2. Gairah Wanita MetroTV - Githa Nafeeza
Dua hari setelah acara di villa Mr. Robert, dia menelepon aku dan Mr.
Robert sangat senang dengan pelayanan yang baik dari Sumi Yang, yang
juga adalah majikanku. Tetapi yang jadi aku pusing dua minggu ke depan
dia ingin melakukan hal sama, kali ini Mr. Robert ingin dua orang
sekaligus. Sambil menunggu Sumi yang sedang siaran akupun iseng
jalan-jalan di studio Metro TV, di sebuah studio aku melihat Githa
Nafeeza sedang memandu acara Public Corner dan mewawancarai dua orang
tokoh masyarakat.
“emmhhh…nih cewek kayanya pas banget kalau kujadikan budak seks seperti Non Sumi”, pikirku saat itu.
Saat break shooting aku meminta kepada Sumi untuk mengambil barang
pribadi Githa. Entah itu berupa lipstik, bedak tapi yang paling ampuh
adalah celana dalam yang sudah dikenakan oleh Mbak Githa. Ternyata tidak
terlalu sulit buat Sumi mendapatkan celana dalam rekan kerjanya itu.
Ketika sedang break Githa, sesuai yang kuharapkan, mengganti CD-nya
karena merasa kegerahan di sekitar selangkangan. Sumi yang terakhir
berada di ruang ganti dapat mengambil CD Githa dari tumpukan
barang-barang pribadi miliknya dan memasukan barang itu ke dalam tas
miliknya. Tugas Sumi hari itu hanya sampai jam lima sore, bersamaan
dengan berakhirnya jam kerja sebagian besar kru dan karyawan, termasuk
Githa, setelahnya ia pun memintaku mengantarnya pulang
“Eh… Githa, ada yang mau minta foto bareng nih!”, kata Sumi menyapa
Githa di tempat parkir, dan memang mobil yang kami berdekatan
“Siapa….?”, senyum manis menghiasi mulut mungilnya seperti biasa tampil di layar kaca
“Ini, Mang Parno supirku, katanya pengen kenalan dan minta tanda tangan,
mbak Githa penyiar favoritnya Mang Parno loh!”, jawab Sumi sambil
tersenyum.
Githa pun kemudian mendekat ke mobil yang kami tumpangi dia menyapaku
ramah dan mengajakku berfoto dengan kamera pada ponselku. Dengan senang
hati aku pun mengeluarkan ponselku dan meminta Sumi memotret kami
berdua.
“Ok, udah ya Mang Parno, terimakasih sudah menjadi penggemar saya”, senyum manis Githa tetap menghiasi wajahnya.
“Terima kasih Non Githa atas fotonya…”, jawabku sambil menyalaminya,
tetapi cuma sebatas jari tangan yang bersentuhan dan itu pun tidak lama,
tetapi bagiku cukup untuk meluncurkan gendam pertamaku padanya.
“Sumi…, aku duluan ya...ada perlu dulu nih!” Githa melambaikan tangan kemudian pergi meninggalkan kami dengan mobilnya.
“Bagaimana barang yang aku pesan sudah kamu dapatkan?”, tanyaku kepada Sumi sambil mengendarai mobil menuju apartementnya
“Ini saya dapatkan tuan…., celana dalam milik mbak Githa…”, senyum genit dari Sumi tampak menghiasi bibirnya.
“Bagus, gadis penurut…”, jawabku.
“Tuan, tapi tuan harus memberikan hadiah buat Sumi, Sumi ingin dipuaskan
kembali oleh Tuan”, sambil tangannya menjamah penisku dan memandangku
dengan manja.
“Emmhhh… nanti sesampainya di apartement kamu akan mendapatkanya Sumi…,
lonteku…”, jawabku sambil memacu mobil ke arah apartement Sumi.
Sesampainya di apartement kami berdua langsung menaiki lift menuju
lantai sebelas yang merupakan tempat apartement Sumi. Setelah kita
berdua memasuki apartement dan mengunci pintu. Sumi yang tampak sudah
sangat horny, langsung memagut bibirku dan mencium bibirku dengan ganas.
Akupun membalasnya dengan tak kalah ganas. Tiba-tiba ia melepaskan
ciumannya.
“Tuan…., Sumi mau menagih hadiah dari tuan”, tatapnya manja dan sambil
melepaskan blazer, disusul kemeja di baliknya dan rok selututnya hingga
tinggal tersisa pakaian dalamnya yang berwarna pink. Perlahan Sumi
melepas bra dan berjalan ke arahku dengan genitnya kemudian mendorong
tubuhku sampai terduduk di sofa. Kemudian ia bersimpuh di antara
selangkanganku, membuka celanaku dan celana dalamku.
“Emmmmhhhh…. Wangi tuan”, Sumi dengan tingkah binalnya menghirup celana
dalamku yang bau tapi bagi Sumi itu merupakan sensasi tersendiri
untuknya.
Perlahan ia mulai mengocok penisku, mulutnya mengulum buah pelirku “ssrruuuppp…..”, sambil terus mengulum buah pelirku.
“Emmmhhh…. Bagus Sumi…. Enak…. Jilat terus kontolku”.
Sumi menghentikan kocokannya dan menjilat penisku dari arah bawah ke atas dan sebaliknya,
“Ahhhh… iya nikmat begitu…. Terus…”,
Sumi meneruskan perbuatannya dengan terkadang memainkan ujung lidahnya
di lubang kencingku sambil mata binal Sumi menatap ke arahku.
“Acckkhhhh…..nikmat saying!!”, desahku menahan nikmat.
Aku yang sudah mulai tak kuat karena permainan Sumi, kemudian meremasi
rambut si penyiar cantik itu dan memaksanya untuk memasukan penisku ke
mulutnya. Kepala Sumi aku tekan sampai rongga mulutnya dipenuhi oleh
penisku dan kepala Sumi mentok di selangkanganku.
“Ini yang kau mau Sumi….. kamu mau kontol….ini aku berikan…..terima ini
lonte!”, sahutku sambil menjejali mulutnya dengan penisku dan memaju
mundurkan kepalanya.
“uuuuhh…. Srrruupppppp…….”, itu yang terdengar dari mulut Sumi, ia
sendiri tampak pasrah tetapi tampak juga menikmati apa yang aku lakukan,
lidahnya bergerak dengan lincah memanjaka penisku selama kurang lebih
sepuluh menitan.
Setelah itu aku menghentikan kegiatanku dan melepaskan kemudian aku
balikkan tubuh Sumi dengan kasar dan menarik pinggangnya sehingga
pantatnya terangkat ke atas. Dengan kasar penisku menembus anus dari
Sumi.
“Accckkkhhhhh!”, erang Sumi dengan kepala terdongak ke atas.
“Kamu suka disodomi Sum? kamu menginginkan begini? bool kamu sempit”, kataku sambil terus menggenjot Sumi.
“Acckkkkhhh.. iya Sumi suka….acckkhhh lebih cepat lagi”, balas Sumi sambil tangan kanannya memainkan klitorisnya sendiri.
Kutarik ikat rambutnya hingga terlepas dengan sehingga rambut Sumi
tergerai panjang sebahu. Kemudian rambutnya kujambak dan kutarik ke
belakang sehingga kepalanya terdongak, kemudian kuciumi leher jenjangnya
sambil terus menggenjot anusnya.
”Acckkhhhh …. terus entotin saya sayang!”, kata Sumi menikmati
sodokan-sodokan diriku sambil matanya merem-melek, sementara tubuh kami
berdua sudah sangat berkeringat.
“Kamu cantik sayang…, tubuh dan rambutmu benar-benar wangi”,
Sumi kemudian kubalikan badannya hingga menghadap kepadaku. “bener-bener mantap”, ucapku lagi.
Sumi meresponnya dengan mencium bibirku dengan pagutan yang benar-benar ganas.
“Masukin kontol tuan ke memek Sumi yah!”, ucapnya penuh nafsu
Sumi kemudian kubopong ke kamarnya, ia tampak tersenyum manis. Setelah
kulepaskan tubuhnya, aku berbaring di tempat tidurnya empuk.
“Silahkan masukan kontolku ke memek kamu!”, Sumi tersenyum manis
kemudian menaiki tubuhku, kakinya direnggangkan dengan perlahan Sumi
memasukan batang penisku ke vaginanya.
“Acckkkhhhhh…….Emmmhhh…..”, Sumi mendesah ketika penisku memasuki
vaginanya, kemudian Sumi mulai bergerak naik turun dan payudaranya ikut
berguncang, “Acckkkkhhh nikmat banget kontolmu…saya suka banget ma
kontol tuan”,
Gerakannya semakin cepat, akupun meraih payudaranya dan kuremasi
sepasang gunung yang montok itu. Hal itu membuat Sumi semakin semangat
menaik turunkan badannya. “pllok…. Plokkk…plokkk”, itu yang terdengar
ketika ia memacu tubuhnya di atas penisku.
“Acckkkhhhh enak Sumi…., kamu memang lonte berbakat!”, ucapku kepada Sumi.
Sementara pinggulku ikut bergerak berlawanan arah dengan gerakan Sumi,
maka semakin menancaplah penisku di dalam vaginanya. Sementara gerakan
Sumi yang semakin tidak terkontrol, bagaikan seekor kuda liar dan tak
lama kemudian,
”Accckkkhhhhh…….saya keluar!”, tubuh sang penyiar cantik itu mengejang,
badannya melengkung ke belakang dan cairan cintapun meleleh dari
vaginanya, kemudian tubuhnya roboh di sebelahku dengan bersimbah
keringat dan rambut acak-acakan.
Sementara aku yang belum mencapai orgasme segera berdiri ditarik tubuh
Sumi ke pinggir ranjang, kemudian kaki jenjangnya diangkat dan di simpan
di pundakku, sementara penisku langsung menerebos masuk liang vagina
Sumi dan “
Acckkhhhh…… sudah cukup tuan Sumi masih cape.”,
Tapi tidakku pedulikan ucapannya
“Kamu ingin kontol… ini rasakan kontolku!”, dengan gerakan cepat aku hujamkan penisku di antara selangkangan Sumi.
“Acckkkhhhh….ammmppuuunnn….. suuuddahhh …. saya….caaapppe!!”, erangnya
dengan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan, dan tangannya meremas kain
seprai.
“Gua belum keluar…. Lonte lo harus memuaskan diriku!”. kataku dengan
bertambah bringas menyetubuhinya dan Sumipun tampak pasrah menerima
siksaan birahi.
Dan tak lama kemudian “Acccckkkhhh!!”, tubuh Sumi kemudian mengejang dan
kembali cairan cintanya menyembur. Setelah itu giliranku
“Acckkkhhhh…. Enak…..”, keluarlah spermaku, bercampur dengan cairan cinta Sumi di dalam vaginanya.
Kulepaskan penisku dari dalam vagina Sumi. Tubuh Sumi tampak lemas dan
menggigil dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Kemudian kuangkat dia
ke atas ranjang dan kubaringkan. Kuselimuti tubuh telanjang itu
kemudian aku keluar dari kamarnya. Saat itu jam telah menunjukan jam
setengah sebelas malam. Kuambil celana dalam milik Githa Nafeeza dari
dalam tas Sumi, kucium celana dalam itu,
“Emmhhh wangi juga memek Githa”, kataku dalam hati.
Aku pergi ke dapur mengambil tempat dupa dan dupanya. Semua sudah
kupersiapkan dupa, celana dalam Githa, dan ponselku yang telah
menampilkan fotonya. Kemudian akupun memulai ritual untuk mengguna-gunai
Githa Nafeeza.
***************************
Kediaman Githa Nafeeza
Presenter cantik itu sedang lelap tertidur, tetapi terlihat dalam tidurnya ia tampak gelisah,
”Ohh…..tidak…., Ohhh… Jangan!!”, itu yang terdengar dari mulut Githa,
sementara dalam kegelisahan dalam tidurnya ia melepaskan semua pakaian
dan memainkan puting dan vaginanya sendiri. “Ohhh enaakkkk…. Ooohhh
jangan….”,
Dirinya semakin acak-acakan, rambutnya yang panjang memperindah
pemandangan tersebut. Githa melakukan itu dalam tempo sepuluh menit
sampai akhirnya “Ohhhhhhhh…..”, cairan cinta keluar dari vaginanya
pertanda ia mencapai orgasme karena mimpinya. Tetapi setelah itu dia
tertidur pulas kembali, sampai ketika adzan subuh berkumandang Githa
tampak kebingungan karena dia tertidur dengan telanjang dan tanpa busana
sehelaipun dan mendapati seprainya yang basah, ia terdiam di tempat
tidurnya, kemudian mencium bau sepreinya,”bau amis…”, sambil kemudian
mencolek vaginanya sendiri dan mengenai klitorisnya.”Emmmhh….Acckkkhh…”,
Githa merasa kegelian terangsang oleh dirinya sendiri.
“Emmhh baunya sama…, apa semalam aku masturbasi…, ahh peduli amat yang
penting sekarang aku mandi”, ucap Githa dalam hati dan kemudian beranjak
dari ranjang menuju kamar mandinya.
Setelah menyelesaikan aktifitas pagi harinya, Githa meraih BB yang
tergeletak di meja riasnya. “hari ini ga ada siaran….., apa aku main ke
apartemen Sumi ya?”, pikirnya sambil menimang-nimang BB miliknya dan
berkaca.
Kemudian Githa memencet nomor Sumi. Sementara saat itu Sumi sedang menyiapkan sarapan, ketika BB miliknya berbunyi.
“Sum… tuh BB-mu bunyi…!!”, kataku sambil menonton TV, dan kebetulan BB
Sumi berada di meja di hadapanku. Sumi segera mengambil BB miliknya,
”Hai Tumben pagi-pagi udah nelepon…ada apa nih mbak Githa?”sapa Sumi di ujung telepon.
“Emmhh Nggak ada apa-apa, sekarangkan lagi ga ada siaran apa-apa, aku pengen main ke tempat kamu nih”
“Ohhh… sillakan aja….hari ini aku juga ga siaran kok, mo jam berapa?”, jawab Sumi sambil berusaha menjauhkanku dari tubuhnya.
“Jam sembilanan… bisakan??” jawab Githa di sana.
“Acckkkhhh….boleh…… kesini aja”, ucap Sumi sambil meringis karena putingnya kugigit.
“Kenapa Sum?”, tanya Githa keliatan bingung karena Sumi mengaduh.
“Nggak apa-apa kakiku nih tersandung meja”, ucap Sumi asal,
“Ohh ya udah sampe ketemu ya…”, sahut Githa
“Ok…”, kemudian mereka berdua menutup BBnya masing-masing.
“Tuan nakal ya….mengganggu telepon aja.”, ucap Sumi sambil matanya mendelik tetapi dengan tingkah genitnya.
“Mang telepon dari siapa..???, sampe aku nggak boleh mengganggu”, sambarku sambil memilin-milin puting Sumi.
“Acckkkhhh….dari Githa….. Acckkkhhh…..”, jawab Sumi yang mulai terangsang.
Kemudian kita berdua melakukan fast sex di ruang tamu. Sementara itu di
kediaman Githa, ia tampak sedang bercermin, rambutnya yang terurai dan
balutan kimono yang menutupi tubuhnya.
“Emmhhh apa yang kulakukan tadi malam ya…”, fikiran Githa menerawang ke
kejadian semalam. Kemudian Githa Setiana membuka kimono, terpampang
indah payudara, lekuk tubuh dan kemaluannya yang tertutupi oleh
bulu-bulu halus di selangkangnya dan memang Githa selalu memotong bulu
kemaluannya hingga rapi
“Emmhh tubuhku bagus”, kata Githa sambil tersenyum, kemudian ia meremas
sendiri payudara kanannya dan tangan kiri memainkan bagian vagina,
“Emmmhhh……Enak…..ahhhhh”, Githa segera mengakhiri perbuatanya.
“Emmhh, kenapa aku menjadi begini….???”, tanya Githa dalam hati, ia
tidak mengerti kenapa birahinya agak tak terkendali hari ini,. “Ahh
sudahlah aku harus ke rumah Sumi sekarang.”.
Kemudian Githa pun mulai mempersiapkan diri untuk berangkat ke rumah
Sumi. Ia memilih memakai kaos casual warna merah dengan celana panjang
yang mencetak bentuk pahanya yang ramping. Githa tampak anggun dalam
balutan busana tersebut, lebih santai dibandingkan penampilannya yang
biasa terlihat di layar televisi. Setelah semuanya siap, Githa pergi ke
rumah Sumi Sefira dengan mempergunakan taxi yang dipesannya di lobby
tempat kediamannya.
Sesampainya di kediaman Sumi, Githa langsung memencet bel di lantai bawah.
“Sum...ini aku,Githa” sahutnya di depan intercom dekat pintu itu.
“Oh ok ayo naik aja!”, balas Sumi
Githa pun naik lift menuju kamar Sumi setelah diberi akses masuk oleh
temannya itu. Pintu diketuk, aku membukakan pintu karena saat itu Sumi
sedang di toilet.
“Ehh.. ada Mang Parno….!!!”, senyum manis mengembang di bibir tipis penyiar cantik tersebut.
“Iya Non, Mamang juga baru datang”, jawabku asal sambil tersenyum membalas.
Tak lama kemudian Sumi keluar dengan balutan kaos putih tanpa lengan dan
hotpants biru tua. Sungguh penampilannya saat itu sangat membangkitkan
gairah, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas terutama sepasang pahanya
yang mulus itu, ditambah lagi bra warna kremnya tampak tercetak dari
balik kaosnya yang agak ketat.
“Ehh… udah datang ya…!!”, senyum menghiasi keduanya kemudian saling mencium pipi masing-masing.
“Eh tunggu disini ya… aku mau ke mini market di bawah dulu, bentar aja
kok… Mbak Githa ditemeni sama Mang Parno dulu”, kata Sumi,
“Loh aku datang kamunya kok pergi sih…aku ikut aja ah??”, jawab Githa
“Sudah disini aja kesian tuh Mang Parno dah nyiapin minuman entar keburu
dingin, tunggu yaa” jawab Sumi sambil tersenyum dan kemudian bergegas
pergi.
Githa pun akhirnya mengiyakan saja ketika Sumi meninggalkannya di kamar
bersama denganku. Kelihatannya ia masih risih berduaan di kamar dengan
pria, terutama pria kelas bawah seperti aku ini. Tapi kemudian dia duduk
di sofa tempat aku bercinta dengan Sumi. Githa tampak seperti melamun,
fikirannya menerawang kekejadian semalam, tanpa sadar ia melihat ke
selangkanganku yang memang tidak menggunakan celana dalam. Tampak
tonjolan penisku yang tertutup oleh celana.
“Ini, Minumannya Mbak…”, kataku kepada Githa yang sedang asik melamun.
“Eh…. Penis….penis… eh Minumnya… makasih”, Githa yang kaget karena
sedang melamun, ucapan menjadi melantur, mukanya memerah malu, “uhhh
kenapa tiba-tiba aku ngomong begitu…???”, fikir Githa.
Aku tersenyum ketika itu, guna-gunaku telah mengenai Githa
“kenapa mbak Githa…, mbak Githa pengen liat kontolku?”, tanyaku kepada Githa yang terduduk di sofa.
”ohh… tidak…..jangan….eh…. iya…..”, jawab Githa, mukanya merah padam
berusaha menguasai dirinya. “ahh kenapa aku ini”. bathin Githa, ia
bingung tapi seolah tidak dapat beranjak pergi dari hadapanku.
“Ini mbak kontolku…”, kataku seraya memelorotkan celanaku, penisku langsung tegak mengacung ke hadapan wajah cantiknya
”Acckkhh tidak….jangan….”, Githa menutup matanya dengan sebelah tangan,
sedangkan tangan yang satunya berusaha menahan aku supaya tidak maju.
Tetapi yang terjadi malah tangannya mencengram penisku dan seolah mengocok penisku.
“Katanya tidak mau…!!!, tapi kok dikocok…. Hahahaha…”, kataku sambil tertawa mengejek apa yang dilakukan oleh Githa
Dia lalu melepaskan penis yang digengamnya, ingin rasanya ia lari, tapi entah mengapa tubuhnya seolah tidak dapat bergerak.
“Emmhh jangan aku tidak mau….”, mata Githa terpejam, terlihat tetesan
air mata dari matanya, ketika penisku pukul-pukulkan di mukanya.
Aku menghentikan aktifitasku, sesaat kemudian Githa membuka mata, dan terkaget melihat batang penisku tepat di hadapan bibirnya.
“Ahhh tidak…., aku tidak mau dipaksa!”, tetapi yang terjadi malah
sebaliknya, ia membuka mulutnya dan memasukan penis itu ke dalam
mulutnya kemudian kepalanya melakukan gerakan maju-mundur.
” Ohhh…kenapa aku ini…..”, bathin Githa Setiana bergelut tak mengerti, antara keinginan otak dan perbuatan tidak sejalan.
“Lo bakat juga nyepong kontol…, suka kontol ya Mbak? , kataku sambil melepas penis dari mulutnya.
“Emhh tidak… aku tidak mau….kumohon jangan…”, balas Githa saat itu.
“Jangan apa?”, tanya balik dariku.
“Kumohon jangan perkosa aku…”, jawab Githa dengan mengiba.
“Hahaha…., kamu tidak ingin di perkosa tetapi tubuhmu berkata lain…,
tidak enak ngentot sambil pake baju, lebih baik kamu buka baju dan
telanjang di hadapanku“ kataku kepadanya.
“Tidak…. Aku tidak mau…. Tolong jangan…aku tidak mau membuka baju”, tetapi keinginannya berbeda dengan apa yang dilakukannya
Githa tiba-tiba berdiri, membuka kaosnya sehingga terlihat bra biru muda
di baliknya, kemudian ia membuka sabuk dan resleting celananya. Di luar
kendalinya, ia memeloroti sendiri celana panjangnya itu.
“Ohh kenapa aku jadi begini? Apa yang terjadi padaku?” jerit bathin Githa
Kini yang tersisa di tubuh Githa tinggal pakaian dalamnya saja. Kemudian
ia kembali duduk, dengan posisi kaki naik ke atas sofa dan mengangkang,
seolah-olah ingin memamerkan selangkangannya yang masih tertutup celana
dalam. Tangannya mengelus bagian segitiganya seolah menantangku untuk
menggarapnya.
“Hiks…. Tolong jangan perkosa saya!”, ujar Githa memohon kepadaku.
“Hehe… jangan perkosa kok malah telanjang?? Mbak Githa pengen ngerasain
kontol saya dimana nih…!! Hehehe….”, ujarku sambil menertawakan apa yang
dilakukan penyiar cantik tersebut sambil mengacung-ngacungkan penisku
di depan wajahnya.
Muka Githa Nafeeza terlihat merah padam mendengar ucapkan, tapi otak,
badan dan hati tidak sejalan, malah ia sempat membalas pertanyaanku,
“Masukin ke memekku …, aacckkhh tidak…. Jangan…..”, ucap Githa meralat.
“Ohh Tuhan apa yang terjadi dengan diriku”, air mata Githa meluncur di
pipinya.
Aku mendekati Githa, lalu kucium leher jenjangnya, sementara tanganku meraih payudaranya kuremas-remas dengan kasar.
“Tubuhmu wangi sayang…., toketmu juga kenyal”, ujarku sambil melanjutkan
aktifitasku, kali ini tanganku menyusup ke balik cup branya dan meremas
daging kenyal di baliknya yang berkulit halus itu. Kuturunkan cup
sebelah kanannya sehingga terlihatlah payudaranya yang sedang dengan
puting kecoklatan itu. Langsung kukenyot payudara itu dengan gemas dan
kadang kugigit putingnya. Sedangkan tanganku turun ke selangkangannya
dan masuk ke balik celana dalam lalu mengaduk-ngaduk dan mendapatkan
klitorisnya dan memainkan daging kecil yang sensitif itu dengan kasar.
Mata Githa terlihat sembab,
“Acckkhhh… jangan ….. teruskannn… jangan… sudah… sudah…..”, dengan nafas
tersengal-sengal Githa memintaku menghentikan aktifitasku yang semakin
menjadi.
“Kamu ingin dientot.. ya sayang…?”, kataku di dekat telinga Githa sedang tanganku tetap memainkan klitorisnya.
“Ehhh….. enggakkk….. jangan…..”, pinta Githa kepadaku dengan kondisi tubuh yang makin terangsang.
“Jangan..??, tapi memek kamu berkata lain.. lihat becek begini….”,
ujarku dengan nada mengejek sambil menarik keluar tanganku dan
memperlihatkan jari-jariku yang basah oleh cairan cinta miliknya.
“Aaaaahhh Mang!!” Githa menjerit kecil ketika tubuhnya kutarik lalu kudorong dadanya hingga ia terbaring di sofa itu.
Buru-buru aku menarik lepas celana dalamnya sehingga vaginanya yang
berbulu rapi itu terlihat jelas. Ia malu-malu dan menutupi bagian itu
dengan tangannya. Reaksi itu justru menaikkan nafsuku terhadapnya.
Kutepis tangannya lalu kuarahkan penisku ke vaginanya yang sudah becek
“Acckkkkkkhhhh….. sakit….. sakit…jangan Mang, saya mohon”, jerit Githa
sambil tangannya berusaha menahan tubuhku, kepala penisku sudah memasuki
vaginanya.
”Acckkhhh peret sekali memekmu sayang…”, ujarku sambil berusaha berusaha mempenetrasi vaginanya
“Acckkkkhhhhhh…. Sakkkiiitttt…… ammmmppuunn….”, jerit Githa, tulangnya
serasa remuk, menahan sakit yang teramat sangat ketika aku masukan
seluruh penisku ke dalam vaginanya sampai buah pelirku beradu dengan
selangkangannya.
Kudiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. Kemudian kugenjot kasar vagina Githa
“Acckkkhhhh… ammpuunn…. Sudaahh…”, Githa berusaha untuk melepaskan
penisku dari dalam vagina, namun yang terjadi malah genjotan yang
berlawanan sehingga penisku semakin masuk kedalam vagina Githa. “Accchhh
…peret….. enak sekali…Memekmu…..”, ujarku dengan terus menggenjot
vaginanya.
Sementara wajah Githa semakin sayu, tubuhnya melemah “ooohhhh…
tidakkk….aaccchhhh …. Enakkk…. Yah….. masukin kontolmu …..”, dalam
bathin Githa menjerit minta ditambah genjotannya. Githa merasakan
gempuran penisku yang keluar masuk vaginanya hingga 10 menit kemudian.
“Acckkkkkkkhhhhh!!”, tubuh Githa mengejang kemudian melemah kembali, ia orgasme yang pertama kalinya.
Aku keluarkan penisku, tampak cairan cintanya berleleran deras hingga membentuk untaian dengan penisku.
“Emmhhh ternyata sama saja, gak lonte, ga penyiar...kalo sudah konak semua juga becek hehehe…”, ejekku kepada Githa
“Tidak….aku bukan lonte… aku bukan pelacur!!”, ucap Githa berusaha mengkonforntasi ucapanku.
“Hahahaha…. Kita buktikan…. Kalo lo memang pelacur!”, ucapku di depan
mukanya, “kalo lo pelacur… lo akan mengikuti aku ke kamar Sumi dengan
merangkak.., tapi kalo lo bukan pelacur lo akan mengambil pakaianmu dan
pergi dari sini” ucapku sejurus kemudian.
Aneh dan tidak habis fikir Githa, dia yang menginginkan mengambil
pakaiannya malah mengikutiku ke kamar Sumi dengan cara merangkak.
“Hahahaha…. Ternyata kamu merasa jadi pelacur….sekarang naik ke atas ranjang dan berbaring!!”, perintahku kepada Githa
Dengan tetap merangkak ketika menaiki ranjang Sumi. Kemudian aku
mengambil dua buah sabuk milik Sumi, kuikat tangan Githa ke ujung-ujung
ranjang. Ia tampak kembali menangis,
“Tenang sayang…, kamu akan merasakan siksaan birahi yang paling
nikmat…”, kemudian aku berpindah ke antara selangkangan Githa, kuangkat
sebelah kakinya dan kusampaikan di pundakku, kemudian kuarahkan penisku
ke vaginanya kembali.
“Emmhhh Memek kamu peret sayang….., kontolku susah sekali masuk….”, aku
kembali memasukan penis dan menggasak liang kewanitaan Githa dengan
kasar.
“Acckkkkhhhh…..eemmmhhhh…….ohhh…”, erang Githa ketika liangnya
kusodok-sodok, tampak ia semakin pasrah menerima sodokan-sodokanku dan
birahinya pun kembali membara.
“Bagaimana sayang rasanya di entot kontolku….kamu suka?”, tanyaku kepada Githa.
“Acckkkkhhhh…Iya….. aku suka…..aku suka kontolmu……terus…aacckkhhh”, jawab Githa di tengah birahi yang semakin tidak terkontrol.
“EEmmmhhhh….. Kalo gitu kamu pelacur… lonte yang ingin di entot kontol
laki-laki…”, aku mencoba untuk mempengaruhi akal dari Githa dan
menjatuhkan harga dirinya ke titik terendah,
“Acckkkhhhh… aku bukan… aakkhh lonnteee…, jangan aaannggkkk pangggiill aku lonnntttee!!”
Aku menghentikan sodokan membuat birahinya jadi mengambang,
“Jika lo ingin dientot lagi, lo harus ngaku bahwa lo lonte…”, kataku kepadanya.
“Iya…. Aku… Lonte….. Githa Mohon …. Entotin lagi memek Githa….”, aku
tersenyum penuh kemenangan dan kembali menggenjot tubuh Githa yang sudah
basah karena keringat.
Sementara itu, Sumi sudah sampai di depan pintu, kemudian mengambil kunci dan memasuki apartemen,
”Pada kemana nih …?”, Sumi kemudian menyimpan belanjaannya di atas mini bar
Ketika melirik ke arah sofa, tampak pakaian Githa dan pakaianku
berserakan. Sumi tampak tersenyum, dia mendengar suara desahan dan
erangan dari dalam kamarnya.
“Apa yang sedang kalian lakukan…!!!”, kata Sumi berpura-pura ketika membuka pintu kamarnya yang tadi setengah tertutup.
“Acckkhhh aku lagi ngentot mbak Githa…., katanya mbak Githa pengen dientotin nih”, jawabku sambil terus memompa vagina Githa
”Acckkhhh…Nggak.. Sum…aku diperkosa…Acckkkhhh Nikkmmaattt!”, ucapan itu yang terlontar dari mulut Githa.
Sumi tersenyum tanpa mempedulikan apa kata Githa, gadis itu kemudian membuka pakaiannya sendiri hingga telanjang bulat
“Ko… Mau ngentot ngak ngajak-ngajak sih?”, ucap Sumi yang kemudian mengambil posisi di atas Githa
Vagina Sumi yang berbulu lebat tepat di hadapan muka Githa
“Ayo … Githa jilat memekku!”, ujar Sumi kepada sahabatnya.
Githa yang dilanda nafsu birahi, menjulurkan lidahnya, berusaha menjilat
bagian kewanitaan sahabatnya tersebut. Karena tangan Githa di ikat
membuat dia kesulitan untuk menjilat vagina Sumi. Mengetahui hal itu
Sumi lalu mengangkat kepala Githa dan mendekatkan ke daerah intimnya.
“Ackckkhhhh… iya …. Disitu…ennaakkk sayang…..”, ucap Sumi, ketika
jilatan-jilatan Githa mengenai klitorisnya. Sumi yang memang tadinya
ingin kencing tidak kuat menerima jilatan-jilatan Githa, sementara buat
Githa itu merupakan sensasi baru menerima sodokan dan menjilat vagina
sahabatnya sendiri.
“Acckkkhhhh…. Nikmat Sayang”,
Tidak sampai lima menit tubuh Sumi mengejang, mengeluarkan cairan
cintanya yang menyemprot langsung dimuka Githa sehingga cairan cinta itu
terminum dan membasahi muka temannya tersebut. Tidak lama setelah itu
“Acckkkkhhhhhhhhhh……….”, kini giliran dari Githa yang orgasme dan mengeluarkan cairan cintanya.
Sumi tampak menjilat-jilat bagian intim sahabatnya tersebut yang masih
dipenuhi oleh penisku. Kemudian aku mengeluarkan penisku, sedang Sumi
mengambil sebuah dildo yang setiap ujung-ujungnya menyerupai penis.
“Githa…., sekarang waktunya!!”, ucapku sambil memasukan penisku ke dalam mulutnya.
“mmmuuuuuaaa…………mmmpphhhh”, itu yang terdengar dari mulut Githa ketika
mulutnya dipenuhi oleh penisku sampai mentok ke tenggorokannya
Sementara aku memompa penisku di mulut Githa, Sumi memasukan dildo ke vaginanya, sedang ujung yang satunya ke vaginanya sendiri.
“Acckkkhhh….nikmaaatt…oooohhh….”, erang Sumi yang mencoba mencari kenikmatannya sendiri.
Tidak lama dari situ, “Acckkhhh… aku mau keluar sayang…, telan semua pejuku”, desahku.
“crrooottt….crooottt…”, aku mengeluarkan sperma yang cukup banyak
sebagian banyak terminum oleh Githa dan sebagian lagi menghias muka,
hidung dan rambut penyiar cantik itu.
Kemudian aku membuka ikatan tangan dari Githa, wanita itu bangkit dan
sekarang posisi antara keduanya saling berhadapan, sisa peju yang berada
di sekitar wajah dibersihkan oleh Sumi dengan cara dijilat, lalu
keduanya saling berpelukan, bibir mereka saling berpagut, payudaranya
saling bertemu, dan dibawah dildo semakin tertanam di vagina mereka.
Sungguh suatu pemandangan indah, kedua penyiar berita itu berusaha untuk
mencapai puncaknya masing-masing dengan menggoyang-goyangkan dan
memompa vaginanya masing-masing, membuat dildo tersebut semakin
meransang dan meningkatkan birahi keduanya.
“Acckkkhhhh…enak…. Sumi Sayang….”, desah Githa,
“Ohhh…Git, emang enak!!” erang Sumi
Tidak lama dari itu keduanya mencapai orgasme tubuh Githa melenting ke belakang, demikian juga dengan tubuh Sumi.
“Accckkkkkhhhhhh…. Nikmat…. Git!!”, erang Sumi ketika meraih orgasmenya.
“Aaaccckkkkkkkkhhhh …..Iya.a….. Ennnaakkk Sum!”, jerit Githa
Tubuh Sumi kemudian ambruk di sebelah tubuh temannya itu. Kemudian Githa
menaiki tubuh Sumi dengan posisi 69, mereka saling menjilati vaginanya
masing-masing. Membuatku bernafsu kembali aku melangkah dan mengambil
posisi dibelakang tubuh Githa. Kuambil lotion yang ada di atas meja,
kuolesi penis dengan lotion tersebut, kemudian ku arahkan penisku ke
anus Githa.
“Acckkkhhhh…. Sakit…..”, kembali Githa mengerang ketika anusnya di bobol
oleh penisku sebelum, Githa tidak dapat melanjutkan jilatan-jilatan
terhadap vagina Sumi karena aku menghujamkan penisku ke dalam anusnya
dengan cepat, begitu juga dengan Sumi yang terus mengenyot vagina
sahabatnya tersebut. Sampai akhirnya…
”Acckkkkhhhh….. nikkkmmmattt…..”, erang sedangkan cairan cinta memenuhi
muka Sumi Sefira, kemudian terkulai lemas disebelah Sumi.
Selanjutnya kutarik dan kubalikan badan Sumi ke pinggir ranjang,
sehingga kaki Sumi menjuntai ke bawah dan payudaranya tertekan oleh
ranjangnya. Kembali kusodokan penis besarku ke vagina Sumi
“Acckkkkhhhh…. Iiyyyaaahhh …. Ennnttotiiinnn saya sampe puas!”, lenguh
Sumi yang membuatku seolah kesetanan untuk memacu genjotan-genjotanku.
Tidak lama dari itu “Acckkkkkkkhhhh …….Aku Samppaaiii”, jerit Sumi yang kemudian terkulai lemas.
“Crrooootttt….Crrrooottt”, semburan pejuku mengisi rahimnya.”Ahhh…. enak…..sayyanng”, ketika aku mengalami klimaks.
Aku tinggalkan kedua penyiar cantik itu terbaring telanjang, dengan
tubuh berlumuran keringat dan cairan cinta. Mereka berdua mulai tertidur
karena kelelahan. Sementara aku mengambil air minum sambil tersenyum
penuh kemenangan.