sampai sekitar 15 menit di dalam posisi itu, aku melihat dodo sudah mulai mempercepat dorongan pantatnya ke atas. Sepertinya Dodo sudah akan mencapai orgasme untuk kedua kalinya. Akupun tidak mau kalah, aku bergerak semakin cepat biar dapat mencapai orgasme bersamaan.
“Mbaaakkkkkk…. Aaahhhhhhhhhh Dodo mauuu keluaaaaar laagiiii Mbaaaaakkk…” Dodo berteriak.
“Tahaaan seeebentar lagi Doo…! Mbak juga bentaaarr lagiii jugaaaa keluaaarrr…. Aaaaaghhh….” aku semakin merasa nikmat.
Tak lama kemudian, akhirnya tubuh Dodo pun mengejang keras. Dan akhirnya ‘croooott croottt…’ lagi-lagi rahimku ditembak banyak sperma tapi kali ini milik Dodo. Akupun merasakan orgasme untuk yang kedua kalinya . Badanku lemas dan jatuh di atas tubuh Dodo, dengan penisnya masih di dalam vaginaku. Aku sempat melirik ke arah samping, dan melihat Udin yang sedang tertidur pulas.
“Dasar anak kecil!! Udah keenakan langsung tidur deh…” bathinku.
Setelah agak kuat aku bangun dari atas tubuh Dodo. Aku mengambil tasku dan meraih tissue basah dari dalamnya. Aku membersihkan vagina dan pahaku yang sudah banjir dengan sperma kedua anak itu dengan tissue itu. Aku mengambil dan memakai kembali celana dalam dan rokku yang berserakan, kemudian aku meraih bra dan kemejaku yang sudah lumayan kering. Setelah berpakaian lengkap aku pun berpamitan.
“Dodo, Mbak Tita pulang dulu yah. Tolong bilangin ke Udin kalo dia udah bangun…” aku berpamitan dengan Dodo.
Dodo mengiyakan dengan wajah kecewa. Mungkin dia merasa tidak akan pernah mengalami situasi seperti ini lagi. Tapi siapa yang akan pernah tau? Namun satu hal yang pasti, baik bagi Dodo maupun Udin, mereka tidak akan pernah bisa melupakan pengalaman yang didapatnya dariku. Pengalaman itu pasti akan menjadi kesan tersendiri dalam kehidupan mereka berdua.
“Makasih ya udah ngebolehin kami berdua ngentotin Mbak Tita…” kata Dodo yang hanya aku hanya jawab dengan anggukan kepala saja.
Aku pun bergegas berjalan ke luar rumah, ternyata hujan masih belum reda, walaupun hanya tinggal gerimis kecil saja. Namun aku harus memberanikan diri untuk pulang, kalau tidak pasti nanti kedua anak itu minta yang aneh-aneh lagi. Kemudian aku setengah berlari menuju ke arah jalan raya sambil menutupi kepalaku dengan tas.
Tidak berapa lama setelah sampai di jalan raya, angkot yang menuju rumahku sedang lewat. Di dalam angkot aku melihat ke jam tanganku, dan waktu sudah menunjukkan pukul 9 kurang. Tidak terasa sudah lama sekali aku menghabiskan waktu di rumah itu. Aku juga melihat HP-ku sudah ada banyak missed call dan SMS dari pacar serta ibuku. Ternyata selagi aku ‘bermain’ dengan Udin dan Dodo, aku tidak sadar kalau HP-ku bergetar, mungkin karena aku sangat menikmatinya. Aku membalas SMS mereka dan menjelaskan bahwa tadi aku sempat berteduh dahulu sambil menunggu hujan reda, dan aku tidak berani membalas SMS atau mengangkat telepon dari mereka karena takut dijahati. Semoga saja mereka berdua tidak curiga karena tidak biasanya aku belum pulang sampai semalam ini tanpa memberitahu terlebih dahulu.
Sesampainya di rumah aku langsung mandi untuk membersihkan diriku. Selagi mandi sebenarnya aku menyesali, kenapa harus kedua anak jalanan itu yang memuaskan birahiku. Itulah pertama kalinya aku bersetubuh dengan laki-laki selain adikku. Untung saja aku tidak hamil dari perbuatanku dengan anak-anak jalanan itu. Lain kali aku akan menceritakan pengalaman-pengalamanku yang tidak kalah mendebarkan.
TAMAT.