Keisengan Yang Menyenangkan
“Tok… tok… tok…”, terdengar suara ketukan dari balik pintu.
Suara ketukan itu cukup mengalihkan perhatian seorang wanita cantik yang kini sedang duduk di belakang meja kerjanya. Ia kemudian terlihat menghentikan kegiatannya membaca sebuah berkas di dalam map yang dipegangnya. Wanita berparas cantik nenawan, berkulit putih mulus dan berambut hitam panjang lurus itu kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu.
“Oh Bapak…”, wanita itu tersenyum.
Di depan pintu kini berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi semampai dan tegap. Walaupun sudah berumur diatas 45 tahun, namun sama sekali kegagahan sang laki-laki tersebut tidak berkurang. Laki-laki itu adalah Widyanto Sucipto atau sering dipanggil Pak Wid, seorang Direktur sebuah perusahaan swasta yang cukup ternama di kota tersebut. Sedangkan si wanita cantik adalah Marliana Riskanti, 24 tahun, sekretaris Direksi dan salah satu pegawai muda di perusahaan tersebut.
“Boleh Bapak masuk?”.
Wanita cantik itu tertawa kecil. “Bapak ini lucu, yang punya perusahaan kan Bapak? Jelas boleh dong masuk ke ruangan saya he he”.
Laki-laki itu hanya tersenyum mendengar perkataan sang sekretaris, kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan. Begitu Lia selesai menutup pintu, tiba-tiba sebuah pelukan langsung membekap tubuh sintalnya dari belakang.
“Ah Bapak nakal…”, Lia berucap pelan.
“Bapak kangen nih sayang”, sebuah kecupan langsung mendarat di pipi dan leher Lia.
“Jangan disini dong Pak ntar ada yang liat”.
Lia berusaha menghentikan Pak Wid yang masih terus mendaratkan ciumannya.
“Kenapa sayang? Apa Bapak tidak boleh mencumbuimu lagi?”.
“Boleh Pak, tapi…”.
Pak Wid kemudian membalikkan tubuh Lia sehingga kini mereka berhadapan. Tanpa sempat melanjutkan kata-katanya, ciuman langsung mendarat di bibir Lia dan membungkamnya. Lia pun kini hanya berdiam diri dan membiarkan Pak Wid melumat bibir mungilnya. Laki-laki paruh baya itu mencumbui bibir sang sekretaris seperti seorang musafir yang menemukan sebuah oase di padang pasir. Bibir Lia dirasakannya seperti seteguk air yang bisa melegakan tenggorokannya yang kering.
“Tunggu Pak…”, Lia meletakkan telapak tangannya di bibir Pak Wid ketika laki-laki itu kembali hendak melumat bibirnya.
“Kenapa?”.
Lia tidak menjawab. Dengan perlahan ia melepaskan pelukan Pak Wid dan beranjak menuju jendela kantornya. Wanita cantik itu kemudian menutup tirai jendela kantornya. Pak Wid hanya tersenyum melihat tingkah sang sekretarisnya yang cantik. Laki-laki itu begitu tergila-gila dengan Lia sejak pertama kali wanita cantik itu melakukan tes wawancara. Bagaimana tidak, dengan wajah cantik, kulit putih, rambut panjang halus, tubuh tinggi semampai dengan lekukan proporsional pastilah akan membuat siapapun yang melihat Lia pastilah akan kehilangan kewarasannya. Pak Wid merasa benar-benar beruntung bisa menikmati keindahan bahkan kehangatan tubuh sintal nan sempurna tersebut.
“Pak, ini kan masih siang?”, ucap Lia sedikit mendesah sambil berjalan mendekati laki-laki tersebut.
“Seminggu tidak bertemu denganmu, sungguh benar-bener terasa menyiksa!”.
“Tapi kan nyuruh saya pergi diklat juga Bapak?”, dengan manja Lia memeluk tubuh atasannya itu dan mengecup bibirnya.
“Iya, itu kan demi kariermu juga makanya hari ini Bapak ingin sekali melepaskan rindu”.
“Tapi nanti malam kan bisa? Saya nggak ada acara kok…”.
“Nggak bisa sayang, Bapak sudah nggak tahan lagi”.
Kembali mereka berciuman dan kali ini meraka lakukan dengan panas, seakan-akan benar-benar ingin melepaskan seluruh perasaan yang selama ini tertahan. Kedua bibir tersebut saling beradu dan saling melumat.
“Oh… so tasty…”.
“Do you like it?”.
Pak Wid mengangguk mantap.
“Mau yang lebih?”, Lia tersenyum menggoda sambil menguap-usapkan jari telunjuknya ke bibir Pak Wid.
“Sure…!”.
“Kita cari hotel sekarang?”, jari-jari Lia kini merambat turun menuruni leher dan kemudian mempermainkan dasi atasannya.
“No… let’s do it here…”.
“Ah? Here?”, kali ini nada suara Lia menggambarkan nada penuh keheranan.
“Yes…! Here…”.
Tiba-tiba saja Pak Wid langsung menggendong tubuh Lia sehingga membuat sekretaris cantiknya itu menjerit pelan. Hubungan keduanya memang sudah cukup lama terjalin, sudah hampir 6 bulan lamanya. Pak Wid yang memang menyukai wanita-wanita muda dan Lia yang memang memiliki jiwa penggoda membuat hubungan terlarang itu menjadi semakin mudah terjalin. Hubungan dua insan berbeda jaman ini ibarat sebuah simbiosis mutalisme, dimana keduanya memang saling membutuhkan. Pak Wid membutuhkan kehangatan percintaan yang sudah tidak bisa lagi ia peroleh dari sang istri, sedangkan Lia membutuhkan penyuplai dana untuk kehidupannya yang cenderung glamor. Keduanya begitu pandai dan kompak menyembunyikan hubungan cinta terlarang ini, sehingga sampai saat ini bau-bau perselingkuhan sama sekali belum juga tercium keluar.
“Aaoo…”, kembali Lia menjerit pelan ketika Pak Wid mendudukannya di atas meja kerjanya.
Kemudian mereka kembali berciuman dengan panas. Permainan lidah pun kini mulai menghiasi percumbuan keduanya. Lidah mereka saling bertemu dan bertautan dengan hebat. Lia nampak sama sekali tidak risih harus bercumbu dengan laki-laki yang usianya hampir setara dengan ayahnya ini. Yang lebih gila lagi, keduanya tidak merasa risih harus bercumbu di kantor dimana jam masih aktif walaupun kini adalah memang waktu istirahat. Beginilah mungkin yang sering orang-orang sebut ketika nafsu sudah menjadi raja, maka logika tak akan lagi punya kuasa.
Wangi parfum yang tercium dari sekujur tubuh Lia membuat nafsu Pak Wid kian menggelora, sehingga ciuman tidak lagi bisa membasuh panasnya gelora tersebut. Kini tangan laki-laki itu mulai merambah dan meremasi kedua payudara Lia dari balik blazer yang dikenakan wanita cantik tersebut. Ternyata itupun tidak cukup. Sambil tetap berciuman tangan nakal Pak Wid dengan cekatan membuka satu persatu kancing blazer biru tua sang sekretaris. Sementara jari-jari lentik Lia kini sedang berada di selangkangan sang bos yang sudah nampak terbuka. Jari-jari itu terlihat melakukan tugasnya dengan baik, sehingga membuat tonjolan yang ada disana menjadi semakin menggunung.
“Jangan dibuka Pak, nanti nggak keburu makenya”, Lia menghentikan usaha atasannya yang hendak membuka kancing kemeja begitu ia selesai melepaskan blazer yang dipakainya.
Terlihat ekspresi kekecewaan di wajah Pak Wid yang terlihat sudah ingin sekali menikmati payudara montok milik bawahannya. Lia yang memang sudah berpengalaman dibidang percintaan rupanya mengerti ekspresi tersebut.
“Kok cemberut sih? he he he”.
“Pengen nyusu…”, sahut Pak Wid singkat.
“Wah ada bayi besar nih minta netek he he he”.
Pak Wid tidak berkomentar, hanya ekspresi wajahnya saja yang menunjukkan apa yang kini sedang dirasakannya.
“Iya deh saya bukain”. Senyuman menggoda kembali tersungging di bibir tipis Lia.
Dengan cekatan kemudian wanita cantik itu membuka satu persatu kancing kemeja putih yang dipakainya. Setelah kancing terakhir terbuka, kemudian jari-jari lentik Lia berlahan membuka kaitan bra berwarna merah muda berenda yang dipakainya dan menggeser posisi cupnya. Kini di depan Pak Wid terpampanglah sebuah gundukan gading kenyal dan padat, dengan puting kecil berwarna coklat yang menantang. Senyuman pun kembali terpancar di wajah laki-laki paruh baya tersebut.
“Aku kangen sekali dengan ini”, Pak Wid mengusap dan memelintir pelan puting payudara kanan Lia.
“Aaah… Bapak genit ah…”, Lia mendesah pelan.
“Kok tambah gede sih?”, kini tangan kanan Pak Wid mendarat dan meremas payudara kiri sang sekretaris.
“Gara-gara Bapak tuh…”.
“Lo kok gara-gara Bapak?”.
Lia tersenyum kecil. “Bapak sih suka ngemutin makanya jadi “bengkak” nih he he”.
“Ih kamu ini ya, benar-benar menggemaskan he he”.
Pak Wid merangkulkan kedua tangannya di pinggang Lia yang sedang duduk di atas meja. Sebuah kecupan kemudian mendarat mulus di bibir mungil si wanita cantik.
“Mau diliat aja nih Pak? Rugi dong dibuka?”, Lia melirik nakal ke arah kedua payudaranya yang memang kini sedang “menganggur”.
“Nggak dong…”, selesai berucap puting payudara kanan Lia langsung amblas ke dalam mulut Pak Wid. Dengan penuh nafsu Pak Wid melahap kedua payudara montok itu secara bergiliran.
Lia sendiri nampak menikmati sekali sedotan dan permainan lidah Pak Wid pada kedua payudaranya. Belum lagi remasan tangan Pak Wid yang tak kalah membangkitkan nafsunya. Sambil menggigit bibir bawahnya menahan geli, wanita cantik itu mengelus-ngelus rambut atasannya. Kini Lia terlihat seperti seorang wanita yang sedang menyusui bayi besarnya.
“Oooh…”, desah Lia pelan ketika Pak Wid sedikit menggigit puting payudaranya.
“Toketmu benar-benar luar biasa sayang, padat dan kenyal!”, sebuah kecupan dan pagutan mendarat kembali di bibir Lia.
“Bapak suka?”.
“Suka banget!”.
“Just enjoyed it, it’s all for you…”.
Sambil tetap menikmati kepadatan payudara Lia, berlahan tangan kanan Pak Wid merayap turun merabai kedua betis sang wanita yang kini dalam posisi menjuntai di atas meja. Permukaan betis mulus tersebut terasa begitu lembut dan halus. Tangan dan jari-jari itu terus merayap naik sehingga menimbulkan sensasi geli di sekujur tubuh Lia. Apalagi ketika tangan Pak Wid berlahan masuk ke dalam rok span pendek yang dikenakannya dan terus merabai permukaan pahanya. Lia yang memang telah mengangkang lebar memudahkan akses masuk tangan atasannya tersebut menuju selangkangannya. Kini Lia bisa merasakan jari-jari tangan Pak Wid telah menyentuh permukaan celana dalamnya yang berenda.
“Udah basah ya sayang?”, Pak Wid melepaskan bibirnya dan tersenyum kecil.
Lia hanya mengangguk pelan dan mendesah. “Aaah…”.
Rok span biru tua itu semakin tinggi terangkat ketika tangan Pak Wid berada di dalam celana dalam Lia dan mulai merabai bulu-bulu halus yang ada disana.
“Aaakh… geli Pak”, Lia berteriak pelan ketika dengan iseng Pak Wid menekan klitorisnya.
“Geli tapi enak kan? He he”.
“Ih, Lia jangan digodain dong Pak kan malu”.
“Kalo nggak digodain terus mau diapain dong? He he”.
“Mau dicium…”.
Pak Wid pun langung mendekatkan bibirnya ke bibir Lia, namun wanita cantik itu menghentikannya.
“Tapi ciumnya nggak di sini”, Lia menunjuk ke arah bibirnya.
Pak Wid mengerutkan keningnya. “Terus dimana?”.
“Di situ…”, Lia kemudian menunjuk ke arah selangkangannya dan tersenyum menggoda.
“Ha ha ha kamu benar-benar wanita nakal”.
Pak Wid menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian laki-laki paruh baya itu memasukkan kedua tangannya ke dalam rok sekretarisnya dan mulai menarik turun celana dalam wanita cantik tersebut. Lia sendiri terlihat membantu Pak Wid dengan sedikit mengangkat pantatnya dari meja. Setelah berhasil membukanya, Pak Wid nampak tersenyum melihat kain mungil di tangannya. Modelnya begitu tipis, berenda dan menerawang. Jelas sekali celana dalam G-string merah muda itu memang dipakai oleh pemiliknya bukan untuk menutupi apapun. Pak Wid pun meletakkan kain mungil itu di atas kursi.
“G-string?”.
“Yeah…! He he he”.
“Kalo begitu kamu musti sering-sering ngangkang di depan Bapak he he he”.
“Lo ini kan udah ngangkang?”.
“Oh iya he he he”.
Lia memasukkan tangan kanannya ke dalam rok dan mulai mengelus-ngelus permukaan vaginanya memang yang sudah basah. “Ayo dong buruan di cium…”.
Laki-laki paruh baya itu kemudian berjongkok di depan meja dan melepaskan kedua sepatu high heels yang dipakai Lia. Setelah itu ia mulai menciumi jari-jari kaki wanita cantik tersebut secara bergantian. Lia nampak kegelian ketika ciuman atasannya mulai mendarat di telapak kakinya. Ciuman Pak Wid kemudian mulai merambah naik menuju kedua betis dan terus naik menuju paha sang sekretaris. Permukaan kulit kaki mulus Lia membawa sensasi tersendiri dalam diri Pak Wid ketika menciumnya. Benar-benar putih, bersih, wangi dan indah.
“Siap-siap untuk menerima aksi lidahku he he”.
Lia hanya tersenyum mendengar peringatan dari atasannya tersebut. Pak Wid kemudian membuka lebar kedua paha sekretarisnya tersebut. Kini terlihatlah dengan jelas sebuah lubang kenikmatan dengan bulu-bulu halus tipis di sekitarnya. Lubang kenikmatan yang selalu mampu membuatnya terbang melayang. Masih begitu sempit dan sekat walaupun Lia mengakui dengan jujur kepada Pak Wid kalau vaginanya tersebut sebelumnya udah pernah dipakai oleh beberapa laki-laki selain dirinya. Pak Wid sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena dirinya sendiri juga sudah sering tidur dengan beberapa wanita muda lainnya. Justru laki-laki paruh baya itu menyukai gaya permainan Lia yang memang sudah sangat “profesional”.
“Oooh… Pak…”, Lia melenguh panjang ketika sang bos mulai menjilati lubang surganya.
Kepala Pak Wid kini telah hilang di dalam rok Lia. Wanita cantik itu sendiri kini hanya bisa merasakan lidah atasannya tersebut menari-nari dengan lincah di selangkangannya. Rasa geli dan sekaligus rasa nikmat yang luar biasa seakan-akan menjalar hebat di sekujur tubuh Lia. Sambil memilin-milin putingnya sendiri Lia menikmati betul jilatan, sedotan dan kadang tusukan lidah sang bos. Dalam keadaan seperti ini tidak lagi terdapat strata diantara mereka. Pak Wid yang dalam kondisi “normal” adalah atasan Lia, kini dalam keadaan terbakar nafsu rela merendahkan dirinya dengan berjongkok sambil menjilati selangkangan bawahannya.
“Aaahh… oooh… aaahh…”, kepala Lia nampak mendongak menahan rasa nikmat yang menyerang vaginanya. Lidah Pak Wid yang terus menari-nari dan menusuk-nusuk lubang kenikmatannya benar-benar memberikan sensasi yang luar biasa disekujur tubuh Lia.
“Sruuup… sruuup…”.
“Sruuup… sruuup…”.
Suara decakan terdengar dari dalam rok span Lia, menandakan daerah selangkangan tersebut sudah mulai basah dan membanjir.
Pak Wid mengeluarkan kepalanya dari dalam rok Lia. “Bagaimana? Enak ciuman Bapak? He he he”.
“Enak banget!”, Lia mengangguk dan tersenyum kecil.
Laki-laki itu kemudian kembali memasukkan kepalanya ke dalam rok sang sekretaris. Aroma wangi cairan vagina Lia membuat birahi Pak Wid semakin membara. Ia pun semakin liar melahap lubang kenikmatan beserta dengan cairan cinta yang membasahinya. Bulu-bulu lembut yang menutupi areal lubang tersebut sama sekali tidak dirasakan mengganggu oleh Pak Wid, justru keberadaan bulu-bulu itu menambah sensasi geli di sekitar wajah laki-laki paruh baya tersebut.
“Tok… tok… tok…!!”, ketika kedua kedua insan terlihat sedang asyik bercengkrama tiba-tiba terdengar suara ketukan dari balik pintu.
Sedetik setelah terdengar ketukan, Lia yang sedang mengangkang di atas meja kerjanya nampak mendorong kepala Pak Wid keluar dari dalam rok span biru tuanya. Begitu kepala itu terlepas dari selangkangannya Lia langsung meloncat dari posisi duduknya di atas meja. Ia menurunkan roknya yang tadi terangkat dan mencoba merapikannya. Begitu pula dengan bra dan kemeja yang dikenakannya yang masih nampak terbuka dengan buru-buru berusaha ia rapikan. Satu demi satu kancing kemeja tersebut dikancingkannya kembali dengan cepat. Begitu selesai dengan segera pula ia kembali mengenakan blazer yang tadi tergeletak di atas meja kerjanya.
Pak Wid sendiri tak kalah sibuknya dengan sang sekretaris. Dengan cepat ia menyeka mulutnya yang nampak belepotan dengan cairan vagina Lia. Ia lalu merapikan dasi dan kemejanya. Lia sendiri kini masih terlihat sibuk mengenakan sepatunya. Ketika kedua sepatu berhasil dikenakan kembali, Lia lalu menyambar beberapa map dan meletakkannya di atas meja. Mereka lalu nampak berpura-pura sedang sibuk memeriksa file-file di dalam map tersebut. Beruntung semuanya bisa dilakukan dengan cepat karena ketukan kedua segera menyusul terdengar beberapa detik kemudian.
“Masuk!”, Lia berteriak pelan ketika mereka berdua telah siap berdiri di depan meja kerja.
Namun baru pintu ruangan terbuka sedikit, sekilas Lia melirik ke arah kursi kerjanya. Disana masih teronggok sebuah celana dalam G-string berwarna merah muda miliknya. Langsung saja Lia menyambarnya dan memasukkan sepotong celana dalam mini tersebut ke dalam saku blazernya. Pak Wid hanya tersenyum melihat hal tersebut yang kemudian disambut senyuman pula oleh Lia.
Lalu masuklah Wiwin, salah satu staf kantor dengan memegang beberapa map. Ia sedikit terkejut ketika melihat Pak Wid berada di ruangan Lia. Ia kemudian sedikit tersenyum dan memberi hormat dengan sedikit mengangguk ke arah Pak Wid. Perbuatan Wiwin itu kemudian dibalas senyuman juga oleh Pak Wid.
“Maaf Mbak Lia saya tidak tahu kalau Mbak Lia ada tamu”.
“Nggak apa-apa kok, Pak Wid cuma bantu saya mengerjakan beberapa laporan kok”, Lia mencoba menutupi aktifitas yang baru saja mereka berdua lakukan tadi.
“Memang ada apa ya Win?”.
“Ini Mbak tadi Pak Tio meminta saya menyampaikan berkas ini ke Mba Lia, katanya tolong dibuat rangkumannya sebagai bahan presentasi di acara sosialisasi besok pagi”.
“Oh, gitu ya? Ya udah berkasnya kamu taruh saja dulu disini, bilang ke Pak Tio besok pagi rangkumannya akan saya serahkan langsung di ruangannya”.
Wiwin lalu meletakkan berkas-berkas tersebut di atas meja kerja Lia, “Kalau begitu saya permisi dulu Mbak”.
“Oh iya Win, kamu nggak back up datanya dalam bentuk softcopy?”.
“Sudah Mbak, sudah saya taruh juga di dalam map”.
“Kalau begitu makasi ya…”.
“Sama-sama Mbak”, kemudian Wiwin melemparkan senyum ke arah Pak Wid. “Saya permisi Pak”.
Pak Wid hanya mengangguk pelan.
Kemudian Wiwin berjalan menuju pintu diikuti oleh Lia dari belakang. Sejenak mereka berdua terlihat bercakap-cakap sebelum akhirnyaWiwin keluar dari ruangan tersebut. Lia menutup pintu ruangannya dan kemudian menguncinya. Wanita cantik itu cukup bersyukur tadi Wiwin sempat mengetuk pintu sebelum masuk. Akibat nafsu yang telah membara membuat dirinya lupa kalau pintu ruangannya belum terkunci. Tentu skandal dirinya dan sang bos bisa saja terkuak apabila tadi Wiwin masuk dengan tiba-tiba dan menyaksikan adegan layak sensor yang mereka lakukan tadi. Berlahan Lia kemudian berjalan mendekati Pak Wid yang kini nampak bersandar pada meja kerjanya.
“Pak, saya dapat tugas nih dari Pak Tio, sepertinya yang tadi musti kita tunda dulu…”.
Lia tersenyum menggoda sambil memegang dasi yang dikenakan oleh atasannya tersebut. Kemudian dengan berlahan wanita cantik itu membuka simpul dasi Pak Wid dan melepaskannya. Dengan cekatan pula Lia membuka dua kancing kemeja teratas yang dipakai sang bos. Walaupun dari mulutnya keluar kata-kata seolah-olah Lia ingin menghentikan semua kegilaan mereka tadi, namun gerak tubuhnya justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Melihat senyuman nakal Lia dan tingkah menggodanya kembali mengundang nafsu birahi Pak Wid yang tadi sempat menghilang.
“Udah tugasnya nantian saja dibuatnya, nanti Bapak yang bakal bilang langsung ke Pak Tio kalau kamu dapat dispensasi hari ini, jadi tugasnya baru bisa diserahin besok siang, nanggung banget nih lanjutin yang tadi yuk!”, Pak Wid yang nampak sudah mulai terbakar birahi langsung membekap tubuh sintal Lia.
“Ih kok galak banget sih Pak?”, kembali Lia melemparkan senyum genitnya.
“Iya nih, yang bawah udah nggak tahan sih he he”.
“Mana? Coba saya cek dulu…”.
Wanita cantik itu kemudian merabai selangkangan atasannya tersebut. Jari-jari lentik Lia meremas-remas selangkangan Pak Wid yang memang sudah nampak menggunung.
“Gimana? Udah siap tempur kan?”.
“Nggak kerasa Pak, kayaknya musti dibuka dulu nih he he he”.
Lia mencium pipi Pak Wid dan kemudian berlahan mengambil posisi berjongkok di depan atasannya tersebut. Pelan-pelan jari-jari Lia menari-nari membuka sabuk dan resleting celana panjang yang dipakai Pak Wid. Kemudian celana kain itu dilorotkan berikut dengan celana dalamnya, sehingga kini dihadapan Lia terpampang sebuah batang tegang namun terlihat belum berukuran maksimal.
“Ah masih belum siap nih Pak!”, sambil masih dalam posisi jongkok Lia melemparkan tatapan nakal ke arah atasannya.
“Oh belum ya?”.
Lia kemudian mengerlingkan matanya. “Iya Pak, kalo segini mana kerasa…”.
“He he he kalo gitu kamu tau dong musti ngapain?”.
“Ih Bapak genit deh!”.
Pak Wid mengelus-elus kepala Lia, sementara jari-jari lentik Lia kini sudah bekerja dengan sempurna mengocok-ngocok batang di hadapannya itu. Tak perlu waktu lama ketika batang penis itu mulai nampak keluar masuk ke dalam mulut si wanita cantik. Dengan telaten Lia menjilati, mengulum dan mengocok batang penis Pak Wid sehingga mengakibatkan batang penis itu semakin menegang dan membesar. Lia memang memiliki spesialisasi dalam melakukan oral sehingga Pak Wid dibuatnya merem-melek keenakan merasakan permainan lidah dan mulutnya. Dengan bergantian Lia menjilati batang penis Pak Wid dan juga buah zakarnya. Kuluman mulutnya juga divariasikan dengan kocokan tangan guna memberi waktu baginya untuk menarik nafas. Wanita cantik itu juga sedikit membasahi batang berurat tersebut dengan ludah guna memudahkannya melakukan kocokan.
“Cukup sayang…”, Pak Wid memegang pundak Lia dan kemudian membantunya berdiri.
Entah kenapa laki-laki paruh baya itu pun meminta Lia menghentikan layanan oral-nya. Mungkin Pak Wid tidak ingin langsung mencapai puncak permainan tanpa merasakan nikmatnya jepitan vagina sang sekretaris. Kemungkinan juga Pak Wid cukup menyadari kalau waktu yang mereka miliki kini tidaklah banyak lagi dan tempat yang juga kurang mendukung, sehingga memilih untuk meloncati tahap foreplay dan langsung meloncat ke sesi penetrasi.
“Kenapa Pak? Bapak nggak suka dengan pelayanan saya?”.
“Bukan gitu, tapi sekarang giliran Bapak yang bikin kamu enak he he he”.
Lia yang semula keheranan langsung tersenyum dan mencubit pinggang atasannya tersebut. Rupanya Lia bisa menangkap maksud atasannya yang ingin segera melakukan penetrasi.
“Bapak nakal deh he he he”.
“Ha ha ha ayo kasi liat dong bagian yang enak-enak itu”.
Pak Wid kemudian berlahan mendorong pelan tubuh Lia sehingga mentok di ujung meja. Lia sendiri nampak membuka blazer yang dikenakannya dan melemparnya kembali ke atas kursi. Sementara itu di waktu yang bersamaan Pak Wid terlihat mengangkat rok span wanita cantik itu dan mulai merabai bulu-bulu lembut di sekitar wilayah selangkangan tersebut. Mereka kemudian kembali berciuman.
“Mau netek lagi? He he”, dengan nakal Lia mempermainkan kancing kemejanya.
“Dibuka aja, siapa tau nanti Bapak haus he he he”.
“Ih Bapak ini…!”.
Lia pun menuruti kemauan Pak Wid. Ditengah rabaan tangan sang bos diselangkangannya, Lia dengan berlahan membuka satu per satu kancing kemejanya. Saat kancing terakhir terbuka, tanpa dikomandoi Lia membuka kaitan bra merah muda berenda yang dipakainya. Walaupun semua pakaian tersebut masih tetap melekat pada tubuhnya, namun sama sekali tidak berguna buat menutupi bagian atas tubuh Lia. Kedua payudara montok sang sekretaris kini terekspos bebas berikut dengan kedua puting coklat kecilnya.
“Mimik cucu dulu ah…”.
“Aaaoo… geli ah Pak…”.
Lia bergelinjang ketika puting payudara kanannya amblas ke dalam mulut Pak Wid. Payudara kiri pun mendapatkan perlakukan yang sama. Keduanya bergiliran dihisap dan diemut oleh Pak Wid. Sedangkan tangan kanan laki-laki paruh baya itu sendiri masih sibuk merabai selangkangan Lia. Jari-jari tangan Pak Wid merasakan permukaan vagina Lia masih cukup lembab dan basah sehingga ia pun tak merasa perlu memberikan rangsangan lagi. Apalagi Lia sendiri sudah nampak begitu bernafsu, dimana terlihat dari wajahnya yang mulai memerah. Pak Wid menghentikan kulumannya di payudara Lia. Dengan tangan kanan Pak Wid kemudian mengarahkan batang penisnya dan mengusap-usap ujungnya dipermukaan vagina sang sekretaris.
“Bapak… jangan diusap-usap aja, masukin dong…”, Lia merajuk manja.
“He he he udah nggak tahan ya?”.
“Iya nih…”.
“Beneran nih nggak tahan?”, Pak Wid menggoda Lia.
Lia yang memang sudah sejak tadi bergairah langsung mengkerutkan keningnya kesal. “Aaaa… Bapak gitu deh, saya ngambek nih…”.
Tingkah manja dan genit Lia kala kesal justru membuat birahi Pak Wid semakin meninggi. “Iya deh jangan ngambek dong, siap-siap ya…”.
“Aaakkh…!”, Lia berteriak tertahan ketika akhirnya penis Pak Wid menghujam deras ke dalam vaginanya.
“Ooohh… oohh… oohh…”, desahan mulai keluar dari mulut Lia seiring kocokan penis atasannya. Pak Wid sendiri merasakan jepitan vagina sang sekretaris begitu kencang karena sudah hampir seminggu lebih ia tidak menikmatinya. Kocokan Pak Wid yang semakin mengencang membuat Lia menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuhnya yang mulai bergoncang. Kedua tangan Lia mencengkeram erat ujung meja yang berada di belakangnya.
“Suka sayang?”.
“Su… suka banget, yang ken… kenceng Pak!”.
“Yang kenceng?”.
“Iya… kocoknya yang kenceng oooh…”.
Menyadari kalau saat ini mereka sedang berada di kantor, Lia berusaha sekuat tenaga untuk menahan teriakan penuh kenikmatan yang keluar dari mulutnya. Namun rupanya rasa nikmat seakan sudah menyerang hampir sekujur syaraf tubuhnya, sehingga ia tak kuasa untuk bertahan. Akhirnya ia memilih untuk memeluk tubuh Pak Wid dan mencium bibirnya guna meredam desahan dan erangan yang hendak keluar dari mulutnya.
Lia kini nampak kian pasrah menerima lumatan bibir dan juga remasan demi remasan di dadanya. Walaupun kemejanya masih terkancing rapat, namun Lia bisa merasakan kalau bra yang ada di dalamnya tak lagi terpasang pada posisi yang tepat akibat remasan tangan Pak Wid. Ciuman dan lumatan pun tak henti-hentinya menghujani bibir Lia, begitu pula dengan lehernya. Apalagi disaat yang bersamaan genjotan penis laki-laki paruh baya itu terasa semakin kencang menghujam ke dalam vagina Lia. Tak perlu waktu lama untuk membangkitkan kembali gelora gairah yang tadi sempat menghilang diantara keduanya.
“Ooh… Lia memekmu nikmat sekali…”.
Muncul sebersit rasa bangga dalam diri Lia mendengar pujian yang keluar dari mulut sang bos. Paling tidak ia merasakan kalau dirinya jauh lebih cantik dan menarik ketimbang istri Pak Wid. Wanita cantik itu tahu benar kalau posisinya di Perusahaan ini sangatlah ditentukan oleh kemampuannya memuaskan sang atasan. Maka dari itu ia selalu berusaha merawat wajah dan tubuhnya, terutama bagian lubang surgawinya agar selalu keset dan wangi. Selain itu ia juga sadar harus selalu memberikan pelayanan spesial agar sang bos tidak berpaling kepada pegawai wanita lain yang mungkin berumur lebih muda dari dirinya.
“Kontol Bapak juga nikmat banget!”.
“Oya?”.
“Iya Pak, luar biasa, terus kocok Pak… terus… aaahh…”.
Sebagai seorang wanita yang sudah sangat berpengalaman memuaskan berbagai macam tipe laki-laki, Lia juga tahu benar kalau memuji kemampuan sang laki-laki adalah sebuah kewajiban dalam bercinta. Pujian yang tepat akan meningkatkan ego sang laki-laki dan pujian itu akan membuatnya seolah-olah memiliki kemampuan luar biasa, walaupun kadang kenyataannya tidaklah demikian. Namun khusus untuk Pak Wid, Lia sama sekali tidak perlu harus berpura-pura karena batang penis besar milik laki-laki paruh baya itu memang benar-benar mampu membuatnya melayang. Tak terasa sudah hampir sepuluh menitan batang penis Pak Wid mengaduk-ngaduk lubang vagina Lia dalam keadaan berdiri.
“Oooh… aaah…”, Lia masih terus berusaha menahan desahannya, ditengah lesakan batang penis Pak Wid dalam vaginanya. Sementara itu tangan kanan Pak Wid nampak nakal meremasi payudara Lia .
“Oooh… aaah…”.
“Balik dong sayang, pengen masuk dari belakang nih”.
Lia menurut. Setelah Pak Wid mencabut penisnya, ia langsung membalikkan tubuhnya dan mengambil posisi nungging. Lia kembali menggunakan kedua tangannya sebagai penumpu di meja kerjanya. Kemudian wanita cantik itu menoleh ke belakang dan melihat Pak Wid sedang menatap nanar ke arah bongkahan pantatnya sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Lia kemudian mengangkat rok spannya dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya guna menggoda atasannya tersebut. Dengan gaya nakal bak call girl profesional, Lia menjilati jari-jari tangan kirinya kemudian mengusap-usap permukaan vaginanya sendiri. Lalu wanita cantik itu memasukkan dua jarinya ke dalam lubang vaginanya dan mulai mengocoknya. Lia memasang ekspresi wajah horny sambil menggigit bibir bawahnya. Pak Wid terlihat tak tahan melihat ekspresi wajah Lia langsung mendekat sambil mengacungkan batang penisnya yang sudah tegang maksimal
“You’re so deam bitchy secretary…!”.
“Tapi Bapak suka kan?”.
“Suka banget… you make me turn on very high…”.
“Terus nunggu apa lagi Pak? Fuck me… fuck me hard!”.
Lia membuka kedua kakinya semakin lebar seolah-olah ingin mempersilakan penis Pak Wid untuk memasuki dirinya. Kini sebuah pantat montok dengan vagina merah basah terekspos dengan bebas siap merasakan sebuah kenikmatan duniaei. Pak Wid terlihat semakin membelalak menyaksikan pemandangan indah di depannya. Walaupun ini bukan pertama kalinya, namun tetap saja setiap kali melihat vagina Lia seakan memberikan sensasi luar biasa dalam otak Pak Wid. Sebuah batang tegak keras nampak mencuat diantara selangkangan laki-laki paruh baya itu. Dengan terburu-buru Pak Wid langsung melepas sepatunya dan kemudian disusul dengan celana panjang berikut celana dalamnya. Agaknya laki-laki paruh baya itu merasa pakaiannya itu sedikit mengganggu dalam melakukan penetrasi di awal persetubuhan mereka tadi.
“Aaaakkh…!!!”.
Lia tidak bisa lagi menahan lenguhan panjang yang keluar dari mulutnya. Ini karena ternyata Pak Wid tidak memasukkan batang penisnya ke dalam vaginanya namun ke dalam lubang duburnya. Batang besar itu kini nampak mulai menggenjot lubang sempit tersebut. Si pemilik batang pun nampak mulai merem-melek merasakan kenikmatan luar biasa dari jepitan lubang anus sekretarisnya tersebut. Sedangkan Lia sendiri terlihat meringis menahan sakit karena sejujurnya ia sama sekali tidak siap menerima serangan pada lubang pantatnya. Wanita cantik itu nampak mencengkeram pinggir meja dengan sekuat-kuatnya dan menggigit bibirnya berusaha untuk menahan rasa sakit. Lia tahu benar kalau ia sama sekali tidak bisa melakukan protes atas perbuatan Pak Wid ini. Pak Wid adalah atasannya dan tugasnya adalah memuasakan sang atasan, jadi Pak Wid berhak memilih lubang manapun yang ia suka untuk dimasuki.
“Aaakkh… Pak… pelan-pelan… sakit…”.
“Oooh… ooh…”.
“Aaakkkh… Paaakk…”.
Mulut Lia ternganga lebar ketika Pak Wid kian mempercepat genjotan penisnya. Lubang anus Lia yang memang masih kering dan belum terlumasi terasa robek dan melar ketika intensitas batang besar itu kian meninggi menghujam ke dalamnya. Tanpa bisa ia tahan bulir air mata terlihat mengalir dari pinggir mata lentik Lia.
“Oooh… sempit banget pantatmu Lia!”.
“Aaakkh… aaakkh…Paakk…!!”.
“Oooh…”.
“Sa… sakit Pak… aaakhh…!”.
Ini memang bukanlah anal seks pertama bagi Lia. Beberapa kali ia sudah pernah melakukannya dengan Pak Wid maupun beberapa laki-laki lainnya, namun tanpa persiapan tentunya anal seks sangatlah menyakitkan bagi si pemilik lubang. Penderitaan Lia barulah usai setelah beberapa menit kemudian Pak Wid akhirnya menghentikan genjotannya dan menarik batang penisnya. Rasa perih dari lubang pantat Lia masih begitu terasa menyiksa, selepas genjotan yang mendera pantatnya tadi. Namun belum juga Lia dapat menghirup udara dan mengatur nafas, Pak Wid kembali menghujamkan batang penisnya. Kali ini batang penis besar itu menghujam deras ke dalam vagina sang sekretaris cantik.
“Ooooh….!!”, kembali Lia harus melenguh panjang.
“Aaah… Lia…”.
“Pak Wid… ooohh…”.
Wanita cantik itu bersyukur dalam hatinya, karena paling tidak kali ini Pak Wid memilih lubang vaginanya untuk dinikmatinya. Lia pun kini mulai bisa ikut menikmati persetubuhan tersebut. Bahkan kini ia terlihat ikut menggoyangkan pinggulnya agar lubang kenikmatannya dapat memberikan jepitan maksimal. Rasa sakit yang semula memderanya kini mulai berganti menjadi rasa nikmat yang teramat sangat. Sadar kalau waktu yang mereka miliki kian menipis sebelum waktu makan siang berakhir, Pak Wid pun kian mempercepat genjotannya. Laki-laki paruh baya itu berusaha menghujam-hujamkan batang penisnya secepat dan sedalam mungkin. Tubuh Lia sendiri dibuatnya berguncang-guncang hebat dan membuat wanita cantik itu terus mendesah-desah.
“Dikit lagi sayang…!”.
“I… iya Pak, dikit lagi nih, terus… yang dalem…”.
“Oooh…. oooh….”.
“Aaaahh…. sayang memekmu…”.
Keduanya mulai merancau tak karuan menandakan kalau mereka telah berada diambang klimaks. Walau keduanya sudah merasa bak melayang ke angkasa, namun keduanya masih tetap berusaha menyadarkan diri mereka kalau saat ini mereka sedang bercinta di ruang publik. Rasa nikmat yang semakin kencang mendera membuat keduanya kian sulit menahan teriakan dan desahan yang terus keluar dari mulut mereka masing-masing. Seandainya mereka ada di tempat yang “aman” mungkin keduanya akan berteriak sekencang-kencangnya guna menunjukkan betapa hebatnya persetubuhan mereka saat itu.
“Pak… Lia dapeeet…!!”.
“Tahan sayang, tahan dikit lagi…”.
“Aaaakkkh….!”, Lia melenguh hebat. Kepalanya terdongak dengan mata terpejam. Di tengah genjotan penis Pak Wid yang menggila wanita cantik itu mencapai puncak.
Tak lama setelah itu, Pak Wid juga semakin menampakkan ekspresi wajah yang kian memerah. Nampaknya ia juga sudah tidak kuat lagi menahan gejolak rasa yang akan segera menderanya. Laki-laki paruh baya itu akan segera menyusul mencapai puncak permainan.
“Sayang… isepin kontol Bapak!”.
Pak Wid mencabut batang penisnya. Lia nampaknya tak sempat menikmati sensasi klimaks yang baru saja melandanya. Dengan sigap wanita cantik itu berjongkok dan memasukkan batang penis Pak Wid ke dalam mulutnya. Batang penis itu langsung nampak keluar masuk ke dalam mulut Lia, karena Pak Wid ikut mengocok-ngocokkannya dengan kuat. Sesekali Lia mengocok-ngocok batang tegang itu dengan tangan untuk kemudian mengulumnya kembali. Tak lama penis itu pun sudah terasa berkedut-kedut hebat.
“Oooh….!!!”, kini giliran Pak Wid yang melenguh panjang.
Semburan demi semburan sperma langsung menyemprot ke dalam mulut Lia. Wanita cantik dengan sabar menerima semburan sperma atasannya dan menampungnya di dalam mulutnya. Ketika semburan terakhir keluar, berlahan batang penis Pak Wid menyusut dan mengecil di dalam mulut sekretarisnya. Begitu penis tersebut tercabut dari dalam mulutnya, Lia sedikit membuka mulutnya. Mulut wanita cantik itu kini terlihat dipenuhi oleh cairan kental berwarna putih. Dengan cepat Lia kemudian menelan cairan tersebut sampai habis.
“Sini Pak saya bersihkan”.
Setelah cairan sperma Pak Wid habis tertelan, Lia mengambil batang penis atasannya tersebut dan kembali mengulum dan menjilatinya. Dengan telaten Lia menjilati buah zakar Pak Wid dan juga batang serta ujung penisnya guna membersihkan sisa-sisa sperma yang ada.
“Berdiri sayang!”.
Pak Wid membantu Lia berdiri. Kemudian laki-laki paruh baya itu memeluk tubuh sekretarisnya tersebut dan mencium bibir mungilnya. Lama sekali mereka berpagutan seolah-olah Pak Wid ingin menunjukkan rasa terima kasihnya atas pelayanan sang sekretaris.
“Makasi ya sayang…”.
“Sama-sama Pak”.
“Kamu puas hari ini?”.
“Puas banget! He he”.
Kembali mereka saling berpagutan.
“Bapak masih kangen nih, malam ini Bapak nginep di tempatmu ya?”.
“Lo istri Bapak bagaimana?”.
“Dia ada kunjungan kerja dengan teman-temannya, jadi tidak apa-apa kalau malam ini Bapak nggak tidur di rumah”.
“Aduh kayaknya malam ini saya harus lembur nih he he he”.
“Ha ha ha iya dong! Tapi tenang uang lemburnya ada kok”.
“Beneran ya?”.
“Tenang saja… apa sih yang nggak buat sayangku ini”.
“Hhhmm… gombal!”.
Mereka pun tertawa sambil berpelukan mesra. Kemudian Pak Wid mengenakan kembali celananya, merapikan kemeja dan memakai dasinya. Setelah selesai merapikan pakaiannya laki-laki itu duduk di sofa sambil mengenakan kembali kaos kaki dan sepatunya. Lia sendiri nampak mengambil tissue dan melap lubang vagina dari sisa-sisa cairan hasil percintaan mereka tadi. Setelah itu wanita cantik tersebut merapikan kembali bra, kemeja berikut dengan rok span yang dipakainya. Ia juga mengenakan kembali sepatu high heels-nya. Sekilas Lia menyempatkan diri untuk sedikit menata kembali rambut panjangnya yang terlihat sedikit kusut dan tak beraturan di depan kaca.
“Lo kok celana dalamnya nggak dipake sih?”.
“Ntar aja Pak, mau pipis dulu nih”.
“Ih ntar ada yang ngintip lo he he”.
“Kan cuma Bapak yang tau kalo saya seliweran di kantor nggak pake celana dalam he he”.
“Oh you’re so nauthy… he he he”, Pak Wid lalu meremas pantat Lia. Sang sekretaris hanya berteriak pelan.
“Kalau begitu Bapak balik ke ruangan sekarang”.
“Iya Pak…”.
“Inget lo nanti malem…”.
“Siap bos!”, Lia mengerlingkan matanya nakal.
Begitulah sehari-hari kegiatan Lia, sang sekretaris di kantornya bersama sang bos. Mungkin orang-orang sok alim dan munafik akan menghujat perbuatan mereka, namun bagi mereka berdua semuanya kegiatan ini bagaikan sebuah “selingan” di tengah kesibukan kerja yang memusingkan kepala. Pak Wid bisa menghilangkan stress serta merasakan kembali darah mudanya bangkit dan membara di usia tuanya. Sedangkan Lia dengan cara mudah bisa mendapatkan posisi strategis dan kehidupan yang jauh dari cukup dalam usia yang relatif muda. Orang-orang mungkin akan mengatakan kalau hubungan mereka adalah sebuah hubungan terlarang yang sama sekali tidak layak untuk dilakukan. Namun bagi Lia dan Pak Wid semua ini hanyalah sebuah keisengan yang menyenangkan. Jadi siapakah yang benar dan yang salah dalam hal ini? Hhhmm… Entahlah!
.
TAMAT.